Kisah Thomas Riska Membangun Tegal Mas, Terkatung-katung di Tengah Laut Nyaris Diterkam Hiu
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PESAWARAN - Ada aturan khusus yang diterapkan Thomas Aziz Riska terhadap setiap pengunjung Tegal Mas.
Yaitu, tidak boleh merokok di dalam kamar villa maupun cottage.
Pengunjung juga tidak boleh minum minuman keras. Itu sebabnya, di seluruh area tidak boleh ada yang menjual rokok maupun miras.
Thomas ingin Tegal Mas menjadi tempat wisata yang sehat dan juga aman bagi siapa saja, khususnya bagi mereka yang datang bersama keluarga dengan membawa anak- anak.
BACA JUGA: Kisah Thomas Riska Bangun Pulau Tegal Mas di Lampung yang Penuh Spot Instagramable
BACA JUGA: Thomas Riska Pernah Dicap Orang Gila Saat Hendak Membangun Pulau Tegal Mas
Maka, diterapkanlah larangan merokok ataupun minum miras.
"Di restoran juga tidak akan dijual rokok atau bir. Aturan ini kita jaga ketat," ujarnya.
"Agar setiap pengunjung bisa benar-benar nyaman menikmati semua fasilitas yang ada tanpa perlu terganggu asap rokok ataupun orang mabuk," katanya.
Bagaimana jika ada turis asing yang memang sudah terbiasa merokok dan minum miras?
Thomas mengungkapkan, di salah satu sisi pulau sedang dikembangkan kawasan resort dan perhotelan yang nantinya akan mengakomodasi turis asing.
"Jadi kita lokalisir pada area khusus dengan akses terbatas," ujarnya.
Thomas konsisten dengan keputusannya untuk melarang rokok dan miras.
Pernah ada perusahaan rokok yang menawarkan sampai Rp 2 miliar dengan syarat memasang baliho-baliho di kawasan wisata tersebut.
"Saya tidak tergoda, saya tolak, saya tetap nyatakan Tegal Mas bersih dari rokok," katanya.
Saat mengantar Tribun berkeliling pulau dengan mengunjungi beberapa lokasi seperti Kampung Narada, Kampung Lombok Mas, dan Kampung Lombok Laut, Senin (17/6), Thomas menyalami beberapa pria yang sedang duduk tak jauh dari perahu yang berjejer di dermaga.
Siapa mereka? "Mereka itu tukang perahu yang menyeberangkan pengunjung dari dermaga di Sari Ringgung ke sini," jelasnya.
Mereka dulunya nelayan, namun kemudian diberdayakan oleh Thomas dengan menjadi ojek perahu.
Thomas sadar, mengelola Tegal Mas tidak akan ada manfaatnya jika hanya sekedar mengejar keuntungan belaka tanpa membantu taraf ekonomi masyarakat yang ada di sekitar.
• Trauma Melihat Suami, Istri Polisi di Bandar Lampung Jatuh Pingsan Saat Sidang Kasus KDRT
• Pria Tak Mempan Ditusuk sampai Pisau Bengkok Lantaran Jimat Kebal, Tewas Setelah Dihantam Batu
Para nelayan dari sekitar pulau dulunya melaut mencari ikan dua sampai empat hari dan ketika pulang ke rumah membawa uang Rp 300 ribu.
Setelah direkrut oleh Thomas dengan menjadi ojek perahu, dalam sehari mereka bisa membawa pulang sampai Rp 500 ribu.
Di Tegal Mas beroperasi sekitar 140 tukang perahu. Mereka semua dari kalangan nelayan yang beralih profesi menjadi ojek perahu.
Dengan penghasilan yang lumayan, kesejahteraan mereka juga terangkat.
Anak-anaknya pun bisa bersekolah dengan baik. Bahkan, istri mereka pun diberi pekerjaan sehingga lebih optimal.
"Saya ingin Tegal Mas ini membawa juga manfaat bagi masyarakat sekitar, termasuk manfaat ekonomi," ujar Thomas yang saat bersama Tribun, ditemani oleh Mr Khaled, seorang kawannya yang pensiunan jenderal polisi di Arab Saudi.
Saat berkeliling melihat cottage atau villa terapung di atas laut, ada hal menarik.
Di salah satu keramba terlihat beberapa ekor hiu yang masih kecil.
Malah, di bawah cottage biasanya ada penyu yang bebas berkeliaran, namun karena sekarang ini sedang dalam masa bertelur, dipindahkan agar tidak terganggu oleh aktivitas pengunjung.
Thomas mengatakan, dalam mengelola Tegal Mas, ia sangat concern menjaga kelestarian lingkungan di kawasan itu agar tidak dirusak oleh para penyelam.
Termasuk hiu yang ia jaga benar habitat dan kelangsungan hidupnya.
Untuk perhatiannya pada hiu, Thomas punya cerita tersendiri.
• Tim Relawan: Lampung Lebih Layak Jadi Ibu Kota Negara
Setahun lalu, tepat 11 Januari di hari ulang tahun ke-46, terjadi peristiwa yang tak akan bisa dilupakannya.
Suatu siang, saat menggunakan jetski di perairan Tanjungputus, dekat Tanggamus, tiba-tiba mesin jetski rusak dan meledak.
Thomas terkatung-katung di tengah laut. Tak ada sinyal HP untuk menelepon.
Yang menyeramkan, di perairan itu banyak terdapat hiu.
Saat tak berdaya terombang-ambing di laut, dia melihat di sekelilingnya banyak sirip hiu di permukaan. Dalam hatinya dia berkata, "Habislah saya."
Ia pun memasrahkan diri kepada Allah. Dan, entah bagaimana, hiu-hiu di sekeliling tidak memangsanya.
Ada beberapa memang yang menabrakkan diri ke badan Thomas, tapi tidak menerkam.
Dalam kondisi yang sudah lemah, Thomas tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Ia tak tahu sudah berapa lama terkatung-katung di tengah laut.
Lalu, dalam samar-samar, ia mendengar suara mesin kapal.
"Alhamdulillah, ya, Allah," pekiknya sembari melambaikan tangan.
Singkat cerita, Thomas berhasil diselamatkan oleh sebuah kapal motor yang ketika itu para awaknya hendak memancing.
Setelah sadar benar, ia pun tahu bahwa dirinya sempat terkatung-katung di tengah laut lebih dari 5 jam, saat siang dan terik matahari sedang tinggi-tingginya.
"Dari kejadian itulah muncul tekad saya untuk ikut menjaga dan melestarikan hiu yang ada di perairan ini. Termasuk jenis ikan lainnya, dan juga penyu yang banyak di sini," katanya.(*)