Berita Terkini Nasional
Kisah Abdul Halim, Mantan Kades Desa Miliader di Gresik Jatim Kini Jadi Tersangka Penggelapan Aset
Abdul Halim, mantan Kepala Desa Sekapuk, Gresik, Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka kasus penggelapan aset desa.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, GRESIK - Abdul Halim, mantan Kepala Desa Sekapuk, Gresik, Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka kasus penggelapan aset desa.
Sebelumnya, ia sempat terkenal karena Desa Sekapuk yang dipimpinnya sejak tahun 2017 dikenal dengan desa mialider.
Sebab, ia berhasil mengubah bekas galian tambang batu kapur jadi destinasi wisata bernama Setigi atau Selo Tirto Giri yang berlokasi di Jalan Deandles Pantai Utara Jawa Timur.
Tempat wisata yang digagas Abdul Halim pun sempat diminati masyarakat.
Karena pemandangannya yang berlatar belakang bukit batu kapur, sangat instagramable.
Makanya wisata Setigi menjadi primadona bagi warga Gresik dan sekitarnya, seperti Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, dan Tuban.
Hasilnya Wisata Setigi menjadi salah satu unit usaha pendongkrak pendapatan Desa Sekapuk yang dulu masuk kategori desa miskin dan tertinggal, tetapi kini menjadi desa milliarder.
Bahkan di tahun 2020, penghasilan beberapa unit usahanya menyentuh angka miliaran rupiah.
Kemudian banyak warga yang melakukan investasi dengan iming-iming dari pendapatan wisata desa.
Namun ternyata investasi tersebut belum dikembalikan dan dilunasi oleh Halim hingga akhir masa jabatan sebagai kepala desa.
Kini ia telah ditetapkan sebagai tersangka karena tak kunjung mengembalikan sertifikat dan aset desa usai jabatan kepala desa selesai.
Hal tersebut disampaikan Kasatreskrim Polres Gresik, AKP Aldhino Prima Wirdhan.
"Barang bukti amankan 9 sertifikat tanah aset desa dan 3 BPKB mobil inventaris desa," ujar dia.
Aldhino mengatakan, Pemdes Sekapuk dan warga sempat melakukan mediasi.
Namun karena tak ada titik temu, kasus tersebut dilaporkan ke Polres Gresik.
"Tersangka AH sudah ditahan di rutan Polres Gresik," kata dia.
Menurut dia, Halim sudah mengakui perbuatannya. Namun pihaknya masih belum bisa memastikan jumlah kerugiannya.
"Betul, yang bersangkutan sudah mengakui perbuatannya dan kami masih melakukan pendalaman terkait proses sebagai mantan kepala desa. Untuk laporannya diduga masalah dari beberapa sertifikat aset desa yang tidak dikembalikan sampai saat ini,” tambah dia.
Kuasa hukum Abdul Halim, M. Fatkur Rozi mengatakan, perkara ini didasari oleh laporan warga terkait tindak pidana penggelapan yang diduga dilakukan oleh yang bersangkutan.
Menurutnya, pihak keluarga sudah beberapa kali dilakukan mediasi di Desa Sekapuk, tapi belum ada titik temu.
"Dalam waktu dekat kami akan mengajukan penangguhan penahanan," imbuhnya.
Ali Sulaiman, salah satu warga Desa Sekapuk mengatakan, laporan yang dilayangkan ke polisi adalah puncak kekecewaan warga yang sempat melakukan mediasi.
Ia mengatakan, tidak ada keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kebijakan desa.
“Saat itu sempat dilakukan forum desa yang difasilitasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), sejak eks sudah selesai jabatan pada Januari 2024 lalu. Warga menuntut untuk melanjutkan proses ke jalur hukum,” jelasnya.
Proses ke jalur hukum dilakukan karena ada dugaan aset desa masih dibawa oleh Abdul Halim.
“Informasi terakhir, surat-surat aset desa dijaminkan ke Bank. Lantaran untuk membayar hutang Bumdes,” kata dia.
Dugaan penggelapan tersebut muncul di akhir tahun 2023 saat masa jabatan Abdul Halim hampir usai.
“Jadi saat itu, warga menemukan kejanggalan dalam forum yang difasilitasi Dinas PMD. Pasalnya tiba tiba mantan Direktur Bumdes Isowiguno, yang saat ini berubah menjadi Nawa Satya Loka milik Pemdes mengundurkan diri," kata dia.
Dalam forum tersebut, mantan Kades Sekapuk meminta gaji keBVumdes senilai Rp 19,5 juta atas nama komisaris.
“Karena dia (Halim) merasa punya ide untuk membangun dan mengembangkan wisata. Hingga akhirnya meminta jasa atau saham dari masyarakat. Agar bisa bersama-sama membangun dan mendapatkan keuntungan dari pengelolaan Unit Bumdes sektor pariwisata. Saat itu, satu warga dapat urun saham Rp 2,5 juta, akan dapat satu lembar saham dengan bukti surat. mengetahui Direktur Bumdes dan Kepala Desa,”paparnya.
Selama dua tahun, perputaran saham warga yang dikelola Bumdes dan Pemdes mengalami dividen.
Tahun pertama, Rp 500.000 setiap warga yang sudah punya saham dan tahun kedua turun jadi Rp 400.000. Hingga saat ini, tidak ada keuntungan kepada warga.
“Ada kisaran Rp 400 juta, kami tidak ingat lembaran saham yang dilakukan warga. Sisa Hasil Usaha (SHU) setiap tahun dari Bumdes, dia (Halim) selalu minta jatah, dan ditetapkan sendiri,” tandas pria yang juga mantan Direktur Bumdes tahun 2009 - 2014.
Dan setiap tahun Halim menargetkan hasil Bumdes disetorkan ke PADes.
Anehnya target yang diminta selalu lebih dari laba.
Contohnya jika laba dari Bumdes Rp 900 juta, mantan kades Sekapuk menargetkan Rp 1 miliar.
“Untuk sampai target yang diinginkan, akhirnya Bumdes utang di Bank UMKM dan Bank BMT Syariah. Utang di bank UMKM kisaran Rp 2 M dan BMT Syariah Rp 1,8 M. Saat ini masih tetap dibayar tiap bulan. Dengan jaminan utang atas nama aset mantan kades, Termasuk aset desa,” jabarnya.
Hingga akhirnya masyarakat meminta mantan Kades Sekapuk itu untuk membayar sendiri utang akibat kebijakan yang dibuat.
Warga meminta utang tersebut tidak dibebankan kepada masyarakat atau Pemdes.
“PMD menyetujui untuk tidak bayar. Tapi tetap loby pihak bank dengan direktur yang baru saat ini,” pungkasnya. (tribunetwork)
Chat WA Amelia dengan Rafli Terbongkar, Korban Sempat Menolak Bertemu |
![]() |
---|
Polisi Sita 20 Rekaman CCTV Demi Telusuri Kematian Diplomat Muda Arya Daru |
![]() |
---|
Kecurigaan Priyatno Terbukti, Istrinya Asyik Berduaan dengan Pak Kades di Kosan |
![]() |
---|
2 Mobil Mewah Bos Tambang Senilai Total Rp 5 Miliar Disita Kejaksaan Tinggi |
![]() |
---|
Anak PNS Gaji Rp 3 Juta Minta Dibelikan BMW, Hakim Kesal: Hebat Kamu Ya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.