"Salah satunya memaksakan menggunakan hasil visum pada bulan September 2019, sementara dugaan perbuatan cabul terjadi pada bulan April-Mei 2019," bebernya.
Tak hanya itu, Iqbal mengaku dalam pembelaan pihaknya juga mempertanyakan saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan.
"Saksi sama sekali tidak melihat secara lansung mendengar, saksi hanya mendengar setelah terjadinya pidana," sebutnya.
"Lalu alat bukti surat berupa visum tidak ada korelasi karena seluruh fakta, jadi gagal membutikan dakwaan," tuturnya.
Iqbal menambahkan terdakwa juga tidak melakukan upaya melarikan diri, lantaran tidak mengakui melakukan perbuatan tersebut.
"Meskipun sudah tanda tangan BAP, walaupun tak tahu isi BAP," katanya.
Disinggung apabila putusan lebih dari 10 tahun, Iqbal mengaku akan melakukan langkah pikir-pikir.
"Kalau diatas 10 tahun langkah pikir-pikir karena kami harus ada kesepakatan dari keluarga," tandasnya.
Dituntut 15 tahun
Dituntut 15 tahun, Penasihat Hukum Hasan Basri (52) mengaku keberatan.
Pasalnya hingga sampai keterangan terdakawa, kakek asal Gulak Galik, Teluk Betung Utara tak mengakui melakukan tindak pencabulan.
Penasihat Hukum Hasan, Anggi Fridayani Putri mengatakan sampai saat ini terdakwa tidak mengakui perbuatan yang didakwa oleh JPU.
"Sampai detik keterangan terdakwa tidak mengakui, dan saat memberikan keterangan bapak ini tidak melakukan apa apa," ungkap PH dari Posbakum ini, Jumat 14 Februari 2020.
Anggi pun mengaku keberatan atas tuntutan JPU mengenai kleinnya hukuman 15 tahun penjara.
"Kami akan lakukan pembelaan, kalau hakim mengabulkan kami minta bebas, meminta pemeriksanan dari awal atau minta diringankan," tandasnya.