“Agresi ini kemudian berlanjut ke manusia, terutama dalam kasus ketika tanah yang dihuni monyet dirampas oleh pihak berwenang,” terangnya.
Antara tahun 2002 - 2018, India membabat 310.624 hektar kawasan hutan karena kepentingan deforestasi dan industrialisasi.
Bergantung pada skala dan sifat kerusakan, pemerintah negara bagian telah memiliki berbagai ide untuk mengatasi masalah bentrokan monyet.
Di ibu kota negara, Delhi, pemerintah telah merelokasi monyet ke suaka margasatwa.
Ada juga upaya untuk memindahkan monyet dari Delhi ke hutan di negara bagian tetangga.
Pada 2016, negara bagian Himachal Pradesh, menyatakan monyet sebagai hama, memungkinkan orang untuk membunuh mereka.
Pada 2019, negara bagian Uttarakhand mengikuti langkah negara bagian Himachal Pradesh, yang menyebutnya sebagai hama.
Di negara bagian Bihar, petani telah mencoba membujuk para politisi lokal untuk menahan serangan monyet pada tanaman mereka.
Di India, kepercayaan budaya masyarakatnya sangat mempengaruhi cara mereka memperlakukan monyet.
Hanoman, dewa monyet, adalah salah satu dewa paling populer dalam mitologi Hindu.
“Orang-orang memanggil saya untuk merelokasi monyet di daerah perkotaan, tapi saya tidak tahan melihat mereka (monyet) dikurung,”
“Bagaimanapun, mereka adalah dewa kami Bajrangbali (Hanoman), ”kata Ravi Kumar, pengejar monyet di Delhi.
Kumar, yang mengejar monyet dengan meniru suara mereka, menggambarkan dirinya sebagai “satpam monyet”.
Sementara itu, Yogesh Gokhale, seorang peneliti botani yang tinggal di Delhi dengan keahlian dalam pengelolaan sumber daya alam, mengatakan di lingkungannya juga jadi ancaman monyet.
“Di lingkungan perumahan saya, kami memiliki ancaman monyet yang serius, tetapi orang-orang terus memberi makan hewan-hewan ini karena mereka menganggapnya sebagai simbol agama, " ujarnya.