Berita Lampung

Revisi RUU Pilkada Baleg DPR RI Ciptakan Pemimpin Otoriter

Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL) Anggalana menilai dampak usulan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat Panitia Kerja (Panja) untu

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Indra Simanjuntak
Dokumentasi pribadi
Pengamat Hukum UBL Anggalana. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL) Anggalana menilai dampak usulan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat Panitia Kerja (Panja) untuk membahas revisi terhadap Undang-Undang Pilkada dapat menciptakan pemimpin otoriter.

Menurut Anggalana karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu final dan mengikat (final and binding) sejak dibacakan, dan bersifat mengikat semua orang, bukan cuma pemohon, tapi semua pihak, termasuk lembaga negara apapun.

Dikatakannya, Putusan MK itu satu-satunya interpretasi konstitusional yang mempunyai daya ikat.

"Putusan MK tidak ada upaya hukum lain bisa dilakukan oleh siapapun atau lembaga apapun, karena putusan tingkat pertama dan terakhir dalam pengujian UU dan tiga kewenangan lainnya. Putusan MK tidak dapat dibatalkan dengan menerbitkan UU yang menolak isi putusan itu," 

"Maka jika putusan MK ini masih dipermainkan oleh anggota DPR dan elit-elit dampaknya akan menyebabkan kepemimpinan yang otoriter ke depan," kata Anggalana, Kamis (22/8/2024).

Mestinya, kata Anggalana, DPR tidak lagi melakukan upaya hukum setelah putusan MK, karena putusan MK menjadi pedoman demokrasi.

Hal yang terjadi saat ini saya melihat ada pembangkangan demokrasi dan permainan elit untuk meujudkan kepentingan elit dalam menentukan pemimpin.

"Saya melihat pengaturan DPR RI yang membuat perbedaan perlakuan antara partai di parlemen dan tidak ada di parlemen adalah bentuk pembangkangan terhadap kedaulatan konstitusi, dan merupakan permainan elit-elit untuk menentukan pemimpin," ujarnya.

Sebagai informasi, salah satu hasil rapat Panja DPR RI adalah kesepakatan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatur syarat partai politik dalam mengusung calon kepala daerah hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.

Panja ini juga membahas usulan perubahan substansi Pasal 40 dalam UU Pilkada setelah keluarnya putusan MK tersebut.

Dalam rapat ini, Panja membahas usulan perubahan substansi Pasal 40 UU Pilkada setelah putusan MK. Berikut ini draf yang ditampilkan dan dibacakan dalam rapat dan kemudian disetujui:

Ketentuan pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kuris di DPRD dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan

(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut

(3) Partai Politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD kabupaten/kota dapat mendaftarkan calon Bupati dan calon Wakil Bupati atau calon Walilota dan calon Wakil Walikota dengan ketentuan:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut

(TRIBUNLAMPUNG.CO.ID)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved