Profil 5 Dewan Pengawas KPK, Hartanya Cuma 181 Juta hingga Masa Lalu sebagai Penjual Kopi Terminal

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Profil dan biodata 5 anggota Dewan Pengawas KPK, yakni Tumpak Hatarongan Panggabean, Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, Harjono. FOTO Artidjo Alkostar

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Profil 5 anggota Dewan Pengawas KPK. Lima anggota Dewan Pengawas KPK resmi dilantik.

Profil dan biodata 5 anggota Dewan Pengawas KPK, yakni Tumpak Hatarongan Panggabean, Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, Harjono.

Presiden Joko Widodo melantik lima anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) periode 2019-2023.

Pelantikan berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019) pukul 14.30 WIB.

Kelima anggota dewan pengawas yang dilantik adalah:

Tumpak Hatarongan Panggabean - Mantan Wakil Ketua KPK (Ketua);

Artidjo Alkostar - Mantan Hakim Mahkamah Agung;

Albertina Ho - Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang;

Syamsuddin Haris - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia;

Harjono - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi.

Pelantikan diawali dengan pembacaan surat keputusan presiden nomor 140/p Tahun 2019 tentang pengangkatan keanggotaan Dewan Pengawas KPK Masa Jabatan 2019-2023.

Setelah itu, dilakukan pengambilan sumpah jabatan.

Acara dilanjutkan dengan penandatanganan berita acara. Kemudian Presiden Jokowi memberi ucapan selamat diikuti seluruh tamu yang hadir.

Dewan pengawas merupakan struktur baru di KPK. Keberadaan dewan pengawas diatur dalam UU KPK hasil revisi, yakni UU 19 Tahun 2019.

Sosok Wanita yang Ngotot Mau Menikahi Terpidana Mati Pembunuh Sekeluarga di Bekasi

Kisah Pramugari Diminta Layani Pilot dan Direksi di Hotel, Hotman Paris Ungkap Isi WhatsApp

Untuk pembentukan dewan pengawas yang pertama kali ini, UU mengatur bahwa Presiden menunjuk langsung.

Dewan pengawas bertugas, antara lain untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. 

Selain itu, memberi izin penyadapan dan penyitaan, serta menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK. 

Berikut jumlah harta kekayaan Dewan Pemgawas KPK.

1. Artidjo Alkotsar

Mantan Hakim MA Artidjo Alkostar tiba di Istana, Jumat (20/12/2019).(KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Nama Artidjo Alkostar dikenal sebagai mantan hakim agung yang disegani oleh para koruptor.

Artidjo resmi pensiun sebagai hakim agung sejak 22 Mei 2018, setelah menjabat selama lebih dari 18 tahun.

Sebelum menjadi hakim agung pada tahun 2000, Artidjo berkarier sebagai advokat selama 28 tahun.

Saat menjabat sebagai hakim agung, Artidjo kerap memberikan tambahan hukuman bagi koruptor yang mengajukan kasasi ke MA.

Selama menjabat sebagai hakim agung, ia menyelesaikan sebanyak 19.708 perkara. Jika dirata-rata selama masa pengabdian, Artidjo setiap tahunnya menangani 1.095 perkara.

Melansir pemberitaan Kompas.com, 31 Mei 2018, selama menjabat Artidjo tak pernah mengambil cuti dan selalu menolak ketika diajak ke luar neger.

Alasannya, hal tersebut bisa berimplikasi besar terhadap tugasnya.

Pria kelahiran Situbondo, Jawa Timur, yang kini berusia 70 tahun tersebut sempat ditanya ke mana dirinya setelah pensiun.

Saat itu, ia menjawab akan kembali ke habitat untuk memelihara kambing dan mengurusi usaha rumah makan Madura di kampungnya.

Diserang Suap

Dikutip dari Tribunnews.com, mantan Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) ini mengaku pernah mendapatkan serangan suap.

Ya, ia mendapat sederet iming-iming suap dari salah seorang yang akan dan sedang diperkarakan.

Terhitung, sebanyak tiga kali upaya penyuapan yang masih ingat betul oleh hakim yang telah mengabdi selama 18 tahun di MA ini.

"Pernah saya dikirimi datang ke tempat kerja saya juga pernah dari tampang pengusaha lah saya kira sudah dimuat di Kompas itu. Yang lain sudah katanya, saya marah betul. Ini apa saudara ini, saudara menghina saya," Artidjo saat sesi wawancara dengan awak media di media center Mahkamah Agung, Jl. Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (25/5).

Lalu, ia juga pernah mendapat kiriman cek foto copy dan menanyakan nomor rekening bank miliknya.

Dicek tersebut, tertera jumlah nominal uang yang akan dikirimkan seseorang tersebut kepada Artidjo.

Namun, Artidjo langsung meradang dan geram terhadap orang tersebut.

"Tidak saya baca berapa jumlahnya pokoknya saya jawab kepada dia. Saya terhina dengan surat-surat anda itu. Itu jangan diteruskan lagi itu masalah menjadi lain," ucap Artidjo menirukan saat kejadian itu.

Kemudian, karena upaya beberapa pihak yang mencoba mengyuap Artidjo secara pribadi tidak berhasil.

Upaya penyuapan diarahkan kepada keluarga dengan mengimingi sejumlah usaha besar di Jakarta dengan syarat membujuk Artidjo agar terima suap dan bisa dinegosiasi dengan salah satu perkara.

"Dia (penyuap) nyasar ke Situbondo ke ponakan saya. Lalu dia menyerahkan, tolong ini disampaikan kepada Pak Artidjo, ini perkara ini. Tidak perlu saya sebut perkaranya. Ndak ada yang berani di sini. Pokoknya diiming-imingi lah mau usaha apa di Jakarta. Lalu terakhir dia mengatakan tolong di cek itu berapa," ungkap Artidjo menceritakan peristiwa itu.

Namun, keluarga besar Artidjo sudah mengetahui karakter dirinya.

Sehingga baik keponakannya di Situbondo maupun keluarga besarnya di Madura tidak ada yang berani untuk mengganggu dirinya saat sedang bertugas.

"Famili saudara itu Artidjo saya bilang. Kalau hakim agungnya itu bukan. Jangan coba-coba untuk memengaruhi hakim agung," ucap Artidjo.

Artidjo pensiun pada Selasa (22/5/2018), karena telah genap memasuki usia 70 tahun. Namun secara administrasi, Artidjo pensiun per 1 Juni 2018.

Artidjo lahir 22 Mei 1948. Artidjo memulai kuliah di Fakultas Hukum UII pada September 1967.

Selepas kuliah, Artidjo aktif di LBH Yogyakarta dan dilanjutkan sendiri dengan mendirikan kantor hukum Artidjo Alkostar and Associates. Praktik hukumnya itu difokuskan pada pembelaan hak asasi manusia dan masyarakat terpinggirkan.

Pada awal tahun 2000, Artidjo resmi bergabung dan menjabat sebagai hakim agung kamar pidana di Mahkamah Konstitusi.

Selama 18 tahun menjadi hakim agung, berbagai perkara diadilinya.

Termasuk deretan perkara korupsi mulai dari mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq, Mantan Anggota DPR fraksi Partai Demokrat Anggelina Sondakh, Mantan Ketua MK Akil Mochtar

Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Mantan Politikus Partai Demokrat Sutan Bathoegana, hingga mantan Kakorlantas Polri, Irjen Pol Djoko Susilo.

Bahkan, yang sempat menjadi kontroversi yakni menolak Peninjaunan Kembali (PK) yang diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.

Harta kekayaan

Dalam LHKPN, Artidjo tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp 181.996.576 yang dilaporkan pada 29 Maret 2018 periodik 2017, dengan kapasitasnya selaku ketua kamar pidana Mahkamah Agung.

Artidjo yang telah pensiun sebagai hakim agung tercatat memiliki tanah dan bangunan dengan total Rp 76.960.000 yang terletak di Sleman dengan hasil sendiri.

Adapun alat transportasi dan mesin berupa motor Honda Astrea dan mobil Chevrolet dengan total seluruhnya senilai Rp 41.000.000.

Dalam LHKPN, dia juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya sebesar Rp 4.000.000, kas dan setara kas Rp 60.036.576, sehingga secara keseluruhan berjumlah Rp 181.996.576.

2. Albertina Ho 

Hakim Albertina Ho menyambangi Istana Kepresidenan, Jumat (20/12/2019) siang menjelang pelantikan anggota dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. (KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Albertina Ho sudah lebih dari 15 tahun menjadi hakim agung.

Ia lahir di Maluku Tenggara pada 1 Januari 1960, merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara.

Melansir Nova, Albertina pernah menjaga toko kelontong di pasar selama tiga tahun ketika masih SMP dan menumpang tinggal di rumah saudaranya.

Saat SMA, ia juga membantu keluarga yang ditumpanginya dengan bekerja di warung kopi yang berlokasi di dekat terminal Ambon.

Pada 1979, ia masuk Fakultas Hukum UGM, dan meraih gelar Magister Hukum di Universitas Jenderal Soedirman pada 2004.

Ia menjadi PNS hakim di Yogyakarta setelah lulus S1. Selanjutnya, selama 15 tahun ia berpindah dari satu daerah ke daerah lain di Jawa Tengah.

Pada 2005-2008, Albertina ditempatkan di Mahkamah Agung sebagai Asisten Koordinator Tim B I.

Albertina dikenal sebagai hakim yang menangani kasus penyelewengan pajak dengan terdakwa Gayus Tambunan. Saat itu, ia bertugas sebagai hakim di PN Jakarta Selatan.

Melansir pemberitaan Harian Kompas, 11 Januari 2011, selama mengadili Gayus, Albertina pernah mengeluarkan penetapan hakim untuk meminta jaksa memindahkan Gayus dari Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, ke Rutan Cipinang.

Penetapan itu dikeluarkan untuk mencegah Gayus keluar tahanan seperti halnya di Rutan Brimob.

Selain kasus Gayus, ia juga pernah memimpin siding kasus korupsi dengan terdakwa jaksa Cirus Sinaga.

Harta kekayaan

Albertina melaporkan hartanya pada 4 April periodik 2018 dengan kapasitasnya selaku hakim tinggi pengadilan tinggi Medan.

Dalam laporannya, dia tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp1.179.725.534 yang terdiri dari tanah dan bangunan di Sleman, Tangerang dan Yogkarta dengan total seluruhnya mencapai Rp1.009.699.050.

Kemudian, alat transportasi dan mesin senilai Rp171.500.000 berupa motor Honda Grand, mobil Nissan Livina, dan Toyota Avanza.

Harta bergerak lainnya tercatat Rp4.155.000 serta kas dan setara kas Rp894.371.484.

Secara keselurhan, dia mempunyai harta sebesar Rp2.079.725.534.

Namun, dia juga tercatat memiliki hutang Rp900.000.000, sehingga hartanya kini tercatat senilai 1.179.725.534.

3. Syamsuddin Haris 

Syamsuddin Haris tiba di Istana, Jumat (20/12/2019).(KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Syamsuddin Haris merupakan peneliti senioritas pada Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Ia merupakan professor riset bidang perkembangan politik Indonesia dan doktor ilmu politik, serta menjabat sebagai Kepala P2P LIPI.

Syamsuddin lahir di Bima, NTB, pada 9 Oktober 1957.

Selain menjadi peneliti, Syamsuddin juga dosen pada Program Pasca-Sarjana Ilmu Politik pada FISIP Unas dan Program-sarjana Komunikasi pada FISIP UI dan aktif dalam Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI).

Ia masuk sebagai peneliti pada Lembaga Research Kebudayaan Nasional (LRKN) Lipi pada 1985.

Sejak itu, Syamsuddin memfokuskan dirinya pada masalah pemilu, parlemen, otonomi daerah, dan demokratisasi di Indonesia.

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com, 10 September 2019, Syamsuddin pernah memberikan reaksi atas pengesahan revisi UU KPK.

Saat itu, sivitas LIPI menyatakan menolak revisi UU dengan menandatangani penolakan.

Hingga saat ini harta kekayaan Syamsuddin Haris belum ada tercatat di LHKPN.

4. Tumpak Hatorangan Panggabean 

Mantan Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean memberikan keterangan pers di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (7/7/2017). Keterangan pers terkait dengan adanya pembentukan Pansus Hak Angket KPK oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyikapi kasus dugaan korupsi e-KTP.(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Tumpak ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Ketua KPK menggantikan Antasari Azhar pada 2009 hingga 2010.

Tumpak lahir pada 29 juli 1943 di Sanggau, Kalimantan Barat. Ia merupakan lulusan hokum Universitas Tanjungpura Pontianak.

Ia lalu melanjutkan kariernya di Kejaksaan Agung meliputi Kajari Pangkalan Bun (1991-1993), asintel Kejati Sulteng (1993-1994), Kajari Dili (1994-1995).

Ia juga pernah menjabat sebagai Kasubdit Pengamanan Ideologi dan Politik pada JAM Intelijen (1996-1997), Kajati Sulawesi selatan (2000-2001).

Selanjutnya, pada 2003, Tumpak diusulkan oleh Jaksa Agung RI untuk bertugas di KPK.

Setelah menjabat sebagai salah satu Pimpinan KPK, Tumpak sempat menjabat Komisaris PT Pos Indonesia, dan Komisaris Utama Pelindo II.

Harta kekayaan

Mantan komisioner KPK itu tercatat memiliki harta dengan total Rp9.973.035.895, dengan kapasitasnya selaku Dewan Komisaris PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II). 

Tumpak Hatorangan melaporkan hartanya pada 10 Maret 2019 untuk periodik tahun 2018.

Dia tercatat memiliki tanah dan bangunan di Jakarta dengan hasil sendiri yang terletak di Jakarta senilai Rp3.000.000.000.

Tumpak juga memiliki alat transportasi dan mesin dengan total Rp500.000.000 berupa Pajero Sport.

Harta bergerak lainnya sebesar Rp203.800.000, kas dan setara kas Rp6.269.235.895, sehingga total hartanya berjumlah Rp9.973.035.895.

5. Dr. Harjono, S.H, MCL 

Mantan Hakim MK Harjono tiba di Istana jelang pelantikan Dewan Pengawas KPK, Jumat (20/12/2019).(KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Harjono merupakan mantan Hakim Mahkamah Konstitusi yang lahir pada 31 Maret 1948 di Nganjuk, Jawa Timur.

Harjono merupakan alumni Fakultas Hukum di Universitas Airlangga, Surabaya.

Setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya, ia melanjutkan kuliah di bidang hukum di Southern Methodist University, Dallas, Texas, AS dan mendapatkan gelar Master of Comparative Law (MCL).

Harjono kemudian menjadi dosen paska sarjana di UNAIR dan beberapa universitas di Malang dan Yogyakarta.

Pada 1999, Harjono menjadi anggota MPR melalui PDI-P dan turut andil dalam perubahan UUD 1945 saat itu.

Pada 2003, anggota PAH I BP MPR dari PDI-P mengajukan Harjono sebagai Hakim Konstitusi melalui jalur DPR yang kemudian disambut dengan Presiden Megawati yang mencalonkan dirinya sebagai hakim konstitusi untuk periode 2003-2008.

Ia selanjutnya terpilih kembali menjadi hakim konstitusi periode 2008-2013 melalui jalur DPR.

Pada 12 Juni 2017, Harjono dilantik sebagai anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum.

Harta kekayaan

Harjono tercatat di LHKPN memiliki harta senilai Rp13.815.400.000. Hartanya terdiri dari harta bergerak dan tidak bergerak.

Dia melaporkan hartanya pada 23 Februari saat awal menjabat selaku Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Tanah dan bangunan yang dimilikinya senilai Rp6.300.000.000, yang tersebar di Surabaya, Nganjuk, Sidoarjo, dan Bantul.

Dia juga tercatat mempunyai alat transportasi dan mesin senilai Rp433.000.000 yant terdiri dari mobil Honda Jeep, honda minibus dan Toyota.

Adapun harta bergerak lainnya berjumlah Rp75.000.000, kas dan setara kas Rp7.007.400.000 sehingga secara keseluruhan hartanya tercatat senilai Rp13.815.400.000. (*)

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Resmi, Lima Tokoh Ini Jabat Dewan Pengawas KPK"

Artis Menjanda 12 Tahun Tanpa Pasangan, Yuni Shara Ungkap Rahasia Kehidupan Seksnya

Perawat Asal Lampung Jumraini Harus Bayar Rp 20 Juta, Berawal dari Obati Pasien Sakit Bisul

 

Berita Terkini