TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Di Kota Bandar Lampung, ada satu daerah yang disebut sebagai “Kota Tua”. Masyarakat setempat biasa menyebutnya Pecinan.
Daerah Pecinan berada di Kecamatan Telukbetung. Daerah ini dari dahulu hingga saat ini menjadi permukiman yang dihuni mayoritas masyarakat Tionghoa.
Cik Mat Zein, pemerhati sejarah dan tokoh masyarakat Telukbetung yang mengetahui sejarah asal mulanya Pecinan di Provinsi Lampung mengungkapkan, asal mulanya etnis Tionghoa masuk ke Lampung diperkirakan sejak abad ke 17.
“Daerah pertama kali yang didiami oleh Etnis Tionghoa di Lampung adalah Telukbetung, kalau sekarang berada di Jalan Ikan Kakap, Kelurahan Pasawahan, dan menyebar lagi ke wilayah sekitarnya seperti Pasar Pagi, Kampung Palembang ke arah Selatan, Gudang Lelang lama, dan wilayah Gudang Garam. Kalau kita lihat di Jalan Ikan Kakap terdapat Tepekong Thay Hin Bio, itulah Vihara Tertua yang ada di Provinsi Lampung, didirikan pada tahun 1850 setelah gunung Krakatau meletus ,” ujar Cik Mat Kamis (30/4/2015).
Etnis Tionghoa yang masuk ke Lampung, kata Cik Mat terdiri dari tiga marga yaitu, Hokkian, Ken Chin Sha, dan Kong Siew Tong. “Dari tiap marga tersebut mayoritas pekerjaannya seragam, seperti Hokkian mereka rata-rata menjadi saudagar, Ken Chin Sha pekerjaannya pedagang, dan Kong Siew Tong pekerjaannya sebagai buruh tukang,” ungkapnya.
Cik Mat Zein juga menuturkan, pada waktu itu kampung Cina dikepalai oleh Tiga orang Bek (Bek berasal dari bahasa Belanda yang berarti Lurah) yaitu bek Tan In, Bek Bumpong, dan Bek Choa Cham. Mereka bertiga dipilih oleh Belanda sebagai pemimpin atau pengorganisir di kampung Cina. Pada tahun 1945, Bek-bek tersebut diganti namanya menjadi Lurah, dan nama Kampung Cina diganti menjadi Kelurahan Pasawahan, Kecamatan Telukbetung sampai sekarang.
Pada waktu itu, salah satu penampilan khas pada etnis Tionghoa di Lampung adalah gadis-gadisnya berkaki kecil atau kaki lipat. ”Semua gadis-gadis Tionghoa dulu kakinya kecil bulat, seperti tidak memiliki kaki saja. Kalau berjalan tidak bisa cepat. Namun perempuan berkaki kecil terakhir terlihat pada tahun 1955, selanjutnya tidak ada lagi tradisi mengikat kaki pada etnis Tionghoa,” tutur Cik mat.