Berita Lampung

Warga Keteguhan Bandar Lampung Harus Rela Hidup Berdekatan dengan Sampah Selama Puluhan Tahun

Editor: Dedi Sutomo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Puluhan tahun warga di Keteguhan, Telukbetung Timur, Bandar Lampung hidup berdampingan dengan sampah.

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – Puluhan tahun sudah warga di Keteguhan, Telukbetung Timur, Bandar Lampung harus merasakan hidup berdekatan dengan sampah dan limbah.

Seperti tak ada pilihan bagi warga, meski kondisi tersebut mengancam kesehatan mereka.

Bahkan, sejak tahun 2000-an, warga sudah harus menerima kenyataan hidup berdampingan dengan sampah dan limbah.

Mirisnya, limbah berbahaya berwarna hitam pekan dari TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bakung haruslah mereka rasakan.

Hasil limbah tersebut, tak jarang masuk ke dalam rumah warga terbawa air hujan.

Baca juga: GAK Kembali Erupsi 2 Kali, Ketinggian Kolom Abu 1.000 Meter

Baca juga: Jelang Pelaksanaan Pilkakon Serentak, Pemkab Tanggamus Gelar Sosialisasi dan Simulasi

Kondisi pemukiman warga yang berdekatan dengan TPA Bakung, tak pelak kondisi tersebut tidak dapat dielakan.

TPA Bakung menjadi muara sampah dari berbagai daerah di Kota Bandar Lampung.

Tribunlampung.co.id, melakukan pemantauan langsung di lokasi yang berada di Keteguhan, Telukbetung Timur.

Nampak, limbah dari sampah yang menggunung di TPA Bakung yang berwarna pekan langsung menuju ke kawasan pesisir laut.

Selain itu, ada juga aliran sungai atau drainase dari berbagai pemukiman yang mengarah ke pesisir laut di Keteguhan.

Penelusuran yang dilakukan, aliran limbah dari hulu TPA Bakung hingga ke hilir pesisir laut di Keteguhan sekira 3 Km.

Aliran limbah hitam pekat dan berbau menyengat itu menghitari rumah-rumah warga.

Baca juga: Limbah Hitam Pekat dari TPA Bakung Serang Warga Keteguhan Bandar Lampung

Baca juga: Nasib Nelayan Pesisir Bandar Lampung, Niat Jaring Ikan Malah Dapat Sampah

Aliran yang berliku-liku itu bahkan hanya berjarak 1 meter saja dari rumah-rumah warga.

Selain limbah hitam pekat, aliran air juga didominasi limbah rumah tangga dan pabrik berbahan plastik.

Jika hujan deras mengguyur, aliran limbah tersebut tersumbat sampah.

Akibatnya, terjadi banjir bahkan air yang meluap masuk kerumah-rumah warga.

Selain warga langsung yang terkena dampak, laut di Keteguhan juga ikut tercemar.

Pesisir pantai yang dahulu bersih berpasir putih kini sudah menjadi lumut hitam yang menyeramkan.

Tak ada lagi yang bisa diharapkan dari laut yang menyeramkan itu.

Ekosistem bawah laut rusak, ikan-ikan juga turut menghilang.

"Tadinya masih ada pasir putihnya sekarang udah lumpur semua hitam limbah sampah itu. Kalo hujan meluap semua banjir sampe masuk kerumah-rumah warga," kata Ketua RT Lingkungan II Kelurahan Keteguhan saat diwawancarai baru baru ini.

Dia menjelaskan Keteguhan memang menjadi muara sampah dari berbagai pemukiman warga yang ada di dataran tinggi termasuk TPA Bakung.

Hebatnya lagi, jika terjadi banjir cukup besar, sampah yang ditemukan  mencapai berat hampir satu ton atau sekira dua mobil dump truk.

"Selain limbah. Di sini juga banyak sampah kiriman. Kalo banjir itu dari mana-mana larinya kesini," kata dia.

"Setiap kali banjir, bisa sampe dua truk sampahnya, ada macem-macem sampe sampah kasur, baju, kayu, bambu apa aja ada," imbuhnya.

Kata dia, jika hal itu terjadi maka menimbulkan bau menyengat.

Dia berharap pemerintah Kota Bandar Lampung bisa langsung melihat kondisi pemukiman warga Keteguhan yang diwarnai limbah dan sampah.

"Ya sangat berharap bisa ada solusi apa kan yang bisa buat kami disini lingkungan nya bersih dan hidup sehat,"kata dia.

Air Tak Bisa Digunakan

Hal serupa diungkapkan oleh Edy warga Keteguhan.

Edy menuturkan dia bersama warga sangat berharap solusi dari pemerintah Kota Bandar Lampung.

Selain masalah limbah, masalah banjir yang menyebabkan air limbah masuk kerumah warga diharapkan bisa diatasi.

Air sumur yang menjadi sumber milik mereka tidak bisa digunakan karena kotor dan berwarna cokelat.

"Air gak bisa dimanfaatkan jangan buat minum, buat nyuci aja gak bisa. Kalo maksain ya bisa tapi risiko bajunya jadi kuning," kata Edy.

Saat ini, kata Edy warga masyarakat memanfaatkan air PAM yang ada.

Sementara untuk minum mereka ada yang membeli atau masak sendiri menggunakan air PAM.

"Pake PAM kalo ada kebutuhan apa, kalo minum ya kadang beli," sebutnya.

(Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)

Berita Terkini