TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Atlet angkat besi asal Lampung, Eko Yuli Irawan, berhasil meraih medali emas pada ajang Asian Games di Jakarta, Selasa (21/8).
Saat pertandingan, kedua orangtuanya dari Metro serta sang istri dari Kalimantan menonton langsung pertandingan Eko.
Mereka sempat tegang, hingga akhirnya bernafas lega.
Baca: Peraih Emas Angkat Besi Eko Yuli, Penggembala Kambing Asal Lampung yang Kini Jadi Miliarder
Bagaimana ceritanya?
Kedua orangtua Eko Yuli, Saman dan Wastiah, memang sudah berniat menonton langsung sang anak bertanding di Jakarta.
Mereka ingin memberikan dukungan penuh kepada Eko Yuli dalam ajang internasional ini.
Bahkan bukan hanya mereka. Istri Eko, Masitoh yang sedang hamil 9 bulan juga ikut menonton pertandingan itu di Jakarta.
Ia yakin Eko akan memberikan penampilan terbaiknya.
Sesaat sebelum pertandingan pun ia sempat membisikkan kepada Eko untuk lebih tenang dan rileks.
"Kalau janji sih enggak ada. Cuma Eko memang targetkan emas. Terus kalau dapat bonus mau untuk anak lahiran dan beli tanah di Metro," tuturnya.
Rasa gembira juga diungkapkan Masitoh. Ia mengaku, mendapatkan dua kegembiraan sekaligus.
Yakni, dirinya diprediksi akan menjalani persalinan dalam minggu-minggu ini dan kemenangan Eko.
"Iya bangga itu sudah pasti. Tegang. Senang. Dan ini kado terbesar buat calon bayi kami," terangnya yang mengaku belum menyiapkan nama anak.
"Anak kedua. Kalau janji sih enggak ada. Cuma Mas Eko memang bilang ini dipersembahkan untuk anak. Ini rezeki anak," ungkapnya.
Sementara Wawan, sapaan akrab Eko, ketika dihubungi Tribun Lampung menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan doa dari masyarakat Lampung dan Indonesia, untuk menjadi yang terbaik pada gelaran Asian Games 2018.
"Terima kasih juga untuk Tribun Lampung. Saya sepertinya belum bisa ke Lampung dalam waktu dekat ini. Karena menunggu istri lahiran. Dan ini pun langsung persiapan untuk pertandingan dunia," tukas pria 29 tahun itu.
Pria yang lahir pada 24 Juli 1989 ini mengaku, tak ada resep khusus untuk menjadi seorang juara dunia.
Peraih tiga medali beruntun cabang angkat besi pada Olimpiade Beijing, London, dan Brazil itu menilai hanya keinginan dan ketekunan yang membawa dirinya meraih sejumlah medali.
Karena itu merupakan modal utama menjadi juara.
"Sebenarnya cuma itu. Atlet butuh dukungan. Betul fasilitas dan lainnya. Tapi itu teknis. Yang utama keinginan dan ketekunan," kata dia.
"Itu yang harus kontinyu, terutama bagi atlet-atlet muda. Sampai hari ini, saya terus latihan lima jam tiap hari," imbuhnya.
Menurutnya, jam terbang akan mencetak seorang juara.
Ia berpesan kepada atlet-atlet muda Lampung untuk tidak mudah putus asa.
Terutama atas kondisi fasilitas dan lainnya.
"Prestasi itu datang karena dari keinginan kuat dan semangat tinggi bagi yang mau meraihnya. Bukan karena keadaan," terang pria yang pernah menjadi penggembala kambing sebelum menjadi atlet itu.
Takdir Eko menjadi atlet angkat besi berawal saat ia menyaksikan sekelompok orang berlatih angkat besi di sebuah klub di dekat rumahnya.
Di sela-sela aktivitasnya menggembalakan kambing, lama kelamaan ia tertarik menjajal barbel.
Saman, ayah Eko, saat wawancara selepas Olimpiade Brazil bersama Tribun Lampung menceritakan, putra sulungnya harus melewati perjuangan dan pengorbanan panjang untuk menjadi atlet.
Bahkan untuk mewujudkan cita-citanya ia harus rela tinggal jauh dari keluarga sejak kelas 5 SD.
Berlatih di Bogor di bawah arahan tangan dingin Yon Haryono dan Joni Firdaus, bakat juara terus ditunjukkannya.
Pengorbanan meninggalkan keluarga sejak usia dini terbayar impas dan berbuah manis.
Pada kompetisi perdana tingkat junior tahun 2002 di Indramayu, ia langsung menyabet emas pada kelas 35 kilogram.
Prestasi demi prestasi pun akhirnya dicatatkan Wawan selepas torehan medali perdananya di Indramayu.
Hingga terakhir menyabet emas Asian Games 2018.
(indra simanjuntak)