Berita Viral

Terpidana E-KTP Setya Novanto Bebas Bersyarat, Menteri Imipas: Sudah Dibayar

Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, resmi mendapatkan pembebasan bersyarat dari Lapas Sukamiskin pada 16 Agustus 2025. 

Editor: Kiki Novilia
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
BEBAS BERSYARAT - Terpidana kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang peninjauan kembali (PK) di gedung Tipikor, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Ia kini bebas bersyarat. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Jakarta - Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, resmi mendapatkan pembebasan bersyarat dari Lapas Sukamiskin pada 16 Agustus 2025. 

Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan No. PAS-1423 PK.05.03 Tahun 2025, yang ditandatangani sehari sebelumnya.

Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas, Rika Aprianti, menjelaskan bahwa sejak pembebasan tersebut, status Novanto berubah dari narapidana menjadi Klien Pemasyarakatan di bawah pengawasan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung.

“Setya Novanto akan mendapatkan bimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan hingga 1 April 2029,” ujar Rika dalam keterangan resminya, Minggu (17/8/2025).

Namun, pernyataan ini sedikit berbeda dengan penjelasan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, yang menyebut bahwa Novanto tidak lagi memiliki kewajiban lapor karena seluruh ketentuan, termasuk pembayaran denda subsider, telah dipenuhi.

“Nggak ada (kewajiban lapor), karena dendanya sudah dibayar,” kata Agus di Istana Negara.

Agus menambahkan bahwa pembebasan bersyarat Novanto telah melalui proses hukum yang sah, termasuk asesmen dan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang mengurangi masa hukuman dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan. 

Putusan PK tersebut dibacakan oleh Mahkamah Agung pada 4 Juni 2025 dalam perkara nomor 32 PK/Pid.Sus/2020.

Setya Novanto sebelumnya divonis bersalah dalam kasus korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011–2013.

Ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD 7,3 juta, dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik. 

Hak politiknya juga dicabut selama lima tahun setelah masa pidana berakhir.

Belakangan, permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Setya Novanto dikabulkan Mahkamah Agung (MA).

Putusan PK tersebut membuat Novanto mendapat hukum lebih ringan dari vonis, yakni menjadi 12 tahun dan 6 bulan, dari yang semula 15 tahun penjara.

Dalam amar putusannya, disebutkan bahwa perkara nomor: 32 PK/Pid.Sus/2020, diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Surya Jaya dengan hakim anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono, dan Panitera Pengganti Wendy Pratama Putra. 

Putusan PK itu dibacakan pada Rabu, 4 Juni 2025.

Mantan Ketua DPR RI tersebut disebut sudah menjalani 2/3 masa hukuman, sehingga bisa bebas bersyarat.

Sosok Setya Novanto, Koruptor Megaproyek E-KTP yang Divonis Ringan

Sosok Setya Novanto, koruptor mega proyek e-KTP yang vonis hukumannya diringankan Mahkamah Agung (MA). 

Bukan tanpa alasan, MA mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Setya Novanto.

Dalam putusan PK, MA menyunat vonis hukuman Setya Novanto dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun dan 6 bulan penjara. 

"Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan," demikian keterangan dari putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020.

MA juga mengurangi masa pencabutan hak politik atau hak untuk menduduki jabatan publik Setya Novanto dari 5 tahun menjadi 2 tahun 6 bulan.

"Pidana tambahan mencabut hak terpidana untuk menduduki jabatan publik selama 2 tahun dan 6 bulan terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," demikian keterangan putusan tersebut yang dikutip dari laman resmi MA, Rabu (2/7/2025).

Adapun Setya Novanto adalah seorang politikus asal Jawa Barat yang diusung Partai Golkar.

Di partai beringin itu, Setya Novanto alias Setnov pernah menjabat sebagai Ketua Umum periode 2016-2017.

Jabatan tertinggi yang pernah diemban pria kelahiran Bandung, 12 November 1955 itu adalah Ketua Umum DPR RI periode 2014-2019.

Di tengah masa jabatannya, Setya Novanto mengundurkan diri terkait kasus pencatutan nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) dalam rekaman kontrak PT Freeport Indonesia

Sebelumnya, Setnov sempat duduk sebagai anggota DPR RI sejak 1999 hingga masa jabatan 2019 (tanpa putus) dari dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) II.

Ia juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2009-2014.

Di masa mudanya, Setya Novanto pernah menjajal dunia model. Pada usia 21 tahun, ia terpilih sebagai Pria Tampan Surabaya tahun 1975.

Di sisi lain, Setnov ternyata pernah menjadi tukang beras, sopir, pembantu rumah tangga, hingga model untuk mengumpulkan uang kuliahnya.

Dia menempuh studi sarjana muda akuntansi di Universitas Widya Mandala, Surabaya dan melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.

Dalam kehidupan pribadi, Setya Novanto menikah dua kali. Pertama, ia menikah dengan Luciana Lily Herliyanti dan dikaruniai dua anak, yaitu Rheza Herwindo dan Dwina Michaella. 

Setelah bercerai dengan Luciana, ia lalu menikah lagi dengan Deisti Astriani Tagor dan memiliki dua anak, yaitu Giovanno Farrel Novanto dan Gavriel Putranto.

Nah, salah satu anak Setnov yaitu Gavriel Putranto Novanto kini menjadi anggota Komisi I DPR periode 2024-2029.

Ia diusung Partai Golkar untuk mewakili dapil NTT II, sama seperti dapil ayahnya sebelum tersandung kasus korupsi.

Kasus Korupsi 

Pada 17 Juli 2017, Setya Novanto ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus korupsi mega proyek e-KTP.

Kasus korupsi proyek e-KTP terendus akibat kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Dalam kasus ini, Nazaruddin menyebutkan, ada aliran dana yang mengalir ke sejumlah anggota DPR salah satunya Setya Novanto yang diperkirakan menerima uang senilai 2,6 juta dollar AS.

Keterlibatan Setya Novanto dalam kasus ini semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Setya Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.

Dari total anggaran tersebut, sebanyak 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil proyek. 

Sementara sisanya, sebanyak 49 persen atau Rp 2,5 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak.

Pada 17 Juli 2017, KPK lantas menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP.

Dalam perjalanannya, Setya Novanto sempat berkali-kali tak hadir dalam pemeriksaan dengan berbagai alasan, mulai dari sakit hingga meminta KPK menunggu proses praperadilan selesai.

Hingga akhirnya, pada 15 November 2017, KPK menjemput paksa ke rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

KPK sempat dihalang-halangi untuk masuk ke dalam. Keberadaan Novanto juga tidak diketahui. 

Sehari setelahnya, Setya Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan dan dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau.

Ia diklaim berencana mendatangi KPK untuk memberikan keterangan. Nahas, menurut pengacara, mobil yang ditumpangi menabrak tiang.

Tim KPK lantas menjemput Setya Novanto di RS, kemudian mengantarnya ke RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, untuk menjalani perawatan karena mengalami luka-luka saat kecelakaan. 

Selanjutnya, Setya Novanto mulai ditahan oleh KPK sejak 19 November 2017.

Saat menjalani sidang perdana pada 13 Desember 2017, dia tidak mau berbicara sama sekali dan memperlihatkan raut orang yang sedang dalam kondisi tidak sehat. 

Namun, keterangan dokter yang memeriksa justru menyatakan, Setya Novanto sehat dan bisa menjalani persidangan.

Setelah menjalani beberapa kali persidangan, Setya Novanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Ia divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsidair tiga bulan kurungan. 

Setya Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik. 

Majelis hakim juga mencabut hak politik Setya Novanto selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Namun dengan dikabulkannya PK-nya oleh MA, Setya Novanto kini hanya perlu menjalani sisa masa tahanan selama beberapa tahun saja.

Bahkan Setya Novanto diprediksi akan bebas lebih cepat karena sebelum vonisnya didiskon, ia beberapa kali mendapatkan remisi.

Dari catatan Tribunnews.com, Setya Novanto pernah menerima remisi pada Idul Fitri 2023, 2024 dan 2025. 

Kemudian pada peringatan HUT ke-78 RI, Novanto juga mendapat potongan hukuman 90 hari pada Agustus 2023.

Baca juga Sosok Setya Novanto, Koruptor Megaproyek E-KTP yang Divonis Ringan

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved