Berita Terkini Nasional

KPK Jemput Paksa Syahrul Yasin Limpo di Apartemen, Soal Penahanan Tunggu Pemeriksaan

KPK menjemput paksa mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan langsung lakukan pemeriksaan dan untuk penahanannya belum diputuskan.

Editor: Tri Yulianto
Tribunlampung.co.id
KPK menjemput paksa mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan langsung lakukan pemeriksaan dan untuk penahanannya belum diputuskan. 

Tribunlampung.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dari sebuah apartemen di Jakarta Selatan. 

Selanjutnya Syahrul Yasin Limpo menjalani pemeriksaan di KPK setelah sebelumnya ditetapkan tersangka kasus pemerasan terhadap bawahan di Kementerian Pertanian. 

Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Ada di Makassar saat KPK Tetapkan Tersangka Kasus Pemerasan Bawahan

Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Akan Diperiksa KPK sebagai Saksi Besok

KPK menyatakan status Syahrul Yasin Limpo masih pemeriksaan belum dilakukan penahanan karena akan menunggu hasil pemeriksaan dari penyidik. 

Menurut Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, soal penahanan Syahrul Yasil Limpo akan diputuskan setelah pemeriksaan.

"Kita lihat dulu karena masih diperiksa oleh penyidik, tim memeriksa setelahnya tentu nanti akan ada pendapat ditahan atau tidak,” kata Ali kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/10/2023).

Ali memastikan, apa yang dikerjakan tim penyidik KPK mulai dari menjemput paksa, memeriksa dan nantinya akan menahan atau tidak terhadap Syahrul Yasin Limpo dilakukan berdasarkan prosedur hukum.

Penyidik KPK taat aturan sesuai humum acara pidana berlaku terhadap perlakuan tersangka.

“Prinsipinya prosedur yang KPK lakukan patuh terhadap aturan yang ada. Itu kunci utama kami dalam bertindak termasuk upaya penangkapan terhadap SYL,” Ali menandasi.
 
Berdasarkan informasi, Syahrul Yasin Limpo tiba di KPK pukul 19.17 WIB, ia mengenakan topi dan masker serta jaket hitam.

Setibanya di KPK, SYL langsung dikawal ketat.

Ali Fikri mengatakan, Syahrul Yasin Limpo diamankan di salah satu apartemen kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Betul teman-teman ya. Jadi hari ini tadi tim penyelidik KPK melakukan penangkapan terhadap salah satu tersangka atas nama SYL di sebuah apartemen di Kebayoran Baru, Jaksel," kata Ali Fikri.

Ali Fikri menerangkan, Syahrul Yasin Limpo langsung diboyong ke Gedung Merah-Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian RI.

Dalam kasus ini, SYL telah menyandang status sebagai tersangka.

"Saat ini sudah tiba di Gedung Merah-Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik KPK," ujar dia.

NasDem Nilai KPK Sewenang-wenang

Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sewenang-wenang menangkap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Kader Nasdem itu ditangkap oleh KPK, Kamis (12/10/2023) petang, atau sehari sebelum Syahrul akan memenuhi panggilan KPK, Jumat (13/10/2023).

Faktor waktu penangkapan inilah yang membuat Nasdem menuding KPK telah sewenang-wenang menangkap Syahrul.

"Ini terbukti bahwa kalau KPK sekarang punya power besar dan power itu dipergunakan kesewenang-wenangan," ujar Sahroni di Nasdem Tower, Jakarta, Kamis malam.

"Pertanyaannya ada apa dengan KPK? Kenapa? Ini kan Pak Syahrul Yasin Limpo bukan lagi menteri. Kenapa musti dipaksain malam ini, mesti ditangkap," sambung dia.

Sahroni juga mempertanyakan mengapa KPK terkesan terburu-buru menangkap Syahrul tanpa alasan yang kuat.

Dalam mekanisme tata hukum beracara, Sahroni menjelaskan, apabila seseorang tidak menghadiri pemanggilan, maka perlu dijadwalkan ulang.

Dalam kasus ini, kata Sahroni, Syahrul sebelumnya sudah bersedia untuk menghadiri pemanggilan pada hari esok.

"Kalau yang bersangkutan tidak hadir, maka penjemputan paksa itu diwajibkan. Tapi kan ini enggak. Ini berlaku pada malam hari ini, dijemput paksa," tegas Sahroni.

Sahroni menambahkan, KPK seharusnya menjalankan proses penangkapan berdasarkan fakta hukum.

"Kalau tadi Ali Fikri bilang ada sesuai analisis, kan enggak bisa bicara analisis. Tapi bicara bagaimana fakta hukum yang berlaku harus dijalanin. Kita gak mau berburuk sangka tapi kalau hukum acara dan kekuasaan power dilakukan bagaimana ini," tegas dia.

Kuasa Hukum Pastikan Syahrul Yasin Limpo Tak Melarikan Diri

Kuasa hukum mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, Febri Diansyah memastikan kliennya tidak akan melarikan diri.

Pernyataan itu Febri sampaikan saat mendatangi KPK guna mengonfirmasi penangkapan yang dilakukan terhadap Syahrul pada Kamis (12/10/2023) malam.

Sebelum Febri datang, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, penangkapan itu dilakukan karena penyidik khawatir Syahrul melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.

"Saya pastikan Pak Syahrul Yasin Limpo tidak akan melarikan diri," kata Febri saat ditemui awka media di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2023).

Febri mengatakan, kliennya dijadwalkan dipanggil penyidik untuk diperiksa pada Rabu (11/10/2023).

Namun, ia tidak hadir dan meminta pemeriksaan dijadwalkan ulang.

Syahrul beralasan perlu berpamitan dengan ibunya yang berusia 88 tahun dan sedang terbaring sakit di kampung halamannya di Makassar, Sulawesi Selatan.

Ketika kembali ke Jakarta Kamis (11/10/2023) dini hari, Syahrul menyatakan akan berkomitmen bersikap kooperatif memenuhi panggilan tim penyidik.

"Jadi indikasi melarikan dirinya di mana?" tutur Febri.

Terkait kekhawatiran KPK bahwa Syahrul akan menghilangkan barang bukti, Febri juga membantah.

Sebab, menurutnya, KPK telah mengantongi banyak barang bukti dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) dari sejumlah operasi penggeledahan.

"Jadi mari kita lihat secara proposional penangan perkara ini dan aturan hukum sebagai dasar," kata Febri.

Sesuai Aturan

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, penangkapan terhadap Syahrul dilakukan sesuai hukum acara pidana.

"Misalnya, kekhawatiran melarikan diri, kemudian adanya kekhawatiran menghilangkan bukti bukti yaitu yang kemudian menjadi dasar, tim penyidik KPK kemudian melakukan penangkapan dan membawanya di gedung Merah Putih KPK," kata Ali saat ditemui awak media di kantornya, Jakarta, Kamis.

Ali mengatakan, KPK memiliki dasar hukum dalam melakukan upaya paksa penggeledahan, penangkapan, maupun jemput paksa.

Sementara itu, dalam persoalan ini, Syahrul sudah dijadwalkan dipanggil tim penyidik pada Rabu (11/10/2023). 

Namun, ia tidak hadir dengan alasan akan bertemu dengan ibunya di kampung halaman, Makassar dan meminta pemeriksaan dijadwalkan ulang.

Berdasarkan informasi yang diterima KPK, kata Ali, Syahrul sudah kembali ke Jakarta pada Kamis dini hari tadi. 

Namun, hingga sore hari ia tidak kunjung mendatangi gedung Merah Putih KPK.

"Ketika tahu bahwa yang bersangkutan tidak hadir juga di KPK hari ini berikutnya melakukan analisis, maka tentu ketika melakukan penangkapan terhadap tersangka," tutur Ali.

Sebelumnya, Syahrul tiba pada, Kamis (12/10/2023) malam. 

Syahrul digelandang petugas bersama satu orang lainnya. 

Rombongan penyidik yang membawa Syahrul berjumlah tiga unit.

 Syahrul berada di bagian tengah dan terapit petugas.

Syahrul kemudian dibawa petugas dengan tangan diborgol. 

Ia mengenakan kemeja putih dibalut jaket kulit hitam dan topi hitam bertuliskan ADC.

Syahrul irit bicara. Ia tidak mau merespons mengenai jadwal pemeriksaan besok maupun dugaan pemerasan yang dialaminya.

Adapun Syahrul telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pemerasan dalam jabatan dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Perkara itu juga menyeret dua anak buahnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta sebagai tersangka.

“Penggunaan uang oleh Syahrul yang juga diketahui Kasdi dan Hatta antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian Alphard milik Syahrul,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Rabu (11/10/2023).

Adapun uang yang digunakan untuk cicilan tersebut, dikumpulkan oleh Kasdi dan Hatta dari para pegawai negeri sipil (PNS) eselon I dan II di lingkungan Kementan.

Mereka diduga mengutip setoran itu secara paksa dari para pejabat Kementan.

Mereka antara lain, Direktur jenderal, Kepala Badan hingga Sekretaris di masing-masing eselon I.

“Dengan besaran nilai yang telah ditentukan Syahrul dengan kisaran besaran mulai 4.000 dollar Amerika Serikat (AS) sampai dengan 10.00 dollar AS,” tutur Tanak.

Tanak mengatakan, uang panas itu diduga digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Syahrul dan keluarganya.

Menurut Tanak, jumlah keseluruhan uang panas yang dinikmati Syahrul, Kasdi, dan Hatta sekitar Rp 13,9 miliar.

“Penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan tim penyidik,” ujar Tanak.

Karena perbuatannya, mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(Tribunlampung.co.id) 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved