Angka itu dihitung dengan perbandingan sebelum masa Pandemi Covid-19 di awal tahun 2019 lalu.
Erick menyebut, kenaikan harga untuk komoditas pangan berjenis biji-bijian mengalami kenaikan hingga mencapai 111 persen.
"Seperti (harga) gandum dan kedelai meningkat 111 persen" kata dia.
Meski dalam tren harga yang naik, Erick juga mengklaim itu juga sebagai pondasi atas perbaikan proyeksi impor pangan di tahun 2022. Terutama di sektor gandum dan kedelai.
Proyeksi impor gandum Indonesia di tahun 2022 ialah sebanyak 11,2 juta ton.
Sementara untuk kedelai adalah sebanyak 2,4 juta ton.
Lebih lanjut, sektor minyak nabati pun mengalami kenaikan harga sebesar 91 persen dengan perbandingan waktu yang sama.
Ia menyebut, minyak nabati pun memiliki proyeksi impor yang cukup baik untuk saat ini.
Ia juga mengklaim, industri minyak nabati, khusunya sawit masih menjadi peluang Indonesia.
"Eropa yang dulu melarang kelapa sawit masuk Eropa sekarang minta ke Indonesia, China juga membeli dari Indonesia," sebut dia.
Sementara ada pula jenis pangan yang mengalami kenaikan harga akibat faktor geopolitik antara Rusia dan Ukuraina.
Seperti pupuk yang harganya naik hingga 156 persen saat ini jika dibanding dengan sebelum pandemi covid-19.
"Pupuk naik 156 persen dengan kondisi geopolitik Rusia dan Ukuraina," sebutnya.
(Tribunlampung.co.id / V Soma Ferrer)