TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Diah Srikanti saat menerima uang cicilan kedua setoran uang pengganti atas perkara Sugiharto Wiharjo alias Alay melalui Penasihat Hukum Alay, Sujarwo di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati), Telukbetung Selatan, Bandar Lampung, Kamis (20/2/2020).
Uang yang diserahkan ke Kejati sebesar Rp 10 miliar.
Uang tersebut merupakan uang angsuran kedua kalinya, setelah Alay melakukan pengembalian uang pengganti sebesar Rp 1 miliar pada Jumat (22/3/2019).
"Telah kami terima cicilan kedua uang pengganti sebesar Rp 10 miliar, tunai," ungkap Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Diah Srikanti, Kamis 20 Februari 2020.
Lanjutnya, cicilan kedua ini diserahkan ke Kejati dari pihak keluarga Alay.
• 6 Orang di Lampung Utara Terancam Penjara 4 Tahun karena Tertangkap saat Asik Judi Remi
• Anna Morinda Cium Tangan Megawati Seusai Terima Rekomendasi PDIP untuk Kota Metro
• BREAKING NEWS Pohon Tumbang di Bandar Lampung Timpa 2 Unit Mobil
• Sugiharto Alias Alay Serahkan Uang Pengganti ke Kejati Lampung Rp 10 Miliar
"Yang mana dalam hal ini diantarkan melalui penasihat hukum," tuturnya.
Kata Diah, berdasarkan putusan MA Nomor 510/K/PID.SUS/2014 tanggal 21 Mei 2014 uang pengganti secara keseluruhan sebesar Rp 108.861.614.800.
Serahkan Uang Pengganti
Sebelumnya diberitakan, penuhi komitmen mengembalikan uang pengganti, Sugiharto Wiharjo alias Alay serahkan uang Rp 10 miliar ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, Kamis (20/2/2020).
Penyerahan uang Rp 10 miliar ini merupakan angsuran kedua kalinya, setelah Alay melakukan pengembalian uang penggati sebesar Rp 1 miliar pada Jumat (22/3/2019).
Dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 510/K/PID.SUS/2014 tanggal 21 Mei 2014, Alay dijatuhi vonis 18 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 500 juta.
Selain itu, dalam kasus pidana perbankan dan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lampung Timur senilai Rp108 miliar ini, Alay diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp106,8 miliar.
Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Diah Srikanti mengatakan, bahwa pihaknya telah menerima uang cicilan kedua setoran uang pengganti atas perkara Alay.
"Telah kami terima cicilan kedua uang pengganti sebesar Rp 10 miliar, tunai," ungkapnya, Kamis 20 Februari 2020.
Lanjutnya, cicilan kedua ini diserahkan ke Kejati dari pihak keluarga Alay.
"Yang mana dalam hal ini diantarkan melalui penasihat hukum," tuturnya.
Kata Diah, berdasarkan putusan MA Nomor 510/K/PID.SUS/2014 tanggal 21 Mei 2014 uang pengganti secara keseluruhan sebesar Rp 108.861.614.800.
"Terpidana Alay saat ini tengah menjalani pidana penjara, dan bulan Maret 2019 pernah bayar sertoran uang pengganti sebesar Rp 1 milyar," tuturnya.
"Jadi dari dua kali cicilan ini maka masih ada kekurangan uang pengganti sebesar Rp 95.861.614.800 itu wajib dibayarkan," imbuhnya.
Diah menambahkan, selanjutnya uang pengganti ini akan dibawa pihak Kejari Bandar Lampung untuk kemudian disetorkan ke kas negara.
"Jadi langsung dibuatkan blangko penyetoran dibawa ke bank untuk selanjutnya ke kas negara," tandasnya.
Tak Mulus
Sebelumnya diberitakan, upaya pengembalian uang kerugian negara oleh Sugiharto Wiharjo alias Alay rupanya mengalami jalan yang tidak mulus.
Aset-aset eks Tripanca yang dianggap bisa menutup kerugian negara, rupanya beralih tangan ke pihak lain.
Bahkan pihak lain ini menggugat Alay atas klaim dan upaya untuk mengembalikan uang negara mengunakan aset tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Rabu 15 Mei 2019.
Sujarwo, kuasa hukum Alay mengatakan, gugatan yang dilakukan oleh pihak lain ini terkait suatu perjanjian yang tertuang dalam akta notaris nomor 26 dan 27.
"Tadi ini sidang mediasi dalam perkara gugatan, antara Puncak Indra dan Budi Kurniawan dengan Sugiarto Wiharjo bersama istrinya Meriana," tutur Sujarwo.
Terkait perjanjian, Sujarwo pun menuturkan untuk nomor 26 antara Puncak Indra dan Alay, ada perjanjian penyerahan dua aset yakni Pantai Queen Arta dan gedung Eks 21 Sukaraja.
"Luas Queen Arta kurang lebih 8,8 hektare, dan gedung eks 21 sekitar 3 hektare. Selanjutnya dalam perjanjian disebut apabila aset terjual dipotong Rp 25 miliar sebagai kewajiban Alay dan sisanya dibagi dua," terangnya.
"Selanjutnya perjanjian akta notaris nomor 27 yang mana Meriana menyerahkan gudang sekitar 7 hektar, dan itu juga bunyinya sama bahwa alay punya kewajiban Rp 25 miliar, jadi kalau dijual dipotong Rp 25 dan sisanya dibagi dua," tambahnya.
Sujarwo menjelaskan, bahwa gugatan yang dilayangkan ke Alay ini untuk membatalkan perjanjian tersebut.
"Dimaknai oleh mereka bahwa aset tersebut milik mereka semua. Sementara Alay ini untuk uang penggnti yang sudah inkrah Rp 106 miliar dan sudah dipulangkan Rp 1 miliar jadi sisa Rp 105 miliar," paparnya.
"Harapannya kalau ini dilaksanakan (aset dijual) lalu dipotong 25 miliar dan dibagi dua, masih lebih dari Rp 105 miliar dan sangat bisa menutupi kerugian negara dan inilah yang kami serahkan ke kejaksaan untuk uang pengganti," imbuhnya.
Namun, kata Sujarwo, dari pihak yang diserahkan tersebut mengklaim bahwa mereka telah menebus dari bank saat Tripanca group mengalami pailit.
"Dan ini gak mungkin, masak yang punya hutang alay yang nebus sana, itu gak bener. Harapannya pengen komit mengembalikan kerugaian negera untuk mengembalikan, tapi malah dikuasai pihak lain," tandasnya.
Sementara itu, dalam gugatan yang dilayangkan pihak lain melalui Kuasa Hukum Joni Tri, penggugat menyatakan asset yang telah ditebus/dilunasi sah milik penggugat.
Kemudian menyatakan akta perjanjian Kerjasama Eks Gedung 21 dan Pantai Lempasing akta Notaris nomor 26 dan akta Perjanjian Gudang dengan akta Notaris nomor 27 batal.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa/Deni Saputra)