Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Menteri BUMN Erick Thohir menyebut harga pangan dalam negeri masih belum stabil.
Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, saat ini harga pangan masih menunjukkan tren harga yang tinggi.
Tren tersebut, lanjut Menteri BUMN Erick Thohir, masih akan berlangsung hingga delapan tahun ke depan.
"Bahwa pangan harganya terus meningkat, sampai 2030 ini tidak akan turun drastis," kata Erick Thohir, Jumat (5/8/2022) di Hotel Novotel Lampung.
Ketika itu, Erick Thohir menghadiri Seminar Masyarakat Profesional (Maspro) Membangun Aglomerasi Sumbagsel Jilid 4.
Erick Thohir berharap, kelompok tani di LampungĀ tetap konsisten dalam gerak cocok tanam pada masa itu.
Baca juga: Berita Erick Thohir lainnya
Baca juga: Berita Lampung lainnya
Khususnya bagi para petani yang bercocok tanam di komoditas pangan strategis nasional.
Erick Thohir menyebut, Lampung memiliki tiga komoditas pangan yang berpotensi tinggi untuk stabilisasi harga pangan.
Yakni padi, jagung dan tebu.
Kata dia, selain membantu kondisi nasional, konsistensi itu juga dinilai bisa dinikmati petani langsung.
Dari data statistik yang diolah, Erick menyebut produktivitas petani padi di Lampung mengalami kenaikan 33 persen. Dengan itu, keuntungan bagi petani meningkat sebesar 51 persen.
"Produktifitas jagung naik 38 persen dengan keuntungan petani naik 54 persen," jelas dia.
"Lalu produktivitas tebu naik 8 persen dengan keuntungan mencapai 61 persen,"
"Memang sektor tebu ini perlu kita dukung dengan menghadirkan bibit yang lebih berkualitas, ini akan menjadi kajian lanjutan," jelas dia.
Erick Thohir menerangkan harga sejumlah harga pangan mengalami kenaikan hingga seratus persen lebih.
Angka itu dihitung dengan perbandingan sebelum masa Pandemi Covid-19 di awal tahun 2019 lalu.
Erick menyebut, kenaikan harga untuk komoditas pangan berjenis biji-bijian mengalami kenaikan hingga mencapai 111 persen.
"Seperti (harga) gandum dan kedelai meningkat 111 persen" kata dia.
Meski dalam tren harga yang naik, Erick juga mengklaim itu juga sebagai pondasi atas perbaikan proyeksi impor pangan di tahun 2022. Terutama di sektor gandum dan kedelai.
Proyeksi impor gandum Indonesia di tahun 2022 ialah sebanyak 11,2 juta ton.
Sementara untuk kedelai adalah sebanyak 2,4 juta ton.
Lebih lanjut, sektor minyak nabati pun mengalami kenaikan harga sebesar 91 persen dengan perbandingan waktu yang sama.
Ia menyebut, minyak nabati pun memiliki proyeksi impor yang cukup baik untuk saat ini.
Ia juga mengklaim, industri minyak nabati, khusunya sawit masih menjadi peluang Indonesia.
"Eropa yang dulu melarang kelapa sawit masuk Eropa sekarang minta ke Indonesia, China juga membeli dari Indonesia," sebut dia.
Sementara ada pula jenis pangan yang mengalami kenaikan harga akibat faktor geopolitik antara Rusia dan Ukuraina.
Seperti pupuk yang harganya naik hingga 156 persen saat ini jika dibanding dengan sebelum pandemi covid-19.
"Pupuk naik 156 persen dengan kondisi geopolitik Rusia dan Ukuraina," sebutnya.
(Tribunlampung.co.id / V Soma Ferrer)