Berita Lampung

PPUKI Soroti Pelanggaran Harga Singkong oleh Perusahaan Tapioka di Lampung

Perusahaan tapioka di Lampung dinilai belum menjalankan Ingub Lampung Nomor 2 Tahun 2025 tentang penetapan harga singkong.

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama
SOROTI HARGA SINGKONG - Ribuan petani singkong dari tujuh kabupaten menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur dan DPRD Lampung, beberapa waktu lalu. PPUKI soroti pelanggaran harga singkong oleh perusahaan tapioka di Lampung, Selasa (24/6/2025). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – Perusahaan tapioka di Provinsi Lampung dinilai belum menjalankan Instruksi Gubernur (Ingub) Lampung Nomor 2 Tahun 2025 tentang penetapan harga singkong.

Sebagai informasi, ingub yang ditandatangani Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal itu menetapkan harga pembelian ubi kayu oleh industri sebesar Rp1.350 per kilogram, dengan potongan rafaksi maksimal 30 persen tanpa pengukuran kadar pati.

Kebijakan ini mulai berlaku sejak 5 Mei 2025 lalu.

Namun, hingga akhir bulan Juni 2025 ini kebijakan tersebut belum dijalankan secara utuh oleh pelaku industri.

Hal ini membuat para petani singkong terus mengalami kerugian.

“Harga memang ada yang Rp1.350, tapi potongan rafaksinya sampai 35 sampai 40 persen. Jadi perusahaan belum sepenuhnya patuh terhadap instruksi gubernur,” kata Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin, dalam keterangannya Selasa (24/6/2025).

Ia mencontohkan, salah satu perusahaan tapioka, Muara Jaya, hanya membeli singkong petani seharga Rp1.000 per kilogram dengan potongan mencapai 40 persen.

“Kalau dihitung, petani hanya terima Rp 600 per kg, belum dipotong ongkos cabut. Jadi bersih yang diterima petani cuma sekitar Rp 350. Rugi jelas,” tambah Dasrul.

Menyikapi kondisi tersebut, PPUKI berencana menggandeng Koperasi Desa Merah Putih untuk membangun lapak pembelian di tingkat desa.

Tujuannya agar petani tidak lagi bergantung pada lapak mitra perusahaan yang kerap mempermainkan harga.

“Kami rencana membuat lapak desa bekerja sama dengan Koperasi Desa Merah Putih. Petani bisa jual langsung ke lapak koperasi, bukan ke lapak perusahaan,” katanya.

Sementara itu, berdasarkan nota timbang yang dihimpun PPUKI, ditemukan sejumlah pelanggaran rafaksi oleh lapak mitra pabrik.

Di Rawajitu Timur, seorang petani bernama Agus hanya menerima Rp 4,6 juta dari hasil penjualan 7,5 ton singkong, setelah dipotong 33 persen serta dikurangi biaya cabut dan angkut.

Kondisi serupa terjadi di Tulang Bawang. Pada 13 Juni 2025, PT Teguh Wibawa Bhakti Persada diketahui menetapkan potongan rafaksi hingga 43 persen terhadap penjualan 12,9 ton singkong.

Terpisah, Pansus Tataniaga Singkong DPRD Lampung Mikdar Ilyas menegaskan pihaknya akan terus mengawal persoalan harga singkong di Lampung dan mendesak adanya sanksi tegas terhadap pabrik-pabrik yang tidak mematuhi kebijakan pemerintah.

“Kalau ada pabrik yang langgar instruksi, harus ada tindakan. Jangan biarkan petani terus yang jadi korban kami akan terus kawal dan perjuangkan hak petani," kata Mikdar.

(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved