Pilpres 2024
Gibran Ikuti Keputusan MKMK, Putuskan 9 Hakim MK Bersalah Langgar Kode Etik
Bakal cawapres Gibran Rakabuming Raka mengaku mengikuti keputusan MKMK yang putuskan 9 hakim bersalah langgar kode etik.
Tribunlampung.co.id - Bakal calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka mengaku mengikuti keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Bakal cawapres Gibran Rakabuming Raka tidak banyak berkomentar terkait putusan MKMK yang memutuskan sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) bersalah.
MKMK menjatuhkan sanksi kepada sembilan hakim konstitusi karena melanggar kode etik yang keputusannya menguntungkan Gibran Rakabuming Raka soal batas usia minimal capres-cawapres.
MKMK dalam putusannya menyatakan sembilan hakim konstitusi melangar kode etik terkait isu pembiaran konflik kepentingan dan kebocoran rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) terkait penanganan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dari keputusan tersebut, Gibran Rakabuming Raka tidak banyak berkomentar dan hanya mengatakan ikuti saja.
"Ya sudah, saya ngikut saja," kata Gibran di DPRD Solo, pada Selasa (7/11/2023).
Putra sulung Presiden Jokowi itu enggan menanggapi apakah putusan MKMK dapat merugikan langkahnya maju cawapres.
"Makasih, keputusannya ngikut saja," singkat Gibran.
Putusan Soal Batas Usia Capres-Cawapres Tidak Bisa Dikoreksi
MKMK menjatuhkan sanksi kepada sembilan hakim konstitusi karena melanggar kode etik.
Pelanggaran kode etik tersebut terkait sidang Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia calon presiden dan wakil presiden.
Dalam putusannya, MKMK mengatakan tidak bisa mengoreksi putusan MK berkaitan dengan syarat usia minimal capres-cawapres.
Hal itu terungkap dalam kesimpulan putusan etik pertama yang dibacakan MKMK untuk 9 hakim konstitusi secara kolektif, terkait isu pembiaran konflik kepentingan dan kebocoran rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," dikutip Tribunnews dari Kompas.com, Selasa (7/11/2023).
"Pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi."
Ketua MK Dicopot
Anwar Usman dapat saksi pemberhentian sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Sanksi tersebut dijatuhkan terkait putusan batas usia capres-cawapres yang melibatkan Anwar Usman.
Putusan pemberhentian tersebut diambil oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang diketuai , Jimly Asshiddiqie.
"Menyatakan Hakim Terlapor melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip kepantasan dan Kesopanan."
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie di sidang etik sembilan hakim MK di Gedung MK, Selasa (7/11/2023).
Selanjutnya, Jimly memerintahkan Wakil Ketua MK, Sadli Isra untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru paling lama 2x24 jam semenjak putusan dibacakan.
"Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Jimly.
Selain itu, MKMK juga menjatuhi sanksi kepada Anwar Usman untuk tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatan berakhir.
"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," kata Jimly.
Seperti diketahui, adanya putusan MKMK ini buntut MK mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres oleh mahasiswa
Universitas Surakarta (Unsa), Almas Tsaqibbirru pada 16 Oktober 2023 lalu.
Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).
Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:
"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar.
Sebab dalam putusan itu kental akan dugaan konflik kepentingan antara Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
Hingga saat ini MK telah menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim.
Anwar Usman mendapat laporan terbanyak atas dugaan etik ini yakni 15 laporan.
(Tribunlampung.co.id/Tribunnews)
Kubu Prabowo Minta PDIP jadi Oposisi Buntut Ucapan Megawati 'Gue Mainin Dulu' |
![]() |
---|
Pengamat Sebut PDIP Pilih Oposisi atau Koalisi Lantaran Masih Negoisassi dengan Prabowo |
![]() |
---|
Prabowo Subianto Ingin Ringankan UKT Universitas Negeri, Singgung Kewajiban Sosial |
![]() |
---|
Forum API Perubahan Harap Ada Pelajaran dari Pilpres 2024 |
![]() |
---|
Megawati Bingung Ditanya Kenapa Ganjar-Mahfud Kalah di Pilpres |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.