Tribun Bandar Lampung

Pengadilan di Lampung Belum Maksimalkan Layanan e-Court Mahkamah Agung

Penulis: hanif mustafa
Editor: Reny Fitriani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - palu sidang. Pengadilan di Lampung Belum Maksimalkan Layanan e-Court Mahkamah Agung

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Guna memangkas birokrasi dan mempercepat pelayanan hukum, Mahkamah Agung baru-baru ini meluncurkan aplikasi e-Court Mahkamah Agung.

Aplikasi ini berisi e-Filing (Pendaftaran Perkara Online), e-Payment (Pembayaran Panjar Biaya Perkara Online), e-Summons (Pemanggilan Pihak secara online), dan e-Litigation (Persidangan secara online).

Sejatinya, terobosan teknologi MA ini bertujuan memangkas kusut dan ruwetnya birokrasi di Pengadilan.

Program ini sangat baik bila didukung sistem jaringan teknologi yang mumpuni dan dikelola oleh tim Teknologi Informasi (IT) yang bersumber daya tinggi.

Namun efektivitas penggunaan e-Court dan e-Litigasi yang diluncurkan Mahkamah Agung dipertanyakan sebagian praktisi hukum.

Menurut praktisi hukum Gindha Ansori Wayka, Selasa (7/1), sistem e-court yang ditawarkan mengandung cacat dalam implementasinya.

Cara Lapor SPT Pajak Tahunan Pribadi Online Pakai e-Filing

Cara Lapor SPT Pajak Tahunan Pribadi secara Online, Dapatkan Formulir Aktivasi e-FIN

Kronologi Ibu 2 Anak Diperkosa lalu Dibunuh Secara Sadis oleh Pelaku

BREAKING NEWS Ibu Muda di Tubaba Diperkosa Lalu Dibunuh, Jenazahnya Dikubur di Ladang Karet

Misalnya saat dia mendaftarkan gugatan e-Court di Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang dengan kode dan tanggal register PNTJK-112018KDF tanggal 19 November 2018.

Implementasinya, tambah Gindha, hampir sempurna saat berkas didaftarkan. Pihak penggugat selaku yang mendaftar perkara pada sidang pertama hanya menunjukkan surat kuasa saja.

Setelah itu berkas panggilan dan berkas gugatan para pihak sudah dicetak langsung dari dokumen yang dikirim oleh penggugat, dan dokumen tersebut dikirim oleh pengadilan ke para pihak tanpa harus diperbanyak lagi oleh Penggugat.

"Program ini menjadi gagal karena ada pihak-pihak yang tidak siap dengan pelaksaanaan e-Court, terutama dalam hal jawab jinawab secara online, karena ada advokat pendamping atau pihak lain yang tidak paham soal program ini. Program ini akhirnya kandas karena para pihak tidak mendukung dan tidak berkeinginan untuk menggunakan program e-court dan e-litigasi dalam penyelesaian perkara," bebernya.

Persoalan nyaris serupa juga terjadi di PN Kalianda saat mengajukan gugatan e-court dengan kode registrasi PN-KLA112018KQ5.

Bedanya meskipun sudah mendaftar melalui e-Court, penggugat tetap harus menyerahkan berkas secara fisik sebanyak pihak yang digugat termasuk juga untuk majelis hakim.

"Pihak Pengadilan tidak mencetak dari file yang dikirim Penggugat, sehingga e-Court menjadi sesuatu yang sifatnya hanya prosedural dan implementasinya nihil," tambahnya.

Selain itu, saat mendaftarkan lewat e-court untuk kasus perceraian di Pengadilan Agama Blambangan Umpu, Gindha juga mendapati bahwa registrasi e-Court MA tidak masuk dalam sistem server.

Setelah dua kali gagal pendaftaran online, akhirnya pihaknya mendaftarkan permohonan kasus perceraian dengan cara manual dan biaya empat kali lipat dibandingkan pendaftaran online e-Court.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Berita Terkini