Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Mantan Kalapas Kelas IIB Kalianda Muchlis Adjie (51) menjalani sidang perdana kasus dugaan pemufakatan jahat dalam tindak pidana narkotika di Pengadilan Negeri Kelas IIA Tanjungkarang, Selasa, 9 Oktober 2018.
Mengenakan rompi merah tahanan Kejaksaan Tinggi Lampung, Muchlis nampak tenang saat persidangan dibuka majelis hakim yang dipimpin Mansyur.
"Sehat? Sudah terima dakwaan? Dan penasihat hukumnya ada tidak?" tanya Mansyur kepada Muchlis.
Dengan lantang, Muchlis mengaku dalam keadaan sehat dan sudah menerima surat dakwaan.
"Kuasa hukum ada. Tapi, kebetulan hari ini tidak datang karena masih di luar kota. Yang jelas didampingi," jawab Muchlis.
Selanjutnya, jaksa penuntut umum (JPU) Roosman Yusa membacakan surat dakwaan sesuai agenda sidang.
Baca: Muchlis Adjie Jalani Sidang Perdana Dugaan Peredaran Narkoba di Lapas Kalianda
Dalam dakwaan tersebut, jaksa membeberkan sejumlah fakta mengejutkan.
Yusa dalam dakwaannya mengatakan bahwa Muchlis bersama Marzuli (narapidana kasus narkoba di Lapas Kalianda), Rechal Oksa Hariz (sipir Lapas Kalianda), dan Adi Setiawan sejak Januari hingga Mei di Lapas Kalianda melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan percobaan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika.
"Berupa sabu dengan berat 2.782,38 gram dan 4.000 butir ekstasi," ungkap Yusa dalam persidangan.
Adapun pemufakatan jahat ini, kata JPU, berawal dari Muchlis yang saat itu masih menjabat Kalapas menerima tamu bernama Sumiati, keluarga Marzuli, bersama Andriyanni Dewi, istri mantan Kalapas Kalianda sebelumnya, Gunawan Sutrisnadi.
"Kedatangannya agar Marzuli tidak dipindahkan dari Lapas Kalianda lantaran saat itu overkapasitas," ungkapnya.
Terdakwa pun menyanggupi permintaan tersebut.
Terdakwa juga memberikan fasilitas kepada Marzuli dengan menempati sel bersama tiga orang narapidana.
Baca: Kasus Penyelundupan Sabu di Lapas Kalianda, Kejari Susun Dakwaan Eks Kalapas Muchlis
Padahal, seharusnya setiap sel ditempati 20 narapidana.
"Selain itu, Marzuli juga diperbolehkan menerima tamu, walaupun itu bukan jam besuk. Atas kemudahan tersebut, terdakwa mendapatkan imbalan berupa uang senilai Rp 5 juta. Kemudian beberapa kali menerima uang dari Marzuli dengan nilai bervariatif, yakni Rp 2 juta hingga Rp 10 juta," lanjut JPU.
Kemudian pada hari Sabtu, 5 Mei 2018, Marzuli mendapatkan fasilitas spesial.
Ia diperbolehkan menggunakan ponsel untuk menghubungi Adi Setiawan.
Marzuli menyuruh Adi untuk mengambil narkoba di sebuah rumah makan di Kalianda.
“Barang di dalam brankas berkode, kemudian dikirim ke Lapas Kalianda. Di parkiran barang tersebut diterima oleh Oksa, yang lalu diserahkan kepada Marzuli di dalam lapas. Di dalam lapas, mereka membagi narkoba yang ada di dalam brankas tersebut,” ucapnya.
Selanjutnya, pada hari Minggu, 6 Mei 2018 sekitar pukul 05.00 WIB, Marzuli kembali menyuruh Adi mengambil sabu dan ekstasi.
Baca: Ancaman BNNP Jika Istri Mantan Kalapas Kalianda Nikmati Dana Bisnis Narkoba
“Kemudian oleh Adi diserahkan satu bungkus sabu kepada Chiko, yang saat ini masih DPO. Dari penyerahan ini, Adi mendapat uang sebesar Rp 45 juta. Lalu Adi menunggu lagi di sebuah hotel untuk diserahkan kepada Hendri Winata,” tuturnya.
Namun saat akan menyerahkan narkoba kepada Hendri, petugas BNNP Lampung menangkap keduanya.
Nasib nahas dialami Hendri. Karena melawan, ia tewas usai ditembak petugas.
“Atas perbuatan memberi keleluasaan tersebut, maka Muchlis diancam dengan pasal 114 ayat 2 jo pasal 132 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau pasal 132 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,” tutupnya.
Setelah mendengar dakwaan, ketua majelis hakim Masyur bertanya apakah terdakwa keberatan dengan dakwaan tersebut.
“Sudah dengar dan mengerti terhadap dakwaan? Apakah akan mengajukan esepsi?” tanya Mansyur.
“Saya konsultasikan dulu,” jawab Muchlis.
Masyur pun memberi kesempatan kepada Muchlis untuk berkonsultasi dengan kuasa hukumnya dan menunda sidang hingga pekan depan.
“Karena keberatan dan eksepsi adalah hak terdakwa, nanti kami berikan waktu seminggu. Kalau tidak ada, langsung pembuktian. Kecuali kalau keberatan. Maka sidang ditunda seminggu lagi. Tolong sediakan kuasa hukum,” tandasnya. (*)
---> Jangan lupa subscribe Channel YouTube Tribun Lampung News Video