LAPORAN REPORTER TRIBUN LAMPUNG EKA AHMAD SHOLICHIN
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Fenomena kawanan monyet kerap turun dari Bukit Kunyit hingga meresahkan warga setempat telah menyibak problem lama di Bandar Lampung. Kuat dugaan kawanan monyet itu mulai terdesak karena habitatnya telah rusak akibat eksploitasi berlebihan Bukit Kunyit.
Terkait dugaan eksploitasi bukit tersebut, lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung membenarkannya. Walhi menyebut, praktik eksploitasi berlebihan terhadap bukit bisa mengancam habitat satwa yang berada di bukit.
"Jika habitat di bukit rusak atau tempat cari makan sudah tidak ada, maka satwa yang ada di bukit bisa turun dan masuk ke permukiman warga," kata Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Lampung Irfan Tri Musri kepada awak Tribun Lampung, Senin (11/2/2019).
Lebih dari itu, Irfan menjelaskan, eksploitasi berlebihan terhadap bukit akan memengaruhi fungsinya sebagai daerah resapan air.
"Biasanya, bukit identik dengan pepohonan. Sekarang, pepohonan sudah tidak ada lagi di banyak bukit. Banyak bukit di Bandar Lampung sudah berubah jadi dataran biasa," ujarnya.
Irfan mengungkapkan, bukit-bukit di Bandar Lampung rata-rata berstatus kepemilikan pribadi. Meskipun demikian, pihaknya berpendapat, Pemkot Bandar Lampung tetap harus mengatur pengelolaannya sejak awal.
"Jangan asal-asalan saja. Jangan jadikan bukit sebagai lokasi perumahan dan segala macamnya. Sebab, itu tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Bandar Lampung," papar Irfan. "Mengacu perda tersebut, bukit merupakan tempat konservasi. Tapi, kenyataannya tinggal beberapa saja bukit di Bandar Lampung yang masih utuh," imbuhnya.
Irfan menjelaskan, Walhi sebenarnya sudah pernah menyarankan agar Pemkot Bandar Lampung membuat Perda tentang Perlindungan Bukit.
"Selain untuk menjaga estetika bukit, perda itu juga untuk mempertahankan luasan ruang terbuka hijau di Bandar Lampung," katanya.
Tinggal Tiga Bukit
Berdasarkan data Walhi Lampung, terdapat total 32 bukit di Bandar Lampung. Namun, dari jumlah tersebut, tinggal tiga bukit lagi yang kondisinya masih terjaga.
Tiga bukit yang masih bagus itu masing-masing Bukit Sulah, Bukit Banten, dan Bukit Kucing.
"Tiga bukit ini masih bisa bertahan. Terutama, Bukit Sulah. Warga sekitar bahkan semacam memistikkan bukit ini. Makanya juga, masih terjaga," jelas Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Lampung Irfan Tri Musri kepada awak Tribun Lampung, Senin (11/2/2019).
"Bukit Banten juga masih banyak monyetnya. Warga semacam takut. Kalau 'ganggu' bukit, monyet-monyet bakal turun ke rumah mereka," imbuh Irfan.
Sementara 29 bukit lainnya, ungkap Irwan, kondisinya sudah tak terjaga.
"Bukit-bukit lainnya, bisa kita lihat dengan kasat mata. Seperti Bukit Kunyit, Bukit Camang, dan lainnya. Di dekat Bukit Banten, ada Bukit Sukamenanti. Di situ ada aktivitas penambangan (batu)," beber Irfan.
"Mungkin monyet-monyet merasa ada ancaman dari Bukit Sukamenanti. Makanya, tahun 2016 sempat heboh monyet-monyet turun ke permukiman dari Bukit Banten," sambungnya.
Gerakan 2019
Pada 2019 ini, Walhi Lampung berencana melaksanakan gerakan survei bukit di Bandar Lampung. Pihaknya akan memastikan lagi satu per satu kondisi bukit-bukit saat ini.
"Dalam Perda Tata Ruang Bandar Lampung, bisa kita sebutkan ada beberapa bukit dan bukit mana saja. Nanti tinggal kesadaran si pemilik bukit. Kalau sudah rata seperti Bukit Kunyit, memang sudah tidak bisa kita apa-apakan lagi. Kecuali, bukit-bukit yang jadi kawasan perumahan. Mungkin bisa kita buat jadi perumahan hijau, dengan berbagai pohon. Itu kalau pengembangnya bagus," terang Irfan.
Ia menambahkan, apabila kondisinya sudah seperti Bukit Kunyit atau Bukit Balau di Jalan Soekarno-Hatta, Bypass, maka bisa saja ada perataan lahan untuk menjadi ruang terbuka hijau.
"Kalau mau jadi ruang terbuka hijau, bisa saja kalau yang milik pribadi. Pertanyaannya, apakah mau? Maka itu, pemkot harus tegas aturannya," tandas Irfan.
Eksploitasi Bukit Kunyit
Di kawasan Bukit Kunyit, tepatnya RT 16, Lingkungan I, Kelurahan Bumi Waras, Kecamatan Bumi Waras, warga setempat sudah resah. Penyebabnya, kawanan monyet kerap turun dari bukit ke permukiman, bahkan nyaris ke Jalan Yos Sudarso.
Tak sekadar turun, monyet-monyet masuk ke dalam rumah, lalu mengambil makanan. Atap beberapa rumah warga juga rusak karena monyet-monyet tersebut kerap berkeliaran di atas rumah.
Pantauan awak Tribun Lampung, Minggu (10/2/2019), belasan monyet turun hingga tepi jalur dua Jalan Yos Sudarso. Beberapa di antaranya bergelantungan di pohon besar. Ada pula yang berkerumun di bangunan bekas bengkel, depan lokasi pembangunan Rumah Sakit Budi Medika.
Tamino, ketua RT 16 yang juga berjualan soto di pinggir Jalan Yos Sudarso, mengungkapkan, monyet turun dan berkeliaran mulai dari Gang Royal menuju permukiman warga hingga batas SD Negeri 1 Bumi Waras. Monyet-monyet, beber dia, sering mengambil makanan penjual makanan di lingkungan setempat. Termasuk, di warung sotonya.
"Mungkin saking laparnya. Makanya saya nggak pernah pergi. Kalaupun pergi, tetap harus ada yang nungguin warung. Kalau nggak, monyet-monyet itu ngambil lontong sama kerupuk," tutur Tamino.
Kondisi demikian, menurut Tamino, sudah berlangsung kurang lebih setengah tahun terakhir.
"Turun sampai ke rumah saya juga. Pernah beli pisang untuk makanan burung. Pas saya tinggal, habis. Telur-telur juga habis. Kami jadi resah," katanya.
Tamino menuturkan, monyet-monyet biasanya masuk ke rumah melalui pintu yang terbuka untuk mengambil makanan.
"Tapi kalau sampai gigit warga, belum pernah terjadi," imbuhnya.
Menurut Tamino, monyet-monyet tidak menyerang apabila mendapatkan makanan. Meskipun demikian, warga tetap khawatir seandainya monyet-monyet itu menyerang anak-anak.
"Memang ada yang ngelawan, yang ukuran besar. Tapi kalau kita kasih makan, nggak nyerang. Sepertinya turun karena memang lapar aja," ujar Tamino. "Takutnya gigit, terutama anak-anak. Kan bisa kena rabies," sambungnya.
Tamino mengungkapkan, jumlah monyet turun dari Bukit Kunyit ke permukiman warga bisa sampai seratusan ekor.
"Kurang lebih seratusan. Kan sekali beranak, tiga sampai empat ekor. Kayaknya beranak-pinak terus," katanya.
Heru, warga yang juga berjualan di tepi Jalan Yos Sudarso, membenarkan monyet-monyet kerap mengambil makanan.
"Turun ambil makanan kecil kayak tomat, sayur-sayuran," ujarnya.
Sebagai antisipasi, Heru biasanya mengusir monyet-monyet tersebut.
"Nggak tega kalau mau mukul. Antisipasinya cuma jagain dan simpan makanan," kata pengusaha warung makan ini.
Heru juga merasa resah dengan kondisi tersebut. Meskipun warga sudah memasang asbes untuk penghalang, tetapi monyet-monyet tetap bisa membukanya.
"Yang turun banyak banget, sampai puluhan ekor. Tinggalnya di gudang itu. Biasanya turun pagi sama siang sekitar jam 3-an," ujarnya.
Kuat dugaan turunnya kawanan monyet ke permukiman warga lantaran eksploitasi berlebihan terhadap Bukit Kunyit. Selama ini, bukit tersebut menjadi tempat tinggal monyet ekor panjang.
Tamino, ketua RT 16, memperkirakan, makanan sekaligus habitat monyet di Bukit Kunyit sudah habis.
"Kadang maklum juga monyet-monyet itu pada turun. Mungkin di bukit sudah nggak ada makanan. Bukit habis karena batunya dicongkeli (ditambang) terus," katanya.
Heru, warga yang berjualan, juga menduga monyet-monyet turun karena kehabisan makanan akibat eksploitasi Bukit Kunyit.
"Bukit itu habis dikeruk. Mungkin sudah nggak ada buah-buahan, makanya monyet-monyet turun cari makanan," ujar Heru.
"Ya harapannya monyet-monyet itu tetap di habitat aslinya daripada menyusahkan warga. Takut kejadian apa-apa," imbuhnya.
Pihak RT dan warga pun berharap pihak terkait mengambil tindakan terkait kondisi ini.
"Maunya ada penanganan, karena bukit itu sudah habis. Dulu kan banyak buah-buahan kayak mangga, alpukat, jambu monyet. Sekarang sudah nggak ada karena bukitnya habis," jelas Tamino.
Distan Janji Turunkan Petugas
Dinas Pertanian Bandar Lampung berjanji mengambil langkah dengan menurunkan petugas. Tujuannya untuk mengecek informasi mengenai kerap turunnya monyet-monyet dari Bukit Kunyit ke permukiman warga.
"Kalau informasinya positif, nanti kami turunkan tim ke sana," kata Kepala Dinas Pertanian Bandar Lampung Agustini, Minggu (10/2/2019).
Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam terkait penanganan satwa liar tersebut.
"Untuk satwa liar, kan ranahnya BKSDA. Kalau ada gigitan rabies, itu kewenangan kami," ujar Agustini.