Profesor Hamid, Penggembala Kambing asal Lampung Tengah yang Jadi Dosen di Negeri Paman Sam
Laporan Reporter Tribun Lampung Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Siapa sangka, seorang pria asal Lampung Tengah bisa meraih gelar profesor dan menjadi dosen di Negeri Paman Sam.
Dia adalah Prof Hamid Nurrohman DDS PhD.
Terlebih lagi jika melihat fakta bahwa Hamid menghabiskan masa kecilnya menggembalakan kambing milik orangtuanya, Imam Mahmud dan Aan Rohanah, di sebuah kelurahan bernama Yukum Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
Hamid kini tercatat sebagai salah satu dosen tetap di Missouri School of Dentistry and Oral Health (MOSDOH), Amerika Serikat.
Selain MOSDOH, Hamid juga menjadi "dosen terbang" di University of California-San Francisco (UCSF), California, AS.
• Sabrina Chairunnisa Ungkap Keinginannya ke Deddy Corbuzier Seusai Wisuda S2, Sebut Jadi Profesor
Gembalakan Kambing
Namun, tidak mudah bagi Hamid untuk meraih semua impian masa kecilnya itu.
Hamid mengatakan, kunci keberhasilannya tidak bisa lepas dari peran dan pendidikan yang diberikan kedua orangtuanya.
"Kedua orangtua saya sama-sama kepala sekolah (SD). Sejak kecil, saya dididik dengan keras," kata Hamid kepada Tribunlampung.co.id melalui sambungan telepon, Selasa, 5 Februari 2019.
"Bahkan, saya dapat tugas menggembalakan kambing. Lumayanlah, ada beberapa puluh ekor. Dari situ, saya dapat banyak pelajaran dan pengalaman yang luar biasa," beber pria kelahiran Yukum Jaya, 25 Februari 1978 ini.
Selain itu, terus Hamid, keikutsertaannya dalam kelompok ilmiah remaja (KIR) di SMAN 1 Poncowati, Terbanggi Besar berdampak sangat besar terhadap kariernya yang diraih sekarang.
"Saat SMA, saya ikut KIR karena memang suka penelitian. Pengalaman di KIR itulah yang bisa membawa saya jadi seperti sekarang ini," imbuh suami dari Lisa Yustisia ini.
Bertabur Prestasi
Selepas SMA, Hamid menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Trisakti, Jakarta.
Selama kuliah di sana, Hamid mampu memaksimalkan hobinya melakukan penelitian.
Berbagai prestasi dan penghargaan disabet bapak dua anak ini, baik level nasional maupun internasional.
Pada Agustus 2002, Hamid menjuarai Scientific Research Competition “Student Clinician Program", Dentsply Indonesia di Surabaya, Jawa Timur.
Masih pada bulan yang sama, pria berkacamata ini menjadi yang terbaik di ajang Penghargaan Ilmuwan Muda Indonesia yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Sebulan berselang, Hamid meraih peringkat kedua di level yang lebih tinggi, yakni Scientific Research Competition “Student Clinician Program", Dentsply Asia di Wan Chai, Hong Kong.
Hebatnya lagi, Hamid dianugerahi penghargaan Satyalancana dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005.
• Profesor India Sebut Perempuan Sering Bercelana Jeans Rentan Punya Anak Transgender dan Autis
Kesempatan besar dalam karier Hamid datang pada tahun 2008.
Ia mendapatkan tawaran beasiswa untuk kuliah di Tokyo Medical and Dental University (TMDU), Tokyo, Jepang.
"Untuk program S3 ini, saya mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Jepang. Namanya Monbukagakusho Scholarship," tutur Hamid.
Di situ, Hamid menyelesaikan kuliah master sekaligus doktoral dalam tempo empat tahun.
"Setelah menamatkan program doktor (PhD) di Jepang, saya sempat kembali bekerja sebagai dosen di FKG Trisakti," imbuhnya.
Lima tahun mengabdi di kampus almamaternya, Hamid kembali ditawari program postdoctoral di University of California-San Francisco (UCSF), California, AS.
"Untuk program posdoctoral, saya mendapatkan beasiswa dari United States-National Institutes of Health (US-NIH)," jelas dia.
Setelah meraih gelar profesor, Hamid tak bisa menolak saat ditawari mengajar di Missouri School of Dentistry and Oral Health.
Paten Internasional
Sebagai profesor di kedokteran gigi, Hamid menekuni bidang restorative dentistry.
"Selain bekerja sebagai profesor di bidang restorative dentistry di MOSDOH, saya mengajar sebagai visiting professor di UCSF," tambah Hamid.
Di MOSDOH, kemampuan Hamid di dunia riset semakin terasah.
Bagi Hamid, penelitian sudah menjadi bagian dari kehidupannya.
Di sela kesibukannya mengajar, ia selalu menyempatkan diri untuk melakukan penelitian.
Hingga kini, tak kurang dari 15 jurnal ilmiah sudah dipublikasikannya.
Puncaknya, ia bisa mendapatkan paten internasional di bidang reminarelisasi gigi pada 2017 lalu.
Link-nya bisa diklik di sini.
• Jabat Pangkostrad, Inilah Letjen Andika Perkasa Menantu Profesor Intelijen Hendropriyono
Green Card
Saat ini, Hamid dan keluarga kecilnya menempati sebuah rumah di 1904 Salter Place, Kirksville, Missouri, AS.
Bersama Lisa Yustisia, Hamid dianugerahi dua anak, yakni Muhammad Ali Nurrohman (11) dan Kate Nurrohman (4).
Selama tinggal di negeri orang, Hamid mengaku tak pernah mendapatkan masalah berarti.
Apalagi ia mengantongi visa istimewa yang disebut Green Card.
Dengan Green Card, Hamid dan keluarganya memiliki hak yang sama dengan warga AS lainnya.
"Bedanya, saya dan keluarga cuma gak boleh ikut pemilu," ujar Hamid.
Hamid mengaku beruntung bisa mendapatkan Green Card dalam tempo singkat, yakni hanya satu tahun setelah bermukim di AS.
Pasalnya, kebanyakan imigran harus menunggu 20-30 tahun untuk bisa memilikinya.
"Setelah menunggu sekian lama, itu pun belum tentu mereka bisa dapat Green Card," imbuhnya.
Meski begitu, Hamid menegaskan, ia dan keluarganya tidak akan berpindah kewarganegaraan sampai kapan pun.
"Tentu, saya ingin kembali ke Indonesia suatu saat nanti. Saya ingin mengajar dan berbagi ilmu tentang kedokteran gigi kepada mahasiswa Indonesia. Saya juga bermimpi untuk membuat universitas di bidang FK & FKG, rumah sakit, research center dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yang bisa bermanfaat dan menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia," ungkap Hamid.
• Donald Trump Serukan Antiimigran, Ini Reaksi Bos-bos Perusahaan Teknologi AS
Rindukan Suara Azan
Sebagai seorang Muslim, Hamid dan keluarganya mengalami sedikit kesulitan jika ingin menjalani ibadah di masjid.
Pasalnya, di sekitar tempat tinggalnya tidak ada bangunan masjid.
"Masjid paling dekat sekitar 1,5 jam perjalanan dari sini. Saya sangat merindukan suara azan," ujar Hamid pelan.
Sehari-hari, Hamid dan keluarga lebih banyak beribadah di rumah.
Demi membuat anak sulungnya, Ali, bisa belajar membaca Alquran, Hamid harus "mendatangkan" guru dari Pakistan.
"Belajarnya via online pakai Skype. Jadi belajarnya setiap hari pas Magrib," ucap Hamid lagi.
Untuk urusan makan, Hamid mengaku tak ada masalah.
Sebab, selama ini sang istri sangat lihai meracik menu ala Indonesia.
"Kayak lontong sayur dan masakan Indonesia lainnya istri saya bisa bikin. Apalagi di sini ada toko yang menjual berbagai bahan makanan Asia," tambah Hamid.
Meski begitu, tak bisa dimungkiri Hamid ternyata sangat merindukan menu nasi padang.
"Wah, kalo nasi padang jangan ditanya. Kangen banget. Apalagi yang namanya telur dadar, tunjang, kikil, sama kerupuk paru," kata Hamid seraya terkekeh. (*)