Pemilu 2024

Prabowo-Gibran Unggul, Beda dengan PSI, 'Jokowi Effect' Tak Berlaku

Keunggulan pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka dikaitkan dengan efek Presiden Joko Widodo tapi tak berlaku bagi PSI.

|
Editor: Tri Yulianto
Tribunnews.com
Keunggulan pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka dikaitkan dengan efek Presiden Joko Widodo tapi tak berlaku bagi PSI. 

Hingga kini, belum satupun partai politik baru meraih 4 persen suara sah nasional, merujuk penghitungan faktual KPU sampai Kamis (22/2/2024).

Berdasarkan penghitungan cepat berbagai lembaga survei, enam partai yang baru pertama kali mengikuti pemilu pada tahun 2024 ini akan gagal memenuhi syarat untuk meraih kursi di DPR.

Ambang batas parlemen dan sistem proporsional terbuka yang memicu biaya tinggi dinilai menghambat partai baru, terutama yang tidak berjejaring dengan pebisnis dan politikus besar.

Namun mengapa Partai Solidaritas Indonesia juga berpotensi gagal untuk kedua kalinya meski telah disokong keluarga Joko Widodo?

Mengapa pula suara Partai Perindo yang dimiliki konglomerat Hary Tanoesoedibjo tak kunjung melonjak setelah mereka merapat ke koalisi partai-partai lama dalam Pilpres 2024?

Dikutip dari BBC News Indonesia, Amalinda Savirani, pengajar di Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, menilai parpol baru hampir mustahil mendapat kursi di DPR pada keikutsertaan pertama mereka di pemilu.

Amalinda berkata, partai baru selalu terbebani untuk memenuhi syarat administratif yang diatur UU 7/2017 tentang Pemilu.

Syarat yang disebutnya adalah kewajiban sebuah partai baru untuk memiliki kepengurusan di 75 persen jumlah kabupaten/kota dan di 50?ri total kecamatan.

Pada saat yang sama, partai baru juga harus mempengaruhi warga untuk memilih mereka—sebuah tahap yang disebut Amalinda tidak kalah berat ketimbang tahap verifikasi administrasi.

Banyak partai baru, kata Amalinda, kerap gagal pada tahap turun ke masyarakat ini. Akibatnya, mereka tidak dapat meraih jumlah minimal suara untuk menempatkan kader di DPR.

“Jadi ini tentang infrastruktur partai politik yang gila, yang membutuhkan sumber daya dan jaringan yang masif,“ kata Amalinda.

“Verifikasi bisa diakali, tapi representasi itu berat untuk partai baru. Seberapa besar kemampuan mereka mengedukasi dan mempengaruhi warga di akar rumput untuk memilih mereka?“ ujarnya.

Merujuk tren pada beberapa pemilu terakhir, Amalinda menyebut partai baru harus bersiasat dengan perspektif jangka panjang.

Setelah pemilu pertama, partai baru bisa berfokus untuk menjalin relasi dengan warga demi melampaui ambang batas parlemen.

“Aturan ambang batas parlemen 4 % hampir tidak mungkin dicapai oleh partai baru. Tapi kalau proyeksinya adalah target 10 sampai 20 tahun, sambil melakukan pengorganisasian yang mendalam, syarat itu mungkin dicapai,“ kata Amalinda.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved