Petani singkong di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah menghadapi masa depan yang suram.
Anjloknya harga singkong membuat mereka galau.
Mereka tak tahu apakah akan menanam singkong lagi pada musim mendatang.
Supardi, petani singkong di Kecamatan Anak Tuha, mengaku harus mengeluarkan modal tanam Rp 7 juta per hektare.
"Masa tanam kami itu lama. Sekitar delapan bulan untuk bisa dipanen. Setiap hektarenya, modal yang harus kami keluarkan Rp 7 juta. Itu untuk produksi tanam seperti pupuk, olah lahan, dan bibit," ujar Supardi, Rabu (5/8/2020).
Menurut dia, rata-rata petani singkong di Anak Tuha tak mempunyai usaha lain.
Mereka hanya mengandalkan hasil singkong saat panen.
"Dengan hasil yang sangat tipis dari penjualan musim panen kali ini, terpaksa kami harus mencari tambahan modal untuk tanam selanjutnya," keluhnya.
Nasib petani singkong di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah ibarat sudah jatuh tertimpa tangga.
Betapa tidak, selain harga yang anjlok, para petani juga mengeluhkan besarnya pemotongan bobot di pabrik.
Rudi, petani di Kecamatan Anak Tuha, menuturkan, harga singkong turun dari Rp 1.100 menjadi Rp 950 per kg.
Beban mereka semakin berat karena ada pemotongan bobot singkong di kisaran 25-30 persen oleh pabrik.
"Dengan harga yang turun, sekarang ditambah potongannya oleh pabrik mencapai 30 persen," kata Rudi, Rabu (5/8/2020).
Rudi menjelaskan, dengan kondisi itu, para petani hanya mengantongi Rp 700 per kg.
"Kalau seperti ini, kami harus mencari modal tambahan lagi untuk tanam selanjutnya. Bagaimana mau bicara untung, saat ini kami justru buntung (rugi)," keluhnya.