Tribun Bandar Lampung

Tangisan Sang Kakak Warnai Vonis Seumur Hidup kepada Dua Kurir Sabu 6 Kilogram di PN Tanjung Karang

Penulis: hanif mustafa
Editor: Teguh Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kakak terdakwa Hendrik (wanita tengah) mencoba menutupi kesedihannya dengan kedua tangannya.

Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Suara tangisan pecah seketika di ruang persidangan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang, setelah Majelis Hakim memvonis kedua terdakwa kurir sabu 6 kilogram dengan hukuman penjara seumur hidup.

Terdakwa Rafi Febrianto (32) dan terdakwa Hendrik (36) dalam putusan terpisah hanya bisa menunduk dan terpaksa menerima putusan hukuman seumur hidup yang dibacakan oleh Hakim Ketua Surono.

Hakim Ketua Surono menyatakan (secara terpisah), keduanya terbukti dan secara sah melalukukan perbuatan melawan hukum dengan menawarkan untuk dijual, menerima atau perantara narkotika bukan tanaman lebih dari lima gram.

Sidang Pembacaan Vonis Dua Terdakwa Kurir Sabu 6 Kg Ditunda

Surono menyebutkan, keduanya terbukti secara sah melanggar pasal 114 ayat 2 jo pasal 132 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Untuk itu menjatuhi (keduanya) Pidana penjara seumur hidup dengan denda Rp 1 miliiar jika tidak dibayar akan diganti hukuman 6 bulan," ungkap Surono dalam persidangan secara bergantian kepada terdakwa Rafi dan Hendrik, Selasa 4 Desember 2018.

Setelah mendengar putusan Majelis Hakim, seketika kakak terdakwa Hendrik menangis sejadi-jadinya.

Pantauan Tribun Lampung, kakak perempuan Hendrik itu menangis setelah mendengar putusan kepada terdakwa Rafi.

Ia pun terus menangis hingga Majelis Hakim memutuskan hal serupa kepada terdakwa Hendrik.

Sidang pun ditutup oleh Majelis Hakim dengan tangis pilu sang kakak terdakwa Hendrik.

Terdakwa Hendrik (Kiri) saat berkosultasi dengan kuasa hukum Akhmad Kurniadi (tengah) dan Muhammad Iqbal (tribunlampung/Hanif Mustafa)

Polisi Gerebek Sabu 2 Kg Saat Terduga Kurir Beli Makan

Atas putusan ini, Kuasa Hukum dari Posbakum Muhammad Iqbal mengatakan bahwa vonis majelis hakim jauh tinggi dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Ini (putusan) jauh dari tuntutan JPU yang hanya 18 tahun penjara," ungkap Iqbal saat setelah persidangan.

Untuk itu, Iqbal mengaku kedua terdakwa meminta waktu untuk mengajukan banding atau tidak.

"Makanya kami menyatakan pikir-pikir atas putusan ini," tukasnya.

Terkait hal yang memberatkan terdakwa Rafi, Iqbal menuturkan bahwa Rafi sudah mengetahui rencana mengambil barang.

"Artinya terorganisir sampai barang yang mau diambil dan uang yang dibayarkan sebesar Rp 60 juta," sebutnya.

Sementara terdakwa Hendrik, lanjutnya, karena seorang residivis dengan kasus yang sama dan mengetahui jumlah barang yang akan diterima.

Terdakwa Rafi Febrianto (kiri) menghela nafas panjang saat berkosultasi dengan kuasa hukum Akhmad Kurniadi (tengah) dan Muhammad Iqbal (kanan). (tribunlampung/Hanif Mustafa)

Diimingi Upah Rp 5 Juta, Remaja Ini Nekat Jadi Kurir Sabu

Sebelumnya dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Selasa, 23 Oktober 2018, JPU Sabi'in menyatakan kedua terdakwa kurir sabu dari Lubuk Linggau, Sumatera Selatan terbukti melanggar pasal 114 ayat 2 jo pasal 132 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Memutuskan keduanya telah membuat mufakat jahat dengan melakukan perbuatan jual beli narkoba. Sehingga menuntut keduanya dengan pidana kurungan selama 18 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara," tegas JPU.

Adapun dalam dakwaan (terpisah), yang mana Rafi Febrianto (32), warga Dusun II Sidodadi, Desa Muara Aman, Kecamatan Bukit Kemuning, Lampung Utara berperan sebagai kurir yang mengambil sabu 6 kg dari Lubuk Linggau, Sumsel, kemudian membawanya ke Bandar Lampung.

Kemudian terdakwa kedua, yakni Hendrik (36), warga Jalan Laksamana Martadinata, Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Telukbetung Selatan, Bandar Lampung.

Dalam dakwaan, ia berperan sebagai kurir penerima sabu 6 kg dari Rafi.

Seorang Ibu di Kotabumi Disuruh Anaknya Jadi Kurir Sabu

Dalam kesaksiannya, Rafi mengaku menjadi kurir sabu lantaran terjerat utang piutang dengan seseorang bernama Alam. Alam sendiri meninggal dunia setelah tertembak polisi karena melawan saat penangkapan.

"Awalnya, saya punya utang dengan Alam, Rp 10 juta, karena ada keperluan. Utang itu Januari 2018. Perjanjiannya, saya kembalikan setelah Lebaran," tutur Rafi.

Namun, beber Rafi, ternyata Alam menagih utang tersebut pada April. Saat itu, Rafi mengaku tidak memiliki uang.

"Dia akhirnya pergi. Kemudian, dia datang lagi. Dia minta tolong terus. Dia nawarinkeuntungan Rp 60 juta, tapi bagi dua (masing-masing Rp 30 juta). Lalu, potong utang saya Rp 10 juta, jadi saya terima bersih Rp 20 juta. Saya tergiur," bebernya.

Rafi mengaku tahu bahwa tawaran tersebut adalah mengambil sabu 6 kg dari Lubuk Linggau.

Saat mengambil barang haram itu, ada rekan Alam bernama Wiko yang menemaninya.

"Saya berangkat (dari Bukit Kemuning, Lampura) ke Tanjungkarang untuk jemput Wiko. Lalu berangkat ke Lubuk Linggau, sampai malam hari. Saya enggak tahu tempatnya. Di jembatan apa gitu, saya lupa," katanya.

Bawa 6 Kg Sabu dari Lubuk Linggau, 2 Kurir Dituntut 18 Tahun Penjara

Rafi mengungkapkan, di lokasi, ada seorang remaja seperti anak punk yang menemuinya. Ia lalu mengambil sabu tersebut dan menaruhnya di jok tengah mobil.

"Saya enggak tahu gimana bisa orang itu datang. Yang jelas, dia teleponan dengan Wiko," bebernya.

Setelah itu, Rafi yang mengemudikan mobil pergi dari lokasi. Ia mengaku sempat mampir ke minimarket untuk membeli tali rafia.

"Kami ikat sabu ke ban serep di bawah mobil. Wiko yang ngerjain, saya jaga. Kemudian kami bawa ke Bandar Lampung lewat (jalan) lintas timur. Sampai Hajimena (Natar, Lampung Selatan), kami dapat telepon. Lalu, kami ke Jalan Raden Gunawan untuk bongkar (sabu) di samping minimarket. Belum turun, ada petugas (Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung) jemput," paparnya.

Saat penggerebekan tersebut, Wiko meninggal dunia tertembak polisi lantaran melawan. Petugas BNNP lalu meminta Rafi menelepon kurir yang bertugas mengambil sabu itu.

"Saya bilang sudah sampai. Dia (kurir) bilang bawa motor Honda Beat. Setelah itu, saya enggak tahu. Saya baru tahu yang saya telepon itu Hendrik, di sebelah saya ini," katanya.

Drama Penangkapan Kurir Narkoba di Bandar Lampung: Tabrak Petugas BNNP, Pelaku Tewas Ditembak

Rafi mengaku khilaf menerima tawaran menjadi kurir sabu.

"Saya enggak makai. Saya juga belum pernah ngantar, baru sekali itu. Saya kenal sama Alam karena satu pekerjaan. Tahun 2013 saya keluar, baru November 2017 ketemu lagi," jelasnya. (*)

Berita Terkini