Buronan Lampung Syamsul Arifin Ditangkap

Sidang Buronan 7 Tahun Lampung Syamsul Arifin Diwarnai Debat antara Saksi, Kuasa Hukum dan JPU

Penulis: hanif mustafa
Editor: Noval Andriansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Syamsul Arifin, buronan polisi 7 tahun kasus UU ITE, menjalani persidangan langsung untuk pertama kalinya setelah pembacaan dakwaan, di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Selasa (20/10/2020). Sidang Buronan 7 Tahun Lampung Syamsul Arifin Diwarnai Debat antara Saksi, Kuasa Hukum dan JPU. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Laporan Reporter Tribunlampung.co.id Hanif Mustafa

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sidang perkara tindak pidana ITE atas terdakwa Syamsul Arifin mantan Ketua Akli Lampung sempat berjalan tegang.

Pasalnya dalam persidangan yang diagendakan dengan keterangan saksi, sempat ada perdebatan antara Penasihat Hukum (PH), saksi utama, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam persidangan yang digelar secara langsung dan terbuka di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Selasa (20/10/2020), sempat diperdebatkan barang bukti fisik yakni handphone yang telah menerima sms yang diperkarakan dari terdakwa Syamsul Arifin tahun 2013.

"Jangan kayak seterikaan lempar sana lempar sini, makin digosok makin licin tapi lama-lama gosong," sahut Ketua Majelis Hakim Jhony Butar-Butar menengahi.

Akhirnya PH dari Terdakwa menanyakan soal bukti fisik yang difoto oleh penyidik kala itu.

Baca juga: Majelis Hakim Akhirnya Gugurkan Praperadilan Buronan 7 Tahun Lampung, Syamsul Arifin

Baca juga: Warga Kepung 2 Terduga Pelaku Bobol ATM di Bandar Lampung, Terduga Pelaku Keluarkan Pisau

"Selow, santai saja (ngomongnya) biar bisa dipahami," sahut Jhony lagi.

Atas pertanyaan tersebut, saksi utama Napoli Situmorang mengaku handphone miliknya sudah tidak ada lantaran peristiwa tersebut sudah berlalu.

"Sudah tujuh tahun lalu, gak ada," jawab Napoli.

Selain keterangan saksi Napoli Situmorang, majelis Hakim juga memeriksa dua orang lainnya yakni Ketua Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Kontruksi (LPJK) Lampung Tubagus dan Ahmad Mudzakir.

Dalam keterangannya, Napoli Situmorang menyampaikan SMS tak menyenangkan dari Syamsul Arifin dikirim pada tanggal 7 Februari 2013.

"Isinya menurut saya sangat merendahkan saya dan martabat saya sebagai manusia. Hal itu membuat saya marah sekali saya emosi sekali," ucapnya.

Napoli pun mengaku sempat meminta klarifikasi kepada terdakwa mengenai sms yang dikirimkannya namun tidak diangkat.

"Atas SMS itu saya tertekan, terhadap kawan kawan saya malu, dan mengirimkan sms itu ke orang lain," tuturnya.

Napoli pun mengakui jika selama tujuh tahun perkara ini sempat tergantung tanpa ada kejelasan.

"Selama tujuh tahun gak ada kejelasan, dengan adanya kasus ini surprice terhadap saya, saya gak nanya-nanya begitu lapor sudah itu tanggungjawab polisi untuk menindaklanjuti," tandasnya.

Sementara itu, Syamsul Arifin menyampaikan sanggahan atas pernyataan Napoli bahwa SMS yang dikirimkannya ke korban juga dikirim ke orang lain.

"Bahwa maulidin menerima sms tapu dalam BAP Maulidin tahu setelah diberitahu oleh saksi," seru Syamsul.

Syamsul menegaskan bahwa ia tak pwenag sama sekali mengirim SMS tersebut ke Napoli.

"Yang mulia saya tidak pernah ngirim sms ke orang ini," sebut Syamsul sembari menujuk Napoli.

Terpisah, PH Syamsul Arifin, David Sihombing menyampaikan bahwa pihaknya senang mendengarkan keterangan saksi karena tidak mengetahui dan melihat siapa yang ngirim SMS yang diperkarakan saat ini.

"Bersamaan terdakwa juga tidak merasa mengirimkan sms itu, termasuk BB menurut keterangan tidak disita dari Napoli, artinya kami yakin kasus ini tidak terbukti dalam putusan," seru David.

David menambahkan ada tiga pasal yang didakwaankan terhadap kliennya yakni UU ITE, 335 dan 310.

"Pasal 335 dan 310 tidak terungkap jadi fakta itu diduga atau dibalik itu semua ada rentetan, dan ini sudah lama berlalu dan korban merasa surprice, nah ini siapa yang ngasih surprice kepada dia, ini yamg kami dalami," tandas David.

(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Berita Terkini