Nikah dengan Pengungsi Rohingya, Warga Lampung Dapati Fakta Pahit Ini

Editor: taryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nikah dengan Pengungsi Rohingya, Warga Lampung Dapati Fakta Pahit Ini

Mereka ada di 3 tempat di Hotel Top In, Hotel Pelangi, dan CH Pasar III Padang Bulan," pungkasnya.

Sementara, Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Medan, Viktor Manurung menjelaskan bahwa secara hukum perdata anak-anak yang lahir dari ayah seorang pengungsi dan ibu WNI tidak memiliki kewarganegaraan.

"Itulah hukum perdata, anak mereka tidak punya kewarganegaraan.

Makannya mereka (Wanita WNI) rugi karena tidak dimiliki kewarganegaraan.

Makanya kalau ada kasus pengungsi seperti ini, mereka akan lapor ke UNHCR dan memberikan kartu pengungsi berarti anak perkawinan tersebut adalah pengungsi," jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa kasus-kasus seperti banyak terjadi di Kota Medan, seperti contohnya yang terjadi kepada pengungsi di Hotel Top In.

"Jelas ada kasus seperti itu, dimana perempuan warga negara Indonesia tinggal di Top In dengan pengungsi kawin. Jadi dia sudah tahu resikonya, karena suatu saat nanti pengungsi itu dan anaknya berangkat ke negara ketiga ya istrinya orang Indonesia tidak bisa ikut.

Tetapi kecuali kalau istrinya sudah dilaporkan ke UNHCR," Jelasnya.

Saat ditanya mengenai jumlah data wanita WNI yang menikah dengan para imigran, Viktor menjelaskan bahwa pihaknya Rudenim tidak merekap data seperti itu.

"Kita tidak ada membuat data statistik seperti itu. Kalau kitakan hanya jumlahnya saja laki-laki berapa dan perempuan berapa dan kewarganegara berapa itu yang diminta," jelasnya.

Saat ditanya terkait langkah pengawasan Rudenim melakukan antisipasi agar tidak adanya WNI lainnya yang dirugikan akibat menikah dengan pengungsi, Viktor menerangkan hanya bisa melakukan himbauan.

"Kita sudah sosialisasikan jangan kawin sama pengungsi sama warga disekitaran Community House, karena yang rugi itu warga negara Indonesia.

Dimana hak perdatanya tidak dimiliki termasuk status anaknya.

Kewajiban pengungsi terkait perkawinan itukan bukan imigrasi kalau perkawinan itu kan catatan sipil.

Walaupun dia tidak warga negara Indonesia dia kan tidak memiliki izin tinggal dan bagi mereka yang pernikahannya resmi harus melapor ke catatan sipil," jelasnya..

Viktor menjelaskan bahwa secara agama pernikahan tersebut diakui, namun secara hukum tidak diakui.

"Secara agama pernikahan itu ya tetap diakui karena pernikahan secara agama cukup wali ada orang nya.

Tetapi perdatanya kan si perempuan WNI rugi," jelasnya.

Kasus lainnya ia menjelaskan ada kasus WN Selangka kawin dengan perempuan warga negara Indonesia, lalu mereka berebut hak anak.

"Ya kita lapor ke polisi, tapi karena putrinya kam orang Srilanka kita tidak punya hak.

Makanya seharusnya kalau mau menikah dengan warga negara asing, seharusnya kita tanyakan dulu mana pasport nya, mana izin tinggal, jadi kalau resmi itu ada pasport nya dilaporkan kedutaan dan kamu bisa menuntut hak," tambah Viktor.

Baginya, kejadian seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga di seluruh daerah yang menjadi tempat penampungan pengungsi.

"Itulah dampak dampak sosial dari pengungsi yang ada di Indonesia ini.

Dan itu terjadi bukan di Sumut jni saja tetapi terjadi di Jakarata, Makasar, Pekanbaru dan di beberapa titik tepat pengungsi di Indonesia," pungkasnya.

(vic/tribunmedan.com)

# Nikah dengan Pengungsi Rohingya, Warga Lampung Dapati Fakta Pahit Ini

Berita Terkini