Berita Terkini Nasional
Kasus Beras Oplosan Belum Ada Tersangka, Polisi Masih Tunggu Hasil Laboratorium
Kasus beras yang tidak sesuai mutu standar pada klaim kemasan atau beras oplosan sudah dinaikkan ke tahap penyidikan.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Kasus beras yang tidak sesuai mutu standar pada klaim kemasan atau beras oplosan sudah dinaikkan ke tahap penyidikan.
Meski begitu hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan karena penyidik masih perlu melakukan sejumlah pemeriksaan dan gelar perkara.
Hal tersebut dikemukakan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Kamis (24/7/2025).
Menurutnya, penyidik masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium dan telah menjadwalkan pemanggilan serta pemeriksaan ahli.
Selanjutnya, penyidik akan melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka.
“Pasal yang kita persangkakan terhadap perkara tersebut yaitu tindak pidana perlindungan konsumen dan atau pencucian uang dengan cara memperdagangkan produk beras yang tidak sesuai dengan standar mutu pada label kemasan,” kata Helfi.
Menurut dia, pasal yang dipersangkakan meliputi Pasal 62 juncto Pasal 8 Ayat 1 huruf A dan F Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang berbunyi, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dengan label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang atau jasa tersebut.
Serta Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Helfi juga mengatakan, Satgas Pangan Polri menemukan sejumlah oknum produsen sengaja mengisi karung beras tidak sesuai dengan informasi yang tertera di kemasan.
“Yang (pakai) teknologinya modern, memang pakai setting. Beras ini saya (produsen) bikin pecahan 15, tinggal pencet 1 dan 5. Artinya, sudah ada niat jahat di situ,” katanya.
Selain itu, Satgas Pangan Polri juga menjelaskan definisi istilah beras oplosan yakni beras yang diatur takaran komposisi bulir utuh dan bulir pecah melebihi takaran yang normal.
“Yang dimaksud dioplos itu bukan dioplos dengan beras lain. Pasti pencampuran ada. Tapi, jumlah persentasenya,” ujar Brigjen Pol Helfi.
Ia mengatakan, untuk mendapatkan label beras premium, satu kantong beras isinya harus 85 persen yang merupakan beras kepala. Istilah "beras kepala" adalah butiran beras yang utuh dan tidak patah.
Sebanyak 15 persen sisanya dapat berupa beras dalam bentuk yang tidak utuh.
“Pecahannya 15 persen, maksimal, tidak boleh lebih dari itu. Nah ini (ditemukan) lebih, pecahannya mungkin 20-25 persen,” tuturnya.
Helfi menegaskan, aturan 15 persen ini diatur karena menyangkut kadar air di dalam beras.
Semakin tinggi kadar airnya, beras akan lebih berat.
Namun, ketika beras menyusut dan kadar air menghilang, berat karung beras secara keseluruhan juga akan terdampak.
Ditambah lagi, produsen yang menggunakan teknologi pengemasannya lebih tradisional justru tidak menggunakan takaran.
“Beras yang dimasukkan beras yang tidak ada standarnya. Dia (produsen) menampung dari mana pun, diterima, langsung dimasukkan ke dalam kemasan, dia label, dia jual, selesai,” lanjut Helfi.
Padahal, kemasan yang digunakan terdapat keterangan premium lengkap dengan komposisinya.
“Memang sudah niatnya mengemas (di bawah standar), minta harga premium,” kata Helfi.
Saat ini terdapat tiga produsen dan lima merek beras yang ditemukan menjual produk tidak sesuai mutu, antara lain PT PIM dengan merek Sania, PT FS dengan merek Ramos Merah, Ramos Biru, dan Ramos Pulen, serta Toko SY dengan merek Jelita dan Anak Kembar.
Beras yang teridentifikasi tidak sesuai mutu adalah kemasan premium dan medium, khususnya ukuran 2,5 kg dan 5 kg.
Berdasarkan pantauan di lokasi, sejumlah karung beras dari berbagai merek ditampilkan oleh penyidik, termasuk merek Sania, Sovia, Fortune, Jelita, Setra Wangi, Resik, Alfamart Sentra Pulen, dan Sentra Ramos, dengan keterangan “beras premium” yang terpampang pada seluruh kemasan berukuran 5 kg.
Laporan Menteri Pertanian
Satuan Tugas Pangan Polri mengungkapkan bahwa kasus beras oplosan berawal dari laporan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
“Menindaklanjuti pengaduan dari Bapak Menteri Pertanian melalui surat yang diterima oleh Kapolri, kami langsung merespons sesuai perintah Kapolri,” ujar Brigjen Pol Helfi Assegaf.
Helfi mengatakan, pada 26 Juni 2025, Menteri Pertanian mengungkapkan temuan di lapangan terkait anomali mutu dan harga beras.
“Anomali ini terjadi karena di masa panen raya beras surplus, harga malah mengalami kenaikan yang luar biasa. Ini yang disampaikan, dan trennya tidak menurun tetapi malah meningkat,” katanya.
Selanjutnya, Mentan dan timnya melakukan pengecekan di lapangan dari 6 hingga 23 Juni 2025.
Dari 10 provinsi yang diperiksa, Kementan mengumpulkan 268 sampel beras dari 212 merek.
Temuan Kementan menunjukkan bahwa untuk beras premium, terdapat ketidaksesuaian mutu di bawah standar regulasi sebesar 85,56 persen, serta ketidaksesuaian harga eceran tertinggi (HET) sebesar 59,78 persen.
Ketidaksesuaian berat beras kemasan atau berat riil di bawah standar juga tercatat sebesar 21,66 persen.
Sementara itu, untuk beras medium, ketidaksesuaian mutu di bawah standar regulasi mencapai 88,24 persen, ketidaksesuaian HET sebesar 95,12 persen, dan ketidaksesuaian berat beras kemasan di bawah standar sebesar 90,63 persen.
Kementan memperkirakan potensi kerugian konsumen mencapai Rp 99,35 triliun per tahun, dengan rincian beras premium sebesar Rp 34,21 triliun dan beras medium Rp 65,14 triliun.
Temuan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Polri.
Hingga saat ini, polisi telah memeriksa saksi dari pihak produsen dan toko penjual beras, serta mengambil beberapa sampel beras untuk diperiksa di Laboratorium Penguji Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Pasca Panen Pertanian.
(kompas.com)
Kapolsek di Kendal Dipatsus Buntut Digerebek Warga Asyik Berduaan dengan Janda |
![]() |
---|
Jokowi Disebut Sedang Amankan Kepentingan Anaknya Sendiri |
![]() |
---|
Gubernur Bobby Nasution Copot Sekdis Koperasi: Dia Minta Kado Ultah ke Tamu Undangan |
![]() |
---|
Bidan Hamil Dianiaya Kekasihnya Oknum Polisi Setelah Minta Dinikahi |
![]() |
---|
Kontroversi Pejabat Pakai Strobo, Soedeson Tandra: Seolah Punya Hak Istimewa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.