Berita Lampung

Tolak Penutupan Perlintasan KA, Pemuda Natar Buat Palang Bambu hingga Dijaga Sendiri

PT KAI Divre IV Tanjungkarang menutup akses penyebrangan rel kereta api di perlintasan sebidang Natar, Lampung Selatan, tepatnya di area Pasar Natar.

Penulis: Vincensius Soma Ferrer | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/V Soma Ferrer
Kondisi perlintasan rel kereta api di Natar Lampung Selatan yang diberi palang dari bambu dan dijaga oleh pemuda setempat. 

Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan - Cara kreatif hadir dilakukan sejumlah pemuda di Natar, Lampung Selatan untuk menolak kebijakan PT KAI Divre IV Tanjungkarang yang melakukan penutupan perlintasan rel kereta api.

Sejumlah pemuda tersebut membuat palang jaga secara swadaya.

Untuk informasi, PT KAI Divre IV Tanjungkarang menutup akses penyebrangan rel kereta api di perlintasan sebidang Natar, Lampung Selatan, tepatnya di area Pasar Natar.

Penutupan oleh PT KAI itu dilakukan pada Selasa (6/8/2024).

Baru sehari ditutup, warga membongkarnya dengan alasan memutus akses jalan utama.

Tanpa bermaksud membantah kebijakan PT KAI perihal keselamatan, warga setempat kemudian menghadirkan palang jaga sederhana tersebut.

Palang tersebut terbuat dari bambu yang diikat dengan tali dan diberi pemberat di masing-masing ujungnya.

Saat kereta api lewat, tali yang mengikat salah satu bambu ditarik sehingga pengguna jalan yang melintas dapat terhalangi.

"Iya benar, buat palang bambu itu kemarin oleh pemuda di sini," kata warga di sekitar perlintasan rel kereta, meminta identitas mereka tidak disebutkan, Jumat (9/8/2024).

Untuk yang bertugas, para pemuda setempat berjaga secara bergantian dengan jumlah minimal dua orang, untuk berjaga di masing-masing sisinya.

Para pemuda menyebut mereka rela berjaga di sana meski tanpa dibayar.

"Suka rela pemuda di sini berjaga, yang penting kami harap jalan ini tidak ditutup," ujar warga.

Warga menyebut, penutupan akses jalan utama itu sangat berdampak bagi mereka.

Pasalnya, saat ditutup jalan penghubung lima desa itu terputus, kelima desa yang dimaksud yakni Tanjungrejo, Sidodadi, Tanjung Waras, Sukamaju dan Rejosari.

"Soalnya kalau ditutup warga harus ke jalan raya utama (Jalan Lintas Sumatera), dengan beda waktu yang lama karena jauh dan kondisi jalan yang ramai kendaraan besar, warga pada takut," ucap warga.

Belum lagi, jalan lintas Sumatera itu syarat akan bahaya kecelakaan karena banyaknya kendaraan besar yang melintas.

(Tribunlampung.co.id / Soma Ferrer)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved