Laporan Reporter Tribun Lampung Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kondisi gedung kembar Terminal Rajabasa, Bandar Lampung, kini semakin semrawut.
Dibangun dengan anggaran hingga puluhan miliar rupiah, gedung dua lantai tersebut tak berfungsi sebagaimana mestinya.
Alih-alih memberi kenyamanan kepada para penumpang, aula gedung kendali angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP) dan antarkota dalam provinsi (AKDP) itu, kini dipenuhi lapak pedagang.
Ada pula lapangan badminton di bagian tengah aula gedung AKAP, yang sejatinya berfungsi sebagai ruang tunggu penumpang.
Baca: Perda Kawasan Tanpa Rokok Sudah Berlaku di Lampung, Ini 8 Lokasinya
Gedung kembar di terminal tipe A dan terbesar di Lampung diresmikan pada 1 Agustus 2011, setelah dibangun sejak 2006.
Kondisi di dalam kedua gedung tersebut kini terkesan semrawut.
Pantauan Tribun pada Minggu (1/4/2018), aula masing-masing gedung yang berada di lantai satu, tampak dipenuhi sekitar 15 lapak pedagang.
Lebih parah lagi, sebuah lapangan bulutangkis tampak di tengah aula gedung AKAP.
Lapangan tersebut dilengkapi dua tiang dengan net di tengahnya.
Bagian bawah setiap tiang terlihat ditanam dengan melubangi lapisan keramik yang ada.
Selayaknya lapangan bulutangkis, garis-garis penanda batas lapangan pun tampak di aula tersebut.
Garis berwarna hitam itu melapisi bagian atas keramik, yang didominasi warna krem, dan sedikit keramik warna hitam.
Seorang pedagang, Yati (42) mengungkapkan, lapangan tersebut sudah ada saat ia mulai berjualan di aula gedung AKAP, sekitar setahun lalu.
"Orang-orang sini juga yang main. Tapi pas mudik kemarin (2017), sempat dicabut (tiang). Cuma, dipasang lagi," ujar Yati, Selasa (3/4/2018).
Kepala Terminal Rajabasa, Deni mengakui, lapangan tersebut dibuat pihaknya dan orang-orang yang ada di terminal.
Menurutnya, lapangan tersebut hanya digunakan saat malam hari.
"Itu buat yang piket malam. Untuk sekadar cari keringat kalau pas piket malam," tutur Deni, Rabu (4/4/2018).
Lapangan tersebut, Deni mengungkapkan, bukanlah lapangan permanen.
Sebab, kedua tiang penyangga net bisa dilepas.
"Itu (tiang) tidak permanen kok, bisa dibongkar pasang," ucap Deni.
Menurut Deni, pembuatan lapangan tersebut hanya memanfaatkan kondisi.
Hal itu lantaran fungsi gedung AKAP maupun AKDP belum berjalan maksimal.
Gedung Terminal Rajabasa Belum Maksimal
Dalam perencanaan awal, Deni mengungkapkan, kedua gedung tersebut berfungsi sebagai lokasi sentral untuk melayani penumpang.
Karena sebelumnya bus masing-masing tujuan, baik AKDP maupun AKAP, lokasinya di dalam terminal belum tertata.
"Sejauh ini, fungsi gedung memang belum berjalan maksimal. Masih banyak kendala dan hambatan, untuk mengembalikan fungsi kedua gedung itu ke fungsi awalnya," papar Deni.
Catatan Tribun, gedung kembar setinggi dua lantai tersebut berdiri di atas lahan seluas 13 hektare.
Di lantai dua, jembatan penyeberangan orang sepanjang 15 meter, menghubungkan gedung AKAP dan AKDP tersebut. Jembatan itu ditujukan untuk mobilisasi penumpang, yang hendak berpindah dari bus AKAP ke AKDP atau sebaliknya.
Kedua gedung memiliki aula di lantai satu, yang berfungsi sebagai ruang tunggu penumpang dengan kapasitas masing-masing 1.000 orang.
Masih di lantai satu, setiap gedung juga dilengkapi ruangan untuk penjualan tiket, atau loket.
Sementara, lantai dua dikhususkan buat para pedagang.
Pada saat peresmian gedung, ada 164 lokasi berdagang dalam bentuk kios, hamparan, maupun grosir, yang disediakan.
Kini para pedagang yang mayoritas berjualan makanan, justru berjejalan di aula.
Mereka turut meletakkan gerobak maupun meja dan kursi saat berdagang.
Di masing-masing aula kedua gedung tersebut, setidaknya ada 15 lapak pedagang.
Kesan semrawut muncul akibat keberadaan lapak para pedagang yang tak teratur.
Selain itu, kesan kotor terlihat dari lantai yang tampak kusam.
Bahkan, beberapa keramik telah hilang dari lantai.
Walaupun diperuntukkan sebagai ruang tunggu, aula gedung AKAP maupun AKDP tak tampak dilengkapi kursi.
Adapun, kursi kayu maupun plastik yang berjejer di sejumlah titik, diketahui milik pedagang.
Kesan tak terawat juga tampak di lantai dua, yang dalam kondisi kosong akibat pedagang memilih berjualan di lantai satu.
Tak hanya berdebu, sejumlah kotoran burung juga terlihat tercecer di sejumlah sudut di lantai dua.
"Sepi kalau di atas (lantai dua), jarang ada yang mau naik," kata Yati (42), yang sekarang berjualan di aula gedung AKAP.
Alasan senada juga disampaikan Imah (39), yang menggelar lapaknya di aula gedung AKDP.
"Tadinya memang di atas, cuma sepi. Akhirnya, turun," ujar Imah.
Meski sudah turun ke lantai satu, Imah menerangkan, hal itu ternyata tidak membuat dagangannya laris.
Lantaran, penumpang jarang masuk ke dalam gedung.
"Yang beli paling sopir bus sama orang-orang terminal. Kalau penumpang, jarang sekali," terang Imah.
Yati menegaskan, jumlah penumpang yang membeli barang dagangannya tidak sampai sepuluh orang per hari.
Kondisi tersebut terjadi sepanjang hari.
"Itu juga jarang ada yang pesan minum atau makan, paling beli rokok terus ke depan lagi," papar Yati.
Terminal Rajabasa Dikelola Pusat
Ketika ditanyakan terkait gedung AKAP yang dibuat jadi lapangan bulutangkis, Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Lampung, Minto Raharjo menerangkan, pemprov tidak lagi memiliki kewenangan mengatur Terminal Rajabasa.
Hal itu karena pengelolaan terminal tersebut telah diserahkan kepada pemerintah pusat.
"Pengelolaannya sekarang di Kemenhub (Kementerian Perhubungan). Jadi, silakan konfirmasi ke sana," ucap Minto singkat, Rabu.
Sementara, Deni mengungkapkan, pihaknya akan melakukan pembenahan di dalam gedung AKAP dan AKDP.
Dalam waktu dekat, ia berencana merelokasi pedagang agar menempati lantai dua.
"Kalau memindahkan pedagang ke atas, mudah saja. Bagaimana menjaga pedagang untuk tetap berada di sana yang susah. Karena, sudah berulang kali kami pindahkan ke atas, mereka turun lagi," jelas Deni.
Karena itu, ia pun berencana hanya membuka satu pintu yang menjadi akses keluar masuk gedung.
Sehingga, petugas mudah melakukan pemantauan.
Sebab, banyaknya pintu yang menjadi akses keluar masuk gedung, kerap digunakan pedagang untuk memindahkan barang dagangan mereka dari lantai dua ke lantai satu.
"Nanti, kami upayakan dengan menggembok pintu, dan hanya menyisakan satu pintu," ujar Deni.
Selain itu, ia akan mengembalikan loket, agar menghadap ke dalam gedung. "Jadi, tidak ada lagi loket penjualan tiket yang menghadap ke luar," tegas Deni.
Menurut Deni, ia juga telah memberikan laporan terkait kondisi infrastruktur gedung kepada Kemenhub.
Satu di antaranya persoalan jembatan penyeberangan orang antara kedua gedung.
Jembatan berlapis beton tersebut dianggap sudah tidak lagi kokoh.
Baca: Harga Tanah di Bandar Lampung Naik 10 Kali Lipat, Ini Penyebabnya
Sehingga, jembatan tersebut tidak digunakan.
"Kalau banyak orang yang jalan di atas situ, jembatannya goyang. Saya sudah kasih laporan ke Kemenhub. Tapi karena masih harus menunggu pembahasan pusat, belum bisa dipastikan kapan ada pembenahan," papar Deni.
Artikel ini telah terbit di Laporan Khusus Koran Tribun Lampung edisi Jumat, 7 April 2018.