Berita Terkini Nasional

Terbongkar Asal Usul Obat Dokter PPDS untuk Bius Korban Rudapaksa di RSHS Bandung

Diketahui dalam aksinya merudapaksa tiga wanita di RSHS Bandung, dokter PPDS tersebut selalu membuat korbannya tidak sadar.

TribunJabar.id/Muhammad Nandri Prilatama
GEDUNG MCHC RSHS - Gedung Kesehatan Ibu dan Anak (MCHC) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang diresmikan Jokowi, Kamis (29/8/2024). Polisi ungkap asal usul obat dokter PPDS untuk bius korban rudapaksa di RSHS Bandung. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Jawa Barat - Terbongkar asal usul obat yang digunakan oknum dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Priguna Anugerah Pratama (31) bius korban rudapaksa.

Diketahui dalam aksinya merudapaksa tiga wanita di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Kota Bandung, dokter PPDS tersebut selalu membuat korbannya tidak sadar.

Oknum dokter PPDS ini membius korbannya sebelum melakukan aksi rudapaksa.

Korban tiga wanita tersebut, satu diantaranya adalah keluarga atau pendamping pasien dan dua lagi sebagai pasien.

Akhirnya terungkap asal usul obat yang dipakai dokter PPDS anastesi tersebut bius korban.

Dirreskrimum Polda Jabar, Kombes Surawan, mengungkapkan Priguna diketahui membawa obat-obatan bius sendiri selama menjalani PPDS di RSHS.

Sebab, Priguna tak mendapat izin meresepkan penggunaan obat terhadap pasien karena masih merupakan dokter PPDS.

"Sementara katanya bawa (obat) sendiri ya. Tak ada izin penggunaan obat (dari RSHS)" ungkap Surawan di Mapolda Jabar, Kamis (17/4/2025), dilansir Kompas.com.

Terkait hal itu, Surawan mengatakan Polda Jabar bersama RSHS bekerja sama mendalami asal-usul obat yang dibawa Priguna.

Saat olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi telah mengamankan sejumlah obat, termasuk propofol, midazolam HCI, fentanyl citrate, rocuronium bromide, dan ephedrine hydrochloride.

Tetapi, Surawan mengungkapkan pihaknya belum mengetahui, obat mana yang digunakan pelaku untuk membius korban.

"Masih kami dalami bersama dengan rumah sakit terkait penggunaan obat-obatan," pungkasnya.

Diketahui, saat beraksi, Priguna berbohong kepada korban FH (21), yang merupakan anak pasien RSHS, hendak melakukan pengecekan darah, namun berakhir dibius.

Kepada dua korban lainnya yang merupakan pasien RSHS, Priguna disebutkan meminta mereka untuk mengecek alergi obat bius, yang kemudian juga berakhir rudapaksa.

Akibat perbuatannya, Surat Izin Praktik (SIP) milik Priguna dicabut pihak Konsil Kesehatan Indonesia (KKI).

Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai dokter juga turut dinon-aktifkan.

"KKI secara resmi menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR) milik yang bersangkutan pada Kamis (10/4), segera setelah status tersangka ditetapkan oleh aparat penegak hukum," ungkap Ketua Konsil Kesehatan Indonesia, drg. Arianti Anaya, MKM pada keterangan resmi, Jumat (11/5/2025), dilansir TribunJabar.id.

"Dengan demikian, setelah SIP dicabut, yang bersangkutan tidak dapat lagi berpraktik sebagai dokter seumur hidup," imbuh dia.

Kabar Korban Mencabut Laporan
 
Sebelumnya, kuasa hukum Priguna, Gumilang Gatot, menyebut korban rudapaksa kliennya, FH, sempat mencabut laporan ke polisi.

Pencabutan laporan itu terjadi pada 23 Maret 2025, atau lima hari setelah rudapaksa terjadi.

"Pencabutan (laporan) itu terjadi 23 Maret 2025," ungkap Gumilang, Kamis (10/4/2025).

Selain mencabut laporan, imbuh Gilang, korban dan Priguna juga sempat menandatangani surat perjanjian damai.

Menurutnya, kesepakatan damai itu dibuat sebelum korban mencabut laporannya ke polisi atau ketika Priguna belum ditangkap.

"Kejadian (perjanjian damai) ini sebelum adanya penangkapan (23 Maret 2025). Itu sudah dilakukan keluarga klien kami," imbuh dia.

Namun, pernyataan kuasa hukum Priguna itu dibantah oleh Polda Jabar.

Kombes Surawan memastikan FA tak pernah mencabut laporannya.

Surawan juga mengungkapkan tidak pernah ada perjanjian damai antara pelaku dan korban.

"Enggak ada (pencabutan laporan). Jadi, enggak ada cabut laporan korban yang kami proses hukumnya."

"Begitu juga dengan informasi upaya damai, itu enggak ada. Sebab ini adalah perbuatan berulang," tegas Surawan, Jumat (11/4/2025).

Sebagai informasi, kasus rudapaksa yang dialami FH terjadi pada 18 Maret 2025, saat ia menemani sang ayah di IGD RSHS.

Ia kemudian diminta Priguna melakukan pengecekan darah, dengan alasan ayah FH perlu menjalani transfusi.

Namun, saat dibawa ke Gedung MCHC RSHS, FH justru dibius, lalu dirudapaksa.

Kini, Priguna telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus rudapaksa dan terbukti memiliki kelainan seksual.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved