TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Orangtua almarhum Hasan Apriadi, anak buah kapal (ABK) ikan berbendera China asal Lampung, mengaku sangat terpukul.
Diduga mengalami penyiksaan, Hasan meregang nyawa dalam pelayaran di atas kapal Lu Huang Yuan Yu 188.
Gunawan Syukur, ayah Hasan, mengaku sangat terpukul atas musibah itu.
Warga Sukamaju, Desa Rawas, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat ini tidak menyangka akan kehilangan Hasan begitu cepat.
Gunawan menceritakan, komunikasi terakhir dengan anaknya sebelum almarhum Hasan berangkat berlayar.
• Hasan Apriadi ABK Lampung Tewas di Kapal China Sudah Lama Ingin Berlayar
• BREAKING NEWS Jenazah ABK asal Lampung Akan Diterbangkan dari Batam Senin Besok
• Avanza Terjun Bebas, Bos Walet asal Sumsel Tewas di Tol Lampung
• Jaksa KPK Terima Putusan Bupati Agung
Saat itu, kata Gunawan, anak sulungnya yang biasa disapa Yadi itu menelepon dari Bandara Soekarno-Hatta.
Saat itu Yadi mengabari jika dia akan berangkat ke Singapura untuk selanjutnya bekerja di kapal ikan berbendera China.
Setelah berlayar dengan kapal tersebut, tidak pernah ada lagi komunikasi antara keluarga dengan Hasan.
"Kami tidak tahu Yadi ini naik kapal apa dan nama perusahaan kapalnya apa. Dia memang sebelumnya telah minta izin untuk bekerja di kapal pada November 2019. Ia kemudian mengikuti pelatihan di Tegal sekitar 3 bulan," kata Benzar, paman almarhum, kepada Tribunlampung.co.id via telepon, Minggu (12/7/2020).
Keluarga baru mengetahui kabar kematian Hasan pada 2 Juli 2020.
Pihak kapal menghubungi perusahaan dan perusahaan penyalur mengabari pihak keluarga.
Sampai kemarin, jenazah masih di rumah sakit Bhayangkara Kepulauan Riau.
"Saat ini kami masih menunggu kepulangan jenazah anak kami. Kami menungu di rumah. Kami begitu kehilangannya," kata Gunawan lirih.
Hasan merupakan anak pertama dari lima bersaudara.
Ia lulus sekolah menengah kejuruan jurusan pelayaran sejak 2019 lalu.
Diketahui Hasan Apriadi tewas di kapal ikan berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 188, pada 20 Juni 2020.
Jenazah almarhum disimpan di dalam freezer tempat menyimpan sotong di kapal tersebut selama 18 hari.
Jenazah baru diturunkan dari kapal setelah kepolisian Polda Riau mengamankan dua kapal berbendera China dari perairan internasional Singapura, pada 8 Juli lalu.
Hasil autopsi jenazah korban di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kepulauan Riau yang dirilis Jumat (10/7) menunjukkan terdapat tanda-tanda kekerasan pada tubuh Hasan.
Dari pemeriksaan fisik luar korban, ditemukan luka memar, luka di bibir serta punggung.
Sementara di bagian organ dalam tubuh seperti di paru-paru, jantung, usus buntu, terdapat tanda-tanda penyakit menahun.
Penempatan ABK tersebut melalui PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) yang izinnya dikeluarkan Dishub Jawa Tengah. Dan tidak masuk SISKO-KTKLN.
Ikhlas
Paman almarhum, Benzar, menuturkan, pihak keluarga sudah ikhlas atas apa yang menimpa Hasan.
"Mau bagaimana lagi? Kita memang diharuskan untuk ikhlas dan nggak mau berburuk sangka sama Allah," kata Benzar.
Ia meneruskan, selain kepulangan jenazah Hasan, pihaknya juga berharap rekan Hasan yang juga warga Pesisir Barat, Agus Setiawan, bisa ikut dipulangkan.
Agus juga bekerja di kapal yang sama dengan almarhum Hasan.
"Ada temennya satu dalam keadaan sehat. Mungkin mau pulang. Usia Agus lebih tua dibandingkan Hasan. Harapan kami minta dengan perusahaan agar Agus dipulangkan juga," tambahnya.
"Itu betul-betul harapan. Kami ini (rasanya) susah menunggu pagi, kalau susah menunggu pagi itu tau sendirilah bagaimana hati kami," tuturnya.
Benzar mengatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan perusahaan yang menaungi Hasan dan pihak perusahaan tengah mengurus kepulangan jenazah Hasan.
"Informasi yang kita terima dari perusahaan, besok (Senin 13 Juli 2020) mereka sudah terbang ke Batam untuk memulangkan jenazah," terangnya.
Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Disnaker Provinsi Lampung Eko Heru Misgianto, mengatakan, saat ini kepolisian sedang melakukan autopsi jenazah pria kelahiran 9 April 2020 ini guna mengungkapkan kasus kematian ABK tersebut.
Selain berkordinasi dengan pihak kepolisian, pihaknya juga sampai saat ini sudah berkordinasi dengan Disnaker di Pesisir Barat, termasuk keluarga korban.
"Nanti saat tiba di bandara akan disambut dan akan diantarkan ke Pesisir Barat ke rumah orangtuanya," kata Eko.
Disiksa Setiap Hari
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri Kombes Arie Darmanto saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (11/7), mengatakan, mandor kapal ikan milik China kerap melakukan penyiksaan terhadap ABK asal Indonesia.
Penyiksaan itu dilakukan dengan tangan kosong, menggunakan besi, kayu, dan peralatan lainnya yang ada di atas kapal.
Penyiksaan dilakukan hampir setiap hari.
"Yang sering memukul mereka yakni mandor dan nahkoda kapal Lu Huang Yuan Yu 118," kata Kombes Arie Darmanto.
Dari pemeriksaan kasus kematian almarhum Hasan Apriadi, Polda Kepri menetapkan satu orang tersangka yakni WNA asal China yang kesehariannya merupakan mandor di kapal Lu Huang Yuan Yu 118 tersebut.
"Menurut para ABK asal Indonesia, korban Hasan Afriadi tewas juga karena disiksa oleh mandor kapal China tersebut," kata Arie.
Perlakuan kasar yang dilakukan mandor dan nakhoda sering karena masalah sepele, bahkan sengaja dibuat-buat. Saat ini, tersangka, inisial S, masih di atas kapal.
TONTON JUGA: