Pilpres 2024

Gerindra Anggap Gugatan PDIP Terhadap KPU RI ke PTUN Aneh

Partai Gerindra menilai gugatan PDIP terhadap KPU RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta aneh dan tidak ada partai lain yang lakukan serupa

Editor: Tri Yulianto
Tribunnews.com/Fersianus Waku
Tim hukum PDIP menunjukkan surat pendaftaran permohonan gugatan terkait keputusan hasili Pilpres n2024 oleh KPU RI di PTUN Jakarta, Selasa (2/4/2034). Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman menilai, gugatan PDIP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta aneh.    

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Partai Gerindra menilai gugatan PDIP terhadap KPU RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta aneh.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman karena selama ini belum ada partai yang melakukan langkah seperti PDIP.

Habiburokhman mengatakan, seperti Gerindra yang selama ini mengalami kekalahan saat pilpres tidak pernah menggugat ke PTUN.

"Ya begitu kan saya pernah di posisi yang sama, waktu itu kami kalah lalu ada elemen-elemen di internal kami mengajukan berbagai gugatan yang aneh-aneh," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2024).

Habiburokhman menuturkan, gugatan boleh saja dilakukan walaupun dianggap aneh.

"Ya wajar saja, boleh-boleh saja walaupun aneh boleh-boleh saja," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini.

Sebelumnya, PDIP menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta atas dugaan perbuatan melawan hukum pada Selasa (2/4/2024).

Kuasa hukum PDIP, Gayus Lumbuun mengatakan, gugatan itu dilayangkan karena KPU menerima pencalonan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.

"Hari ini kami memasukkan gugatan melalui PTUN spesifik tentang perbuatan melawan hukum oleh pemerintahan yang berkuasa dalam hal ini utamanya adalah KPU," kata Gayus di PTUN, Jakarta, Selasa.

Gayus menegaskan, sebagai partai pengusung Ganjar Pranowo - Mahfud MD, PDIP merasa dirugikan karena tindakan KPU.

"Bahwa PDIP sebagai partai pengusung Ganjar-Mahfud merupakan salah satu pihak yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum tersebut," ujarnya.

Sementara, anggota Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA) PDIP, Erna Ratnaningsih mengatakan, KPU melanggar hukum.

Sebab, KPU menerima pendaftaran Prabowo-Gibran menggunakan PKPU 19/2023 yang lama.

PKPU tersebut masih merujuk UU Pemilu khususnya terkait dengan batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden 40 tahun.

KPU baru merevisi atau mengubah PKPU 19 menjadi PKPU 23/2023 sesuai putusan MK nomor 90 setelah proses berakhirnya pendaftaran calon presiden dan wakil presiden pada 25 Oktober 2023, yakni 3 November 2024.

"Artinya tindakan KPU ini, melanggar ketentuan hukum, melanggar kepastian hukum, dimana dia memberlakukan peraturan yang berlaku surut," ungkapnya.

Gibran Persilakan PDIP Lanjutkan Gugatan di PTUN

Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029, Gibran Rakabuming Raka tidak masalahkan PDIP ajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

PDIP mengajukan gugatan ke PTUN dengan pihak teradu Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses penyelenggaraan Pilpres 2024.

Pasalnya KPU RI meloloskan Gibran Rakabuming Raka jadi cawapres yang merupakan peserta Pilpres dengan nomor urut 2. 

Gibran pun memilih santai atas gugatan PDIP ke PTUN tersebut.

Bahkan Gibran mempersilahkan PDIP untuk melanjutkan proses gugatannya ke PTUN.

"Ya sudah, dilanjutin saja prosesnya ya," kata Gibran, Rabu (3/4/2024), dilansir Kompas.com.

Lebih lanjut, Gibran menegaskan nanti akan ada timnya yang menindaklanjuti gugatan PDIP tersebut.

"Nanti ada yang menindaklanjuti," tegas Gibran.

Sebelumnya, PDIP menganggap tindakan KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden sebagai tindakan perbuatan melawan hukum.

Pasalnya, KPU telah mengesampingkan syarat usia minimum bagi cawapres.

Padahal Gibran sendiri masih belum genap berusia 40 tahun seperti syarat minimal pendaftaran capres-cawapres sesuai Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019.

Hal tersebut diungkap oleh Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun, di Kantor PTUN, Cakung, Jakarta Timur.

"Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksudkan dalam gugatan ini adalah berkenaan dengan tindakan KPU sebagai penguasa di bidang penyelenggaraan pemilu karena telah mengenyampingkan syarat usia minimum bagi cawapres, yaitu terhadap saudara Gibran Rakabuming Raka," terang Gayus, Selasa (2/4/2024).

Bahkan, ketika KPU menerima Gibran sebagai kandidat cawapres, lembaga penyelenggara pemilu itu masih memberlakukan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang juga mengatur tentang syarat usia capres dan cawapres yang menyatakan bahwa usia minimal bagi capres dan cawapres adalah 40 tahun.

"Fakta empiris dan fakta yuridis yang bertentangan ini menyatu dalam penyelenggaraan Pilpres 2024. Hal itu terjadi karena tindakan melawan hukum oleh KPU, tindakan yang kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan demokrasi kita," ujar Gayus.

Kubu Prabowo Yakin Gugatan PDIP Bakal Ditolak PTUN

Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, meyakini gugatan dugaan kecurangan Pilpres 2024 yang rencananya dilayangkan tim kampanye nasional (TKN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD dipimpin PDIP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) akan ditolak.

Yusril meyakini hal itu karena dia menilai gugatan terkait pemilu ke PTUN tersebut adalah prematur dan tidak tepat.

Meski begitu, Yusril menegaskan pihaknya akan tetap meladeni jika nantinya PDIP tetap melayangkan gugatan tersebut.

"Tapi, kalau PDIP maju terus, ya rapopo, kami akan ladeni," kata Yusril kepada Tribunnews.com, Senin (1/4/2024).

Namun, Yusril belum dapat membeberkan secara detail apa saja yang akan disiapkan dirinya dalam menghadapi gugatan PDIP nantinya.

Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan soal legal standing dari PDIP terkait rencana gugatan kecurangan Pilpres ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Menurut Yusril, yang memiliki kedudukan terkait hukum dari pengajuan sengketa gugatan ke PTUN terkait pilpres yakni para capres dan cawapres.

"Yang bisa ajukan sengketa ke PTUN adalah Paslon, yakni Ganjar dan Mahfud," kata Yusril.

Atas hal itu, Yusril mempertanyakan kenapa PDIP yang justru berencana untuk melayangkan gugatan tersebut.

Padahal, menurut dia, PDIP dipertanyakan legal standingnya terhadap persoalan Pilpres ini.

"Kalau PDIP yang ajukan gugatan, legal standingnya apa?" kata Yusril.

Tak cukup di situ, Yusril juga menilai, sejatinya PTUN itu merupakan ranah peradilan untuk mengadili sengketa yang sifatnya administratif terkait pemilu.

"PTUN itu mengadili sengketa administratif dalam proses Pemilu," kata Yusril.

Kalaupun bisa mengadili, kata Yusril, ada proses persidangan yang seharusnya dilakukan sebelum sampai ke PTUN.

Adapun persidangan itu kata dia, dilakukan terlebih dahulu di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"(Gugatan) Itupun tidak bisa langsung, tetapi melalui sidang-sidang Bawaslu terlebih dahulu," kata Yusril.

Jika nantinya PDIP benar melayangkan gugatan itu langsung ke PTUN, maka Yusril memastikan apa yang diupayakan oleh partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu akan ditolak.

Sebab, proses gugatannya menurut dia prematur tanpa melalui adanya sidang di Bawaslu.

"Kalau langsung ke PTUN gugatan akan ditolak karena dianggap prematur," ujar dia.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu lantas menjelaskan soal kewenangan lembaga yang mengawasi kecurangan pemilu.

Kata dia, dalam fungsinya, ada Bawaslu dan Gakkumdu yang memiliki kewenangan untuk menindak kecurangan pemilu, tidak pada PTUN.

"Kalau kecurangan Pemilu yang mau diangkat, kewenangannya ada di Bawaslu dan Gakkumdu, bukan ranah PTUN," tukas Yusril.

(Tribunlampung.co.id/Tribunnews) 

 

 

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved