Tribunlampung.co.id, Lampung Barat - Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Lampung Barat turut mengomentari aksi petani membuang 30 peti tomat yang sempat viral.
Peristiwa itu terjadi di Pekon Sebarus, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat.
Dalam video yang beredar, tomat-tomat yang dibuang tersebut dipunguti oleh ibu-ibu.
Diketahui, aksi itu dilakukan oleh seorang pengepul sayuran bernama Marwan.
Buah tomat yang diperkirakan mencapai 1,5 ton itu dibuang di pinggir jalan lantaran tidak laku.
Pasalnya, harga tomat anjlok hingga menyentuh Rp 500 per kilogram.
Kejadian itu turut mengundang reaksi dari Kepala Diskoperindag Lampung Barat Tri Umaryani.
"Jadi, kita turut prihatin atas turunnya harga tomat di Lampung Barat yang beberapa waktu lalu sempat viral di berbagai media sosial," ujar Tri, Kamis (31/3/2022).
Menanggapi adanya kejadian viral tersebut, Tri mengaku, pihaknya telah turun ke lapangan untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut.
"Jadi memang saat ini sedang dalam kondisi panen raya sehingga pasokan tomat melimpah," katanya.
"Maka disini berlaku hukum permintaan dan penawaran. Pasokan banyak tapi permintaannya tetap, maka harga turun," imbuh dia.
Namun, ia menyampaikan, beberapa minggu yang lalu, harga tomat di Lampung Barat masih cukup baik kurang lebih berada di kisaran Rp 10.000 per kilogram.
Mengenai kejadian viral ini, Tri mengungkapkan, kejadian semacam itu bukan hal yang baru terjadi di Lampung Barat.
"Tentu, ini tetap menjadi perhatian dari Diskoperindag Lampung Barat," ujarnya.
Tri pun melihat fenomena tersebut dari sudut pandang tupoksinya, yakni dari sisi pemasaran.
"Selama ini petani menjual tomat langsung kepada pedagang di masing-masing wilayah di kecamatan sentral," kata dia.
"Untuk Lampung Barat sendiri ada 3 kecamatan yang menjadi sentra sayuran, yaitu Balik Bukit, Sukau, dan Sekincau," paparnya.
Menurutnya, para pengepul sayuran yang ada di Lampung Barat belum memiliki jaringan kelembagaan yang baik.
Maka dari itu, pihaknya bakal berupaya untuk membangun jaringan kelembagaan di antara para pengepul sayuran.
"Fungsinya apa? Yang pertama ini menyangkut distribusi untuk memperluas jaringan pemasaran," ungkap Tri.
"Kemudian menyangkut harga, bagaimana caranya agar para pengepul ini bisa memiliki posisi tawar untuk menentukan harga," lanjut dia.
Lalu, fungsi yang ketiga ialah untuk memperluas akses pemasaran.
"Bagaimana agar para pengepul ini bisa menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan industri pengolahan," terang Tri.
Untuk di tingkat petani, ia berpendapat, kendalanya sejauh ini masih mengikuti tren harga dalam menanam suatu komoditas sayuran.
"Maka, sesuai tupoksi kami di Diskoperindag Lampung Barat, kami ingin mendorong pengembangan di industri pengolahan," ungkap Tri.
Oleh karenanya, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Pemprov Lampung untuk mengadakan pelatihan-pelatihan industri pengolahan.
"Supaya meningkatkan nilai tambah dan mengatasi bahan baku yang melimpah di pasaran," kata Tri.
Di samping itu, pihaknya dalam waktu dekat juga akan menggelar audiensi dengan para pengepul sayuran yang ada di Kabupaten Lampung Barat.
"Kami juga akan melakukan audiensi dengan para pengepul sayuran, salah satunya untuk membentuk perhimpunan, membentuk koperasi," ungkap dia.
"Kelembagaan para pengepul ini juga harus diperkuat karena mereka ini juga salah satu rantai tata niaga yang terkait dengan petani," imbuh Tri.
Diharapkan, dengan adanya kelembagaan yang kuat di para pengepul sayuran, berbagai kendala dan masalah yang ada di kalangan petani dan pengepul sayuran bakal teratasi.
"Jadi kalau di para pengepul ini memiliki pemasaran yang luas, sedangkan akses petani untuk menjual komoditasnya ke luar daerah susah, ini mudah-mudahan akan menyelesaikan berbagai kendala yang dialami para petani," tandasnya.
(Tribunlampung.co.id/Nanda Yustizar Ramdani)