“Nah itu tidak dilakukan oleh lembaga lain, bahkan di Indonesia pun sering terputus inisiatif seperti itu. Inilah keuntungan kita melakukan kerja sama dengan lembaga yang reputasinya internasional,” ungkap pria kelahiran Bandung, 7 Maret 1965.
Untuk Unila, apa yang telah dicapai dan diimplemtasikan dalam kerja sama ini diakui terasa besar dampak dan manfaatnya. Melalui kerja sama ini, Unila berhasil memberikan pemikiran, gagasan, dan kinerja ekonomi daerah secara langsung setiap tahunnya.
Secara personal, Unila juga mampu memberi masukan untuk daya saing daerah sehingga daerah, baik Lampung maupun daerah lain dapat langsung memetakan aspek yang harus diperbaiki.
Peluang Kerja Sama Unila dan NUS
Berbicara peluang kerja sama lebih lanjut dengan NUS, lulusan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada itu mengakui bukan hal mudah. Meskipun begitu, ia tidak ingin pesimistis dan tidak menampik adanya peluang kerja sama lain yang dapat dijalin keduanya.
Pengembangan kerja sama dapat dilakukan lebih luas antara lain terkait hilirisasi kerja sama, hasil penelitian yang dibuat semacam entitas bisnis dan nonbisnis, hal-hal terkait jurnal dan akreditasi bereputasi internasional.
“Oleh karenanya, sangat perlu kita pelajari kiat-kiat kenapa NUS bisa sampai bisa 11 dunia,” ujarnya.
NUS sebagai universitas papan atas adalah universitas yang memiliki kredibilitas tinggi. Maka jika ingin menjalin kerja sama lebih lanjut, Unila harus mempertimbangkan apa timbal balik atau manfaat yang bisa ditawarkan agar kerja sama tersebut dapat tercapai.
“Kita harus lebih siap, baru dari kita apa yang bisa kita berikan yaitu mutual benefitnya. Jika dinilai tidak untuk apple to apple maka akan sulit untuk bekerja sama,” katanya.
Untuk menjajaki peluang kerja sama ini, Unila harus punya strategi dan mampu merancang skenario yang tepat. Strategi yang bisa dilakukan antara lain mendatangkan tenaga pengajar dari NUS untuk hadir di Unila, mengirimkan tenaga-tenaga pengajar Unila untuk melanjutkan studi S3 ke NUS, atau meminta NUS menjadi coach atau pembina bagi Unila, agar dapat closing the gap di antara keduanya.
“Saya sebagai bagian dari PKLI berharap, pimpinan dapat memperhatikan secara khusus kemungkinan peluang mengirimkan tenaga pendidik Unila untuk bersekolah di NUS, untuk mengambil S3 dan melakukan riset kolaborasi dengan NUS. Kita mengirim supaya ada alumni yang berasal dari NUS supaya ada engagement.”
Dr. Ayi juga mengungkapkan, akan menghubungi pihak Kedutaan Besar Indonesia di Singapore untuk memberikan dukungan dan perhatiannya kepada Unila terkait hal ini.
Selain strategi dan skenario yang dipersiapakan, aspek lain yang harus dikuatkan adalah aspek internal. Langkah-langkah kerja sama, sering kali ia lihat terhambat karena kehilangan ide untuk menindaklanjuti atau tidak mendapat komitmen dukungan dan fasilitas dana.
Ia percaya hal ini diawali karena kelemahan komunikasi internal yang kurang baik bagi. Maka dari itu, sangat perlu membangun kekuatan komunikasi internal sembari mengundang kekuatan eksternal untuk menguatkan Unila ke depannya.
Sinergitas untuk Mengimplementasikan Kerja Sama