TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bandar Lampung Herlywati buka suara terkait nasib ribuan tenaga honorer.
Menurutnya, saat ini Pemkot Bandar Lampung masih menunggu regulasi lanjutan dari kebijakan pemerintah pusat tersebut.
Mulai tahun depan, tenaga non-pegawai negeri sipil (PNS) atau kerap disebut honorer tidak ada lagi.
Hal tersebut sebagaimana kebijakan yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Baca juga: Oknum Honorer Tepergok Nyabu, Dijaring Polisi di Menggala Lampung
Lebih detailnya, dituliskan dalam pasal 99 angka 1, dimana pegawai non-PNS tetap melaksanakan tugas dalam jangka waktu paling lama lima tahun terhitung PP 49 tahun 2018 itu diundangkan, yang artinya sampai pada tahun 2023 mendatang.
Setelah itu, status tenaga honorer di instansi pemerintah diorientasikan telah tidak ada.
Kebijakan tersebut diklaim untuk mempertegas status kerja aparatur sipil negara (ASN) yang hanya terdiri dari dua unsur, yakni pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Pun dituliskan dalam pasal 46 angka 1, tenaga honorer atau pegawai non-PNS dan atau non-PPPK dilarang digunakan untuk mengisi jabatan ASN.
Herlywati mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu regulasi lanjutan dari kebijakan tersebut.
Baca juga: Oknum Tenaga Honorer Diamankan Polres Tulangbawang, Kedapatan Gunakan Narkoba Jenis Sabu
"Kita masih menuunggu regulasi selanjutnya," kata dia, Jumat (21/1/2022).
Ia pun mengaku masih belum bisa memastikan nasib ribuan tenaga honorer yang bekerja di Kota Tapis Berseri.
"Tapi yang terlihat pasti, tenaga mereka masih kita perlukan. Jadi jika kebijakan tersebut kemudian dibenarkan, harap maklum jika kita masih mempergunakan mereka," ucap dia.
Herlywati menyebutkan, jumlah tenaga honorer di Pemerintah Kota Bandar Lampung cukup fantastis.
"Setidaknya mungkin kurang lebih angkanya ribuan. Di Pol PP saja setidaknya ada 1.050 personel. Kemudian di Badan Pengelola Lingkungan Hidup kurang lebih ada 500-an tenaga honorer, terdiri dari tukang sapu jalan, pengangkut sampah, dan sebagainya. Belum lagi di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Di setiap OPD pasti ada tenaga honorernya," beber Herlywati.
Terpisah, Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana menyatakan siap memperjuangkan nasib tenaga honorer yang memiliki konerja baik.
"Insya Allah naik melalui PPPK. Kalau penghapusan itu kan kebijakannya dari pemerintah pusat. Kalau di daerah, kebijakannya nanti tetap disesuaikan dengan kondisi daerah. Nanti akan dicari solusinya," ucap Eva Dwiana.
Usul 1.000 PPPK
Herlywati menyebut, tahun ini pihaknya mengusulkan pengangkatan PPPK dengan jumlah yang cukup banyak untuk menuntaskan permasalahan honorer.
Ia menyebut, hampir 1.000 usulan formasi yang diberikan untuk tahun ini.
"Karena tahun ini memang pemerintah fokus penerimaan ASN melalui jalur PPPK. Kemarin kita sudah usulkan sebanyak 887 formasi PPPK," jelas Herlywati.
Rinciannya, 407 tenaga guru, 80 tenaga kesehatan, dan 400 tenaga teknis lainnya.
"Itu hanya usulan. Yang menetapkan pemerintah pusat. Saat ini kita masih tunggu balasannya," kata dia.
Masih kata Herlywati, banyaknya formasi PPPK yang diusulkan untuk tahun 2022 bukanlah sebuah solusi efektif.
Selain karena penentuan jumlah formasi dipegang pemerintah pusat, usulan yang diberikan masih dilihat tidak cukup untuk menutup harapan ribuan tenaga honorer di instansi pemerintah kota setempat.
"Belum lagi memang kan kalau tes PPPK ada syarat administratifnya, seperti lulusan sarjana dan sebagainya. Kemudian disusul tahapan seleksi hingga penentuan kelulusan berdasarkan nilai seleksi," ucapnya.
Belum lagi jumlah ASN dengan golongan I dan II yang terhitung sedikit di lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung.
"Golongan I juga kita sedikit sekali, mungkin tinggal 30-an saja, padahal tugasnya yang berbau teknis banyak sekali membantu," kata dia.
Dalam struktur PNS ada empat golongan, yakni I, II, III, dan IV.
Golongan I adalah mereka yang berasal dari lulusan SD sampai SMP.
Kemudian golongan II dengan kualifikasi pendidikan SMA hingga D3.
"Kita sangat membutuhkan itu. Jadi kita ya tidak mungkin memberhentikan mereka secara mendadak," ucap Herlywati.
( Tribunlampung.co.id / V Soma Ferrer )