Pada pemilu 2019, pasangan Prabowo-Sandiaga didukung oleh partai-partai dan kelompok organisasi masyarakat Islam. Politik identitas mendapat momentum dan disuarakan secara terbuka.
Willy melihat bahwa hal politik identitas ini akan terulang pada pemilu 2024, terutama karena tidak adanya mobilisasi politik yang baru yang bisa menjadi alternatif bagi politik identitas.
"Partai-partai kita ini relatif punya ideologi yang sama, malah bisa dibilang tidak punya ciri khas ideologi tertentu," kata Willy.
Dengan batas-batas yang kabur, maka publik masih sulit melihat secara kontras beda antara satu partai dengan partai yang lain.
"Terlebih lagi politik kita lucu. Tidak ada garis koalisi yang kuat yang mengelompokkan partai-partai dengan ideologi tertentu dengan ikatan koalisi yang mapan. Koalisi di tingkat nasional bisa berbeda dengan koalisi di tingkat daerah."
Menurut Willy ketiadaan alternatif ini akan membuat politik identitas masih menjadi pemandangan ke depan.
Dhani melihat bahwa butuh kerja keras untuk mengatasi politik identitas. Ia melihat bahwa strategi menggunakan politik identitas sudah masuk ke dalam institusi formal seperti pendidikan dan birokrasi tanpa disadari.
"Pemerintah dan masyarakat sipil disibukkan dengan perbaikan-perbaikan infrastruktur politik seperti regulasi, tetapi belum secara serius menggarap pendidikan politik. Ini kan kosong, yang masuk kemudian politik identitas yang ingin merebut kekuasaan lewat jalur-jalur demokrasi," kata Dhani.
Artikel ini telah tayang di BBC Indonesia dengan judul Hasil pemilu 2019: Perjalanan politik Prabowo sejak 2004, kekalahan dan peluangnya pada 2024