Fenomena Prostitusi Online via Media Sosial, Damar: Gawat Online
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Lembaga Advokasi Perempuan Damar melihat fenomena pemanfaatan media sosial untuk ladang prostitusi di Lampung sebagai bentuk gawat online.
Ketua Tim Advokasi Perempuan Damar Meda Fatinayanti mengatakan, makna prostitusi itu jelas.
"Kalau terjadi (prostitusi) itu ada kedua belah pihak yang menginginkan. Tapi, ada juga yang berkedok prostitusi, padahal sebenarnya masuk ranah trafficking," ungkap Meda, Kamis, 30 Mei 2019.
Namun, kata Meda, harus dilihat duduk perkaranya terlebih dahulu, seperti apa dan bagaiamana latar belakang prostitusinya.
"Kalau kami melihat prostitusi (online) itu sepanjang dia memang ada keinginan dan ada dua belah pihak," ucapnya.
Meda pun melihat prostitusi yang memanfaatkan sosial media sebagai gawat online.
"Memberantas gawat online itu juga susah. Jadi kebebasan dalam bersosial media sekarang ini memang ada manfaat dan ada enggaknya," ujarnya.
• Prostitusi Online Pakai MiChat Terbongkar di Garut, Pemesan dan PSK dari Bandung
• 20 Mahasiswi di Jogja Terlibat Prostitusi Online, Diamankan Polisi Ada yang Sedang Hamil
"Apalagi bagi yang tidak bisa menyaring, kadang-kadang terjebak. Kalau dalam Facebook dulu kebanyakan akibat (terjebak) terjadi trafficking," imbuhnya.
Meda menuturkan, gawat online ini bisa terjadi karena dua hal.
"Ada dua hal yang membuat prostitusi (online) terjadi. Pertama dampak dari pernah dia jadi korban trafficking, atau kedua menjadi korban perbuatan asusila, diperkosa. Banyak (kasus) akan korbannya. Dulu itu Facebook. Tapi ini (twitter) online," ucapnya.
Meda pun menuturkan, fenomena ini perlu ada campur tangan pihak pemerintah untuk melakukan kontrol.
"Karena prostitusi ini banyak modusnya," ujarnya.
Meski demikian, Meda mengaku pihaknya belum pernah menangani kasus serupa ini.
"Kita belum pernah menangani kasus ini. Tapi kami bisa saja menerima sepanjang itu ada yang melapor dan kami tahu di mana dan ada kaitannya dengan kekerasan wanita," tegasnya.
Atas maraknya prostitusi online melalui media sosial, Meda menuturkan perlu ada pembenahan regulasi terlebih dahulu.
"Ya regulasi dulu yang harus dibenahi. Kalau sepanjang tetap pada aturan yang ada, menjerat orangnya (pelaku) susah. Kita menjerat orang harus ada dasar. Tangkap-tangkap mau dituntut pasal berapa harus jelas," sebutnya.
Meda mengatakan, selama ini undang-undang hanya menjerat para penyedia bisnis esek-esek ini.
• Mbah Mijan Ramal Karir Vanessa Angel Usai Bebas dari Kasus Prostitusi Online
• Bareng Wanita Cantik, Hotman Paris Bongkar Penyebab Prostitusi Online Artis, Tonton Videonya
"Seperti Vanessa Angel lewat online tapi itu sangat disayangkan masih condong mencecar dianya (Vanessa). Sementara belum ada aturan penggunanya. Penjual itu kalau gak ada pembeli kan gak laku," serunya.
"Nah, itu (pengguna) gak pernah sama sekali bahkan diberitakan tidak pernah. Boro-boro dituntut," tambahnya.
Penerapan hukuman bagi pengguna, kata Meda, diharapkan bisa memberi efek jera.
"Tapi tidak bisa menjerat (pengguna) karena di situ (undang-undang) yang dipakai masih KUHP. Pidananya masih mengatakan bahwa kebanyakan pihak perempuan saja. Sementara pihak laki-laki gak ada aturan sehingga mereka bebas," bebernya.
Untuk itu, lanjut Meda, gunanya salah satu untuk mengajukan RUU penghapusan kekerasan seksual.
"Karena di situ sangat lengkap. Tetapi kan sekarang ini kenapa pihak DPR RI ini susah bener (mengesahkan)," ujarnya.
Meda menjelaskan bahwa dalam RUU PKS itu jelas regulasi terkait kekerasan seksual baik pemanfaatan perempuan untuk prostitusi.
"RUU PKS lebih lengkap, lebih detail. Namanya diperkosa, kalau alat kelamin gak masuk, gak disebut persetubuhan. Dan pelaku ini kan gak selamanya gak memakai alat kelaminmya. Ini kan susah untuk menerjemahkan itu selama ini," tandasnya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)