Dan itu tidak dilarang.
Yang dilarang agama itu adalah menggunakan harta yang haram itu seperti untuk keperluan haji.. jadi keduanya tidak berkaitan sama sekali. Sama halnya dengan orang sembahyang di tanah rampasan (hasil kezaliman).
Sembahyangnya sendiri itu tetap sah.
Tetapi menempati tanah yang diharamkan itu yang dilarang oleh agama.
Karenanya ibadah haji atau shalat tidak bisa disifatkan haram.
Meskipun gugur kewajiban ibadah itu, namun manasik haji tidak diterima dan tidak mendapatkan pahala dari Allah.
Nasib manasik hajinya sama seperti orang sembahyang tetapi riya, atau berpuasa tetapi mengghibah.
Semuanya tidak diganjar pahala.
Demikian argumentasi yang diajukan Ibnu Abidin dalam Haysiyah Raddul Mukhtar, Beirut, Darul Fikr, 2000 M/1421 H, Juz 2 halaman 456).
Sementara madzhab Hanbali sepakat dengan jumhur ulama perihal penerimaan dan pahala.
Mereka yang menunaikan ibadah haji dengan harta haram tidak menerima pahala.
Sedangkan terkait keabsahan, madzhab Hanbali menyatakan bahwa haji yang dibiayai dengan harta haram tidak sah.
Karenanya mereka harus mengulang hajinya pada tahun depan karena hajinya tahun ini tidak sah.
Karena tidak bisa mencampurkan antara ibadah dengan hal-hal batil. ( Tribunlampung.co.id)