Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sektor usaha di bidang real estate (perumahan) kini kian terbebani dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang turut mengatrol harga sejumlah material bangunan.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Real Estate Indonesia (REI) Provinsi Lampung Djoko Handoko Halim Santoso mengatakan, sebelum BBM naik bahkan harga material sudah terlebih dahulu naik.
Diantaranya seperti batu pondasi, batu bata, semen, genteng, keramik, dan lainnya.
"Pasti (memberi pengaruh), sebelum BBM naik harga material saja sudah naik. Saat ini kami sedang menghitung atau kalkulasi persisnya," ujar Djoko saat dikonfirmasi TribunLampung.co.id, Kamis (15/9/2022).
"Penghitungan ini terkait berapa persisnya efek dari kenaikan BBM terhadap material sehingga terlihat biaya penambahan nilai rumahnya," sambungnya.
Djoko menjelaskan, kenaikan nilai bangunan yang terjadi ditaksir sekitar 7 sampai 10 persen dari harga rumah subsidi saat ini yang sebesar Rp 150,5 juta.
Baca juga: 140 Mahasiswa Intera Pesawaran Lampung Ikut Orientasi Pengenalan Kampus
Baca juga: Polri Buka Pendaftaran Tamtama Brimob dan Polair, Simak Jadwal, Kuota dan Syaratnya
"Tapi ini masih dihitung dan belum ada hasilnya. Kami bentuk tim di REI Lampung untuk mengkaji itu," jelas dia.
Kondisi saat ini diakuinya memang menjadi tantangan para pelaku usaha properti.
Karena kenaikan terlalu signifikan juga tentu berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.
"Tidak bisa juga menaikkan terlalu tinggi kalau daya belinya nggak ada, jadi kita berupaya mengambil jalan tengah," kata dia.
"Tapi kalau pemerintah nggak menaikkan bagi developer terus terang berat juga. Semua sudah naik," bebernya.
Terlebih usulan menaikkan harga bangunan rumah ini menurutnya bukan untuk memperbesar keuntungan developer atau pengembang.
"Tetapi untuk menutup semua dampak kenaikan bahan bangunan yang terjadi," ungkapnya.
Djoko menjelaskan, jika dihitung secara rinci, kenaikan 7 sampai 10 persen diakuinya belum mengcover biaya yang harus dikeluarkan developer dalam membangun unit rumah.
"Kalau dihitung secara keseluruhan pasti lebih dari 7 sampai 10 persen, tapi pertimbangan kita itu tadi, lebih ke daya beli masyarakatnya harus dipikirkan juga," jelas dia.
Harapan dari REI Lampung terhadap pemerintah pusat adalah menyetujui mengenai kenaikan harga rumah subsidi agar seimbang dengan harga material yang terus naik.
Target Dinamis
Berbicara target bangunan rumah subsidi di Lampung di 2022, REI menargetkan membangun 4 ribu unit.
Namun begitu, menilik kondisi saat ini pihaknya tidak terlalu mematok target tersebut harus terealisasi.
"Berat ya kalau untuk bicara target. Kemarin menarget kalau bisa 4 ribu unit, tapi melihat kondisi bicara target menurut kami kini sangat dinamis," ujar Ketua DPD REI Lampung Djoko Handoko Halim Santoso.
Djoko mengansumsikan, dengan keuntungan yang mepet atau bahkan rugi di pihak developer, jika menjual unit sebesar-besarnya menurutnya kerugiannya juga semakin besar.
"Tapi kalau kami nggak kerjakan, bergeraknya di bidang ini, jadi multidimensi sudut pandangnya. Kami nggak akan menarget sebanyak-banyaknya dulu, karena bangun rumah subsidi ini selip-selip rugi," paparnya.
Pihaknya berusaha bagaimana menyeimbangkan agar semua bisa jalan dan tetap menjangkau daya beli masyarakat.
Saat ini diakuinya terkait pembangunan rumah subsidi sudah terealisasi sekitar 2 ribu unit lebih.
Sementara yang non-subsidi jumlahnya juga tidak terlalu signifikan sekitar 15 sampai 20 persen dibandingkan unit rumah subsidi.
Pembangunan rumah masih didominasi di daerah satelit penunjang Bandar Lampung.
Seperti daerah Natar, Lampung Selatan dan Pesawaran.
"Sebab untuk Bandar Lampung sendiri harga tanahnya sudah berat bagi kami untuk membangun rumah subsidi," tandas dia.
(Tribunlampung.co.id/ Sulis Setia Markhamah)