TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Jika pernah melihat kadal di Papua Nugini saat kehilangan ekornya, Anda akan menyadari darahnya tidak berwarna merah, melainkan hijau.
Yang lebih mengejutkan, zat dari darah berwarna hijau itu bisa menjadi racun bagi hewan lain.
Alasan pasti mengapa zat beracun itu berada di tubuh kadal Papua Nugini dan tak membunuhnya, masih menjadi misteri.
Namun, penelitian terbaru yang terpublikasi dalam jurnal Science Advances berhasil membuat kemajuan penting untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Warna hijau pada kadal di Papua Nugini, merujuk hasil penelitian itu, berasal dari pigmen empedu bernama biliverdin.
Adapun darah berwarna merah pada hewan lainnya berasal dari pigmen pembawa oksigen, yakni hemoglobin.
Pigmen empedu bernama biliverdin terbentuk ketika sel darah merah rusak. Ia tersimpan di dalam plasma.
Dalam jumlah besar, biliverdin akan menutupi warna merah hemoglobin sepenuhnya.
Sebenarnya, manusia dan hewan lainnya juga memproduksi biliverdin.
Namun, manusia khususnya, mengeluarkan biliverdin ke usus. Biliverdin itu kemudian tereliminasi dari tubuh sebelum membentuk racun.
Pada manusia, biliverdin dapat menyebabkan sakit kuning.
Sementara pada kadal di Papua Nugini, biliverdin tidak memberi efek penyakit apa pun.
"Kadal Papua Nugini memiliki biliverdin dengan konsentrasi tertinggi daripada hewan mana pun," kata Zachary Rodriguez, pemimpin penelitian tersebut.
"Namun, entah mengapa, ia berkembang dengan resistensi terhadap pigmen racun tersebut," imbuhnya.
Rodriguez bersama Profesor Chris Austin dari Lousiana State University, telah memimpin beberapa ekspedisi di hutan lebat di Papua Nugini.
Mereka memantau keanekaragaman reptil dan amfibi yang luar biasa ada di sana.
Namun, kali ini, mereka fokus pada kadal berdarah hijau yang tidak ada di tempat lain, selain di perbatasan Pulau Solomon.
Dalam salah satu ekspedisi, para peneliti mengumpulkan sampel DNA dari 52 spesies kadal. Termasuk enam spesies yang berdarah hijau, dua spesies di antaranya belum terindentifikasi oleh sains.
Menggunakan informasi genetik tersebut, peneliti mampu membuat pohon keluarga kadal.
Pohon itu menunjukkan setidaknya ada empat garis keturunan berbeda dari kadal berdarah hijau. Masing-masing berevolusi secara independen dari leluhur berdarah merah.
"Kami sangat senang dengan sejarah rumit hewan-hewan ini. Juga terkejut dengan luasnya garis keturunan kadal berdarah hijau," ujar Rodriguez.
Fakta bahwa karakteristik tersebut muncul berulang kali, menunjukkan bahwa darah hijau bukan hanya sekadar evolusi, melainkan juga diistimewakan oleh seleksi alam.
Para ilmuwan menyatakan, memiliki kadar biliverdin dalam tubuh mungkin bisa memberi manfaat pada kadal. Ia membantu mengendalikan pembiakan parasit dalam darah, seperti malaria, yang biasanya menyerang dan melemahkan kadal.
Beberapa eksperimen pada hewan menunjukkan bahwa pigmen empedu, termasuk biliverdin, dapat bertindak sebagai antioksidan. Serta, memiliki efek anti inflamasi. Ia melindungi tubuh dari molekul berbahaya yang dikenal dengan nama radikal bebas.
(Sumber: The Independent, Science Alert)
(Gita Laras Widyaningrum)