TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Istilah Cicak vs Buaya kembali mengemuka ke publik.
Ini menyusul pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Nurul Ghufron di acara talkshow bertajuk "Meneguhkan Kembali Cita-cita Reformasi" di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Dilansir Kompas.com, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Nurul Ghufron menyatakan, KPK tidak ingin menimbulkan permusuhan dengan aparat penegak hukum lain, misalnya Polri.
Ghufron tidak ingin beberapa kali konflik antara KPK dan Polri atau yang dikenal dengan istilah " Cicak vs Buaya" terulang kembali di masa depan.
KPK akan fokus membangun kemitraan dengan Polri.
• Mahasiswa Bikin Jenderal Andika Perkasa Kepincut, Kondisi Ririn Kini setelah Jadi Prajurit TNI
• Kisah Jenderal Polisi Martuani, Ingusan dan Cacingan Kejar Helikopter hingga Bernazar
• Penampilan Terbaru Bella Saphira, Istri Jenderal Purn Agus Surya Bakti
"Kami tidak akan kemudian memunculkan fenomena baru, Cicak vs Buaya satu, dua, tiga, empat, tidak," kata Ghuron dalam acara talkshow bertajuk "Meneguhkan Kembali Cita-cita Reformasi" di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (4/3/2020).
"Kami akan bermitra dengan semua pihak, dengan kejaksaan, kepolisian, dan Mahkamah Agung," lanjut dia.
Meski demikian, Nurul Ghufron memastikan bahwa KPK tidak pandang bulu apabila ada oknum di Polri yang terlibat perkara korupsi.
Sebagai mitra, KPK akan tetap menindak tegas oknum Polri yang dimaksud.
Nurul Ghufron sekaligus menegaskan bahwa perilaku korup oknum polisi itu tidak berarti menunjukkan bahwa Polri merupakan lembaga yang korup sehingga harus dimusuhi.
Ia pun menganalogikan institusi Polri sama seperti masjid dan oknum polisi yang korup sebagai maling sandal.
"Masjid adalah simbol-simbol beribadah, gereja adalah simbol-simbol kita beribadah. Tapi tidak mungkin, tidak semuanya, kemudian yang ke masjid itu beribadah tidak ada yang nyolong sandal," ujar Nurul Ghufron.
"Apakah itu kemudian yang nyolong sandal, 'Oh, itu nyolong sandal', kemudian rusakkan masjidnya, kita bakar masjidnya, apakah kemudian gerejanya kita robohkan? Tidak," lanjut dia.
Istilah Cicak vs Buaya dari Komjen Susno Duadji
Istilah Cicak vs Buaya, pertama kali keluar dari mulut Komjen Susno Duadji.
"Cicak kok mau melawan buaya," ucapnya kala itu.
Istilah Cicak vs Buaya jadi ramai saat adanya perseturuan antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2009 silam.
Kala itu Susno tengah menjabat sebagai Kabareskrim Mabes Polri.
Hamid Awaludin Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar menyebut, polemik 'Cicak vs Buaya' bak sebuah panggung yang pemerannya adalah Susno Duadji dan KPK.
Di sana Susno seolah berperan sebagai tokoh antagonis dan KPK berada di posisi sebaliknya.
Cicak vs Buaya semakin heboh ketika Polri 'membalas' dengan menetapkan status tersangka kepada dua pimpinan KPK saat itu, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto.
Mereka diduga menerima uang dari Anggodo Widjojo, adik buron kasus Sistem Korupsi Radio Terpadu.
Namun, dugaan ini tidak pernah dibuktikan, karena kasus ini berujung pada deponering atau penghentian perkara demi kepentingan umum.
Akibat pernyataan tersebut, masyarakat mendukung KPK dan mengolok-olok polri.
Kemudian pada 5 November 2009, Susno Duadji memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Tapi Polri justru mencopot jabatannya tersebut.
Tak lagi berkecimpung di dunia kepolisian, Susno justru membuat heboh mantan istitusinya itu pada tahun 2010.
Ia mengungkap soal dugaan adanya makelar di tubuh Polri yang melibatkan sejumlah petinggi Polri hingga petugas Ditjen Pajak, Gayus Tambunan.
Karena kicauan Susno itulah kasus mafia pajak oleh Gayus Tambunan bisa terkuak.
Perjalanan hidup Susno semakin dekat dengan jeruji besi saat kepolisian menyeret namanya ke ranah hukum.
Kala itu Susno menjadi tersangka terkait suap kasus PT Salmah Arowana Lestari dan pemotongan dana pengamanan pemilihan gubernur Jawa Barat.
Mantan jenderal bintang tiga itupun dinyatakan bersalah dan divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Maret 2011.
Susno Duadji menolak dipenjara dan sempat dinyatakan buron sebelum akhirnya menyerahkan diri.
Sosok Susno Duadji yang bikin heboh itu akhirnya masuk bui dan bebas dari Lapas Cibinong, Bogor sejak Mei 2013.
Setelah itu namanya tidak terdengar lagi, hilang bak ditelan bumi. (Tribunlampung.co.id)