Kasus Suap Lampung Selatan

BREAKING NEWS - Bahas Proyek Rp 350 Miliar, Zainudin Hasan Hanya Libatkan Agus BN dan Anjar Asmara

Penulis: hanif mustafa
Editor: Daniel Tri Hardanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara sebelum memasuki ruang sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Kamis, 21 Februari 2019. Bahas proyek Rp 350 miliar, Zainudin Hasan hanya libatkan Agus BN dan Anjar Asmara.

BREAKING NEWS - Bahas Proyek Rp 350 Miliar, Zainudin Hasan Hanya Libatkan Agus BN dan Anjar Asmara

Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Hanya dalam empat kali pertemuan, penerima plotting proyek Dinas PUPR Lampung Selatan langsung ditentukan.

Mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Kamis, 21 Februari 2019, mengatakan, setidaknya ada empat kali pertemuan dengan Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan untuk membahas plotting proyek.

"Plotting pertama di rumah dinas, kemudian di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta, rumah pribadi bupati, dan di ruang dinas bupati," ungkap Anjar saat memberi kesaksian dalam perkara terdakwa Agus BN, anggota DPRD Provinsi Lampung nonaktif.

BREAKING NEWS - Sidang Lanjutan Suap Proyek Dinas PUPR, Agus BN dan Anjar Asmara Bertukar Kesaksian

Anjar menjelaskan, pertemuan ini untuk membahas plotting pekerjaan tahun 2018 dengan total anggaran Rp 350 miliar.

"Sebelum pertemuan, dipanggil (oleh Zainudin Hasan) melalui telepon," ujarnya.

Pertemuan membahas plotting proyek, kata Anjar, hanya melibatkan sedikit orang.

"Hanya saya, Agus, dan bupati. Kadang saya dan bupati saja," ucapnya.

Anjar mengaku jarang bersama Agus saat membahas plotting proyek di Lampung Selatan.

"Pernah pertemuan ramai di Fairmont, Senayan. Ada Agus BN, Bobby (Zulhaidir), (Ahmad) Bastian, dan bupati," katanya lagi.

"Jadi dalam pembahasan plotting Bobby diberi pekerjaan proyek 2018 dengan nilai Rp 79 miliar. Kurang lebih 12 item pekerjaan," imbuh Anjar.

Kata Anjar, ia tidak mengetahui bendera perusahaan yang digawangi oleh Bobby.

"(Perusahaan Bobby) Tidak tahu. Beliau (bupati) hanya omong Bobby. Perusahaan gak pernah nyinggung," tegasnya.

Anjar menyebutkan, Zainudin juga memberikan proyek Rp 50 miliar ke Gilang Ramadhan dan Rp 50 miliar untuk Bobby.

"Itu di rumah dinas, dan di kantor bupati dibagi kecil-kecil untuk Saiful Djarot dan wartawan," kata Anjar.

Menurut Anjar, plotting proyek langsung dilaksanakan sesuai arahan Zainudin Hasan.

"Beliau yang bicara, saya yang mencatat di kertas kosong," ucap Anjar.

Anjar menuturkan, dalam setiap pertemuan ada diskusi pembagian nilai plotting proyek Dinas PUPR Lampung Selatan.

"Seperti Wahyu Lesmono, anggota DPRD Kota Bandar Lampung, yang semestinya mendapat jatah Rp 10 miliar. Setelah diskusi hanya mendapat Rp 7,5 miliar," sebut Anjar.

"Yang bersangkutan (Wahyu Lesmono) tidak ada. Nilai proyek dikurangi untuk bagi-bagi yang lain," tambahnya.

Bancakan LSM dan Wartawan

Selain perusahaan, ternyata paket proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan juga menjadi bancakan kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan wartawan.

Hal itu dikatakan Ruswan Effendi, direktur CV Berkah Abadi, saat memberi kesaksian dalam sidang kasus dugaan suap proyek Dinas PUPR Lampung Selatan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 18 Februari 2019.

Dalam sidang tersebut, Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan menjadi terdakwa.

• BREAKING NEWS - 2 Tahun Perusahaan Zainudin Hasan Raup 27 Proyek Rp 116 Miliar Tanpa Fee 20 Persen

Meski tidak mendapat mandat secara langsung dari Zainudin Hasan, Ruswan mengaku mendapat proyek senilai Rp 30 miliar.

"Saya dapat paket tahun 2017 dari Pak Kadis PUPR. Waktu itu (dijabat) Hermansyah Hamidi," kata Ruswan.

Sebelum menerima paket pekerjaan, terus Ruswan, ia diminta mendata nama-nama yang ingin mendapatkan proyek.

"Saya data, baik dari perusahaan profesional, pers, dan LSM," ungkapnya.

Setelah menyetorkan beberapa nama, Ruswan menerima telepon dari Kabid Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan Syahroni.

"Paket pekerjaan saya lupa berapa. Dan, juga waktu itu Syahroni langsung telepon ke yang bersangkutan dan ada yang lewat ke saya," ucapnya.

Meski lupa jumlah paket yang didapat, Ruswan mengaku diberikan paket proyek senilai Rp 30 miliar.

"Awalnya Rp 50 miliar, tapi ditarik Rp 10 miliar oleh Pak Zainudin untuk diserahkan ke DPRD (Lampung Selatan)," ungkapnya.

"Kemudian baru bisa mengerjakan paket proyek Rp 30 miliar karena Rp 10 miliar waktunya habis," ucapnya.

Adapun fee proyek yang disepakati sebesar 21 persen dari nilai pekerjaan.

"Saya lupa berapa. Tapi, saya serahkan empat kali tahapan ke Agus BN sesuai perintah Hermansyah," tuturnya.

Ruswan mengaku komitmen fee tersebut sedikit dipaksa.

Lantaran kesepakatan awal fee hanya 2,5 persen dan hanya untuk peserta lelang.

"Setelah selesai pekerjaan, tiba-tiba Pak Hermansyah meminta dengan menyampaikan, 'Tolong diserahkan kewajibannya. Jika tidak bayar, berimbas pada pekerjaan lainnya,'," tandas Ruswan.

• BREAKING NEWS - Sebelum Zainudin Hasan Terjerat Kasus Suap, PT KKI Dapat Proyek Rp 42 Miliar

 

27 Proyek Senilai Rp 116 Miliar

Hanya dalam tempo dua tahun, perusahaan milik Zainudin Hasan mendapatkan 27 proyek senilai Rp 116 miliar tanpa dikenai fee 20 persen.

Perusahaan tersebut adalah PT Krakatau Karya Indonesia (KKI).

Hal itu terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap proyek Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 18 Februari 2019.

Kepada anggota majelis hakim Baharudin Naim, Direktur PT KKI Bobby Zulhaidir mengaku PT KKI selama 2017 hingga 2018 mendapatkan total 27 proyek senilai Rp 116 miliar.

Rinciannya, 12 proyek senilai Rp 38 miliar pada 2017 dan 15 proyek sebesar Rp 78 miliar pada 2018.

Menariknya, tidak seperti rekanan lain, PT KKI tidak dikenai kewajiban fee 20 persen.

"Jadi setelah saya mendapat proyek 2017, kemudian Anjar jadi Kadis PUPR, dan saya diminta Zainudin Hasan untuk berkoordinasi dengan Anjar," papar Bobby.

Kemudian Bobby mendapat kabar bahwa PT KKI mendapatkan 12 paket proyek.

"Waktu itu anggaran sekitar Rp 38 miliar," ucapnya.

Untuk mengerjakan 12 paket proyek tersebut, Bobby mengaku meminjam 12 nama perusahaan lain.

"Saya minta (Ahmad) Bastian untuk jadi pelaksana lapangan, dan saya ketemu Imam (Sudrajat) untuk mencari bendera perusahaan lain," katanya.

Bobby juga mengaku bahwa 12 paket proyek tersebut tidak dipotong fee proyek seperti komitmen terhadap rekanan lainnya.

"Tidak (ada fee). Semua masuk ke KKI.  Keuntungan Rp 9,9 miliar," tuturnya.

"Kalau tahun 2018, nyari bendera perusahaan lain 15," sebut Bobby.

Baharudin Naim juga menyinggung perusahaan Zainudin Hasan yang bergerak di bidang asphalt mixing plant (AMP).

"Besar mana, proyek atau AMP?" tanya Baharudin kepada Bobby.

"Banyak proyek," kata Bobby.

"Jadi penghasilan sampingan lebih banyak dibanding yang utama," timpal Baharudin.

Bobby hanya bisa terdiam.

• BREAKING NEWS - Pakai Rekening Pegawai, Zainudin Hasan Belanja Baju Koko Senilai Rp 595 Juta

Selanjutnya, ia mengaku pada tahun 2018 PT KKI telah menerima 15 paket proyek di lingkungan Dinas PUPR Lampung Selatan.

"Paket proyek Rp 78 miliar. Kalau keuntungan belum bisa diketahui," tandasnya.

Dalam persidangan, dua saksi dari PT Krakatau Karya Indonesia (KKI) mendapat sindiran dari Baharudin.

Kedua saksi itu adalah M Yusuf dan Asnawi.

Sindiran terucap setelah Direktur PT KKI Bobby Zulhaidir mengakui bahwa perusahaan itu adalah milik terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan.

Dalam persidangan kasus dugaan suap proyek Dinas PUPR Lampung Selatan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 18 Februari 2019, Yusuf dan Asnawi bersikeras mengatakan bahwa PT KKI adalah milik Bobby Zulhaidir.

"Saudara saksi Bobby Zulhaidir, pemilik KKI ini siapa?" tanya Baharudin kepada Bobby.

"Kalau legalitas saya. Pemilik modalnya dari PT Buana Mitra Bahari," jawab Bobby.

"Jadi tegas Anda sebutkan bahwa PT KKI itu milik Zainudin Hasan?" tanya Baharudin.

"Ya seperti itu," jawab Bobby.

"Nah, dengar itu, Saksi. Jangan berlagak pilon (pura-pura tak tahu)!" kata Baharudin.

Sementara Direktur CV Imam Jaya Teknik Imam Sudrajat mengaku dirinya dimintai tolong untuk mencarikan perusahaan guna mengikuti lelang di Dinas PUPR Lampung Selatan.

"Ya saya dimintai tolong untuk melengkapi pekerjaan di Bina Marga. Kemudian saya digaji Rp 5 juta per bulan dan uang transport," jelas Imam.

Langsung Sepi Proyek

Pasca kasus dugaan suap mendera Lampung Selatan, praktis PT Krakatau Karya Indonesia (KKI) langsung sepi pekerjaan.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bagian Keuangan PT KKI M Yusuf dalam persidangan kasus dugaan suap proyek Dinas PUPR Lampung Selatan dengan terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 18 Februari 2019.

"Jadi PUPR Lampung Selatan ngambil aspal di KKI ya?" tanya anggota majelis hakim Mansyur Bustami.

• BREAKING NEWS - Pakai Rekening Pegawai, Zainudin Hasan Belanja Baju Koko Senilai Rp 595 Juta

"Iya, dan di luar (PUPR) itu," ungkap Yusuf.

"Apa hubungannya terdakwa (Zainudin Hasan) dengan KKI?" tanya Mansyur lagi.

"Saya gak tahu. Pimpinan saya Bobby (Zulhaidir)," jawab Yusuf.

"Memang digaji berapa kerja di KKI?" tanya Mansyur.

"Rp 5 juta," ujar Yusuf.

"Sekarang (gajinya)?" tanya Mansyur.

"Belum gajian, karena belum ada pekerjaan. Terakhir pekerjaan Desember 2018," kata Yusuf.

Yusuf menuturkan, dalam kurun 2017 hingga 2018 PT KKI mendapatkan proyek sebesar Rp 42 miliar.

"Tahun 2017 anggaran masuk Rp 16 miliar dan 2018 masuk Rp 26 miliar," sebut Yusuf.

Sementara itu, General Manager PT KKI Asnawi mengaku tidak tahu pasti figur pemodal di balik perusahaan tempatnya bekerja.

"Setahu saya punya Pak Bobby," tandasnya. (*)

Berita Terkini