Pemilu 2024

Pelaksanaan Pemilu 2024 Dinilai Karut Marut, Anggota DPR RI Bakal Bahas di Komisi II

Anggota DPR RI asal Lampung Riswan Tony DK bakal bahas karut marutnya pelaksanaan Pemilu 2024 dalam sidang Komisi II DPR.

Penulis: Hurri Agusto | Editor: Tri Yulianto
Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto
Anggota DPR RI asal Lampung Riswan Tony DK bakal bahas karut marutnya pelaksanaan Pemilu 2024 dalam sidang Komisi II DPR. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Anggota DPR RI asal Lampung Riswan Tony DK dalam waktu dekat akan membawa karut marutnya pelaksanaan Pemilu 2024 untuk dibahas dalam sidang Komisi II DPR.

Menurut Riswan Tony DK, anggota DPR RI asal Lampung karut marut pemilu itu berkaitan dengan fenomena makin masifnya masyarakat pemilih dalam mengedepankan praktik money politics. 

Hal itu terjadi untuk pemilihan calon legislatif, baik di tingkat DPRD kabupaten kota, DPRD provinsi, hingga DPR RI.

"Masyarakat pemilih kini antipati dengan caleg-caleg dari berbagai tingkatan, termasuk DPR RI."

"Pemilih akan menjatuhkan pilihannya bila mendapat 'sesuatu' dari caleg yang menawarkan diri untuk dicoblos," kata Riswan, Minggu (18/2/2024) 

Riswan menjelaskan, fenomena ini merupakan imbas dari lemahnya pengawasan penyelenggara pemilu seperti bawaslu, panwascam, panwas tingkat desa hingga pengawas TPS (PTPS).

Melalui pembahasan di Komisi II mendatang, Riswan Tony akan mengusulkan untuk meninjau UU No 7 Tahun 2017 Pemilu, peraturan KPU dan Bawaslu, dan peraturan lainnya yang menyangkut penyelenggaraan pemilu

Riswan menambahkan, dalam sidang Komisi II nanti akan diusulkan perbaikan di tingkat undang-undang dan peraturan penyelenggara pemilu.

Termasuk mengoptimalkan peran bawaslu dalam memberikan sanksi yang lebih tegas  terhadap pelanggaran money politics dan pelanggaran lainnya.

"Bila perlu untuk menghindari praktik money politics diusulkan hubungan dan interaksi antara caleg dan konstituen (saat kampanye dan pencoblosan suara) memanfaatkan saluran digital, termasuk melalui media sosial," terang kader Partai Golkar itu.

Pada sisi lain, Riswan Tony menerangkan, masifnya money politics juga tidak lepas dari sikap partai yang kini tidak mengedepankan pengkaderan baik di internal partai dan di masyarakat.

"Sikap ini terjadi ketika ada sosok yang merupakan bukan kader partai, kemudian direkomendasikan pihak tertentu dan punya kekuatan finansial bisa diperbolehkan nyaleg."

"Diduga mereka ini yang ikut mendorong terjadinya praktik money politics di tingkat bawah."

"Sementara saat sosialisasi tidak ada sejenis alat peraga kampanye dari mereka yang beredar di masyarakat," tuturnya.
 
Pastinya upaya-upaya tersebut mengganggu kader partai, apalagi yang sama-sama satu dapil.

"Padahal kader partai itu telah menjalani tahap penggalangan, pemantapan, dan pengkaderan yang biayanya melebihi caleg yang diduga  menjalankan praktik money politics di tingkat bawah demi mendulang suara," ujarnya.

Dia menambahkan, masifnya money politics di tingkat bawah secara otomatis ikut merugikan partai yang telah berusaha mengkader dan menggalang masyarakat untuk memilih partai tersebut.

"Jadi, program penggalangan, pemantapan dan pengkaderan sudah tidak berlaku lagi karena dihantam oleh pola pikir masyarakat pemilih yang kini hanya berorientasi pada caleg yang berani membayar mereka," tuturnya.

"Saya amati pada akhirnya caleg caleg petahana DPR yang mengutamakan kaderisasi dan program partai mayoritas tumbang," tandasnya.

( Tribunlampung.co.id / Hurri Agusto )

 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved