Laporan Wartawan Tribun Lampung Jelita Dini Kinanti
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Setiap manusia memiliki kecemasan. Kecemasan itu tidak dapat dikendalikan, bisa terkena Obsessive Compulsive Disorder (OCD) atau gangguan kecemasan.
Kaprodi Psikologi Universitas Malahayati Octa Reni Setiawati S.Psi, M.Psi mengatakan, penderita OCD dibagi dalam kategori obsessive dan compulsive.
Obsessive merupakan dorongan dalam pikiran untuk melakukan sesuatu berulang yang tidak dapat dikendalikan.
Dorongan itu membuat pikiran menjadi terganggu. Sedangkan compulsive merupakan perilaku atau tindakan mental repetitif.
Artinya dalam perilaku tersebut, seseorang menderita OCD pasti akan melakukan sesuatu yang berulang-ulang.
• Kenali Ragam Gejala Gangguan Sesak Napas
Tujuannya, untuk mengurangi ketegangan dan menjadi lega. Compulsive biasanya berkaitan dengan kebersihan dan keteraturan.
“Contoh mandi hingga berkali-kali dalam waktu hingga berjam-jam, cuci tangan berulang kali, menyusun benda supaya rapi. Contoh lainnya, mengecek sesuatu berulang kali seperti kompor, saklar, dan sebagainya,” urai Octa.
Ia menambahkan, obsessive dan compulsive merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan pada penderita OCD.
Menurut Octa, OCD banyak penyebabnya.
Satu di antaranya dari beberapa pandangan atau psikoanalisis. Setiap manusia pasti memiliki kecemasan.
Terkadang kecemasan itu tidak bisa dikendalikan sehingga mekanisme tubuh melakukan tindakan hingga berulang-ulang.
“Kecemasan itu misalnya dipicu oleh konsep yang salah tentang kebersihan. Contoh anak diberikan toilet training orangtuanya dengan keras, harus selalu bersih, tidak boleh pesing, dan kotor".
• Waspada Potensi Bayi Mendadak Meninggal Terkena Sudden Infant Death Syndrome
"Sehingga nantinya anak akan membersihkan toilet hingga berulang-ulang agar selalu bersih, tidak pesing, dan kotor,” paparnya.
Contoh lain, belajar dari keluarga yang juga penderita OCD. Keluarga itu melatih kebersihan dan keteraturan dengan berlebihan.
Alhasil, sejak masih anak-anak bisa bersih-bersih berulang-ulang, seperti membersihkan tempat tidur. Kalau tempat tidur belum bersih dan rapi belum berhenti.
OCD juga dapat disebabkan faktor biologis, pada fungsi tubuh terutama otak. Pemicu faktor ini seperti cedera kepala, dan tumor otak.
Penderita OCD maupun orang disekitar penderita OCD, sering tidak menyadari adanya gejala itu Mereka sering menganggap, orang rapi, teratur, dan bersih adalah wajar.
“Tapi jika sudah berlebihan sampai mengendalikan diri, harus segera diperiksa. OCD selain dapat mengganggu hidup penderitanya, juga bisa mengganggu hubungan dengan orang lain,” ujar Octa.
Contohnya, tidak mau meja disentuh orang lain karena takut kotor.
• Penderita Bipolar Alami Fase Mania dan Depresif
Setiap kali masuk rumah orang lain gagang pintu harus dibersihkan terlebih dahulu supaya tidak kena kuman, lagi rapat penting tiba-tiba keluar untuk cuci tangan, dan sebagainya.
Kategori Gangguan Jiwa
OCD masuk kelompok gangguan jiwa. Penderitanya usia remaja hingga awal dewasa.
Kaprodi Psikologi Universitas Malahayati Octa Reni Setiawati S.Psi, M.Psi menyampaikan, semisal ada anggota keluarga memiliki gejala OCD, jangan dijauhi atau dihakimi.
Sebaliknya langsung dibawa konsultasi ke psikolog atau psikiater (dokter jiwa) untuk memastikan menderita OCD atau tidak. Gangguan tersebut masih bisa diatasi dengan kolaborasi antara psikolog dengan dokter jiwa.
Psikolog akan memberikan psikoterapi untuk mengelola pikiran dan perilaku. Sementara dokter jiwa akan memberikan obat-obatan.
Menurut Octa, mengatasi OCD membutuhkan waktu lama. Psikoterapi tidak bisa dilakukan sekali sampai dua kali, minimal 8-12 kali.
• Sering Teriak Picu Bejolan Pita Suara
Awal psikoterapi, penderita OCD pasti akan mengalami kesulitan dan masih bergantung dengan psikolog.
Ia menambahkan, OCD harus segera diatasi. Jika tidak, akan berlangsung hingga seumur hidup.
Seiring pertambahan usia, perilaku penderita OCD akan makin banyak dan berlebihan dan akan membuat penderitanya stres.
"Misal OCD muncul saat usia remaja. Awalnya perilaku-perilaku dari OCD masih dianggap biasa. Tapi lama kelamaan perilaku makin berlebihan dan bertambah," ujar Octa. (*)