TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Larangan pengemudi mobil mendengarkan radio atau musik dipertanyakan banyak pihak, khususnya aktivis keselamatan lalu lintas. Pasalnya, larangan tersebut mengundang kontroversi.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto mengatakan, kebiasaan semacam ini merupakan bentuk pelanggaran aturan yang ancaman hukumannya tak main-main.
"Merokok, mendengarkan radio atau musik atau televisi (untuk pengguna roda empat) melanggar UU Nomor 22 Tahun 2009 pasal 106 ayat 1 junto pasal 283 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," ujar Budiyanto kepada Kompas.com, Kamis (1/3/2018).
Pasal 106 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan, “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.”
Baca: Hati-hati, Sanksi 3 Bulan Penjara bagi Pengendara yang Merokok dan Dengarkan Musik
Pada bagian penjelasan tentang pasal itu dikatakan, “Yang dimaksud dengan ”penuh konsentrasi” adalah setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan.”
Sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon, dan menonton televisi atau video, masuk dalam kategori mengganggu konsentrasi mengemudi menurut aturan. Meski begitu, tidak disebut mendengarkan musik ataupun merokok masuk kategori yang sama.
Jusri Pulubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), mengatakan, mendengarkan musik saat mengemudi bisa mengganggu konsentrasi. Indikasi konsentrasi terganggu yakni ketika pengemudi mulai bersenandung atau mulai mengetuk seperti pemain drum.
Baca: Polres Selidiki Misteri Raibnya 1.500 Bilik Suara di Lampung Selatan
Saat konsentrasi terganggu, misalnya terbuai oleh musik, jelas Jusri, sanggup membuat gaya mengemudi berbeda. Masalahnya, kemampuan pengemudi untuk bereaksi atau mengambil keputusan pada kondisi itu bisa melambat. Hal itu membahayakan saat berada di jalan.
“Undang-undang itu sebenarnya sama seperti di negara-negara lain, tetapi harus dibaca dengan seksama yang ‘mengganggu konsentrasi’. Saya khawatir persepsi waktu penjelasan tersebut. Yang saya maksudkan, mendengar musik sah-sah saja tetapi tidak kehilangan konsentrasi,” kata Jusri.
Bila maksudnya melarang mendengarkan musik saat mengemudi, seharusnya para produsen yang menjual mobil di Indonesia sudah diberi peraturan dilarang menyediakan sistem audio. Jusri mengatakan, upaya melarang pengemudi mendengarkan musik harus diimplementasikan dengan persepsi yang bijak. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Polisi Harus Jelaskan Larangan Dengar Musik di Mobil