Berita Lampung

Orang Tua Tak Mampu Beli Beras, 9 Anak di Bandar Lampung Sering Nangis Kelaparan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tak hanya makan nasi campur garam, 9 anak di Bandar Lampung diminta puasa orang tuanya ketika tidak punya uang buat makan. Alhasil sering nangis kelaparan.

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung- Tak hanya makan nasi campur garam, sembilan anak di Bandar Lampung bahkan diminta puasa ketika orang tua tak punya uang beli beras.

Alhasil tak jarang sembilan anak di Bandar Lampung ini menangis kelaparan.

Kondisi itu diakui orang tua sembilan anak di Bandar Lampung tersebut, Badriah.

Badriah hanya mengatasi anaknya yang nangis kelaparan itu dengan air putih.

Badriah nekat meminta anak-anaknya puasa kala tidak punya uang sepeser pun buat makan. Meskipun anaknya kerap menangis lapar.

"Kadang mereka nangis laper, saya kasih air putih, ajak anak-anak puasa," ujar Subadriah, Rabu (26/10/2022).

Baca juga: Demi Bertahan Hidup, 9 Anak di Bandar Lampung Makan Nasi Campur Garam Tiap Hari

Baca juga: Modus Arisan Online, Wanita di Bandar Lampung Diduga Tipu 60 Korban Hingga Miliaran Rupiah 

"Sebenarnya tega gak tega ini demi bertahan hidup," tuturnya.

Kalau pun ada uang sedikit, Badriah mengaku hanya memberi makan anak-anaknya dengan nasi campur garam.

Makan Nasi campur garam dilakukan sembilan anak di Bandar Lampung ini demi bertahan hidup di tengah kekurangan ekonomi orang tuanya.

Sebanyak sembilan anak di Bandar Lampung yang terpaksa Makan Nasi campur garam ini merupakan saudara kandung dari satu pasangan suami istri (Pasutri)

Kisah perjuangan Pasutri Bandar Lampung terpaksa harus memberi makan sembilan orang anaknya hanya dengan nasi campur garam.

Keluarga pra sejahtera ini tinggal di Kelurahan Segala Mider, Lingkungan Tiga, Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung.

Pasutri bersama sembilan anaknya ini terpaksa harus hidup dengan keterbatasan ekonomi.

Meski tinggal di tengah kota Bandar Lampung, ibu kota Provinsi Lampung, namun keluarga ini terbilang jauh dari kata mampu.

Pasutri Subadriah (38) dan Firdaus (42) terpaksa harus menghuni sebuah kamar kontrakan berukuran 3 meter x 5 meter bersama sembilan orang anaknya yang masih kecil-kecil.

Terkadang, pasutri ini bahkan tidak mampu beli beras sekedar untuk makan keluarganya.

Badriah terkadang juga memberi anaknya teh campur satu roti dibagi rata kepada anak-anaknya untuk bertahan hidup.

Namun, jika mereka tidak ada uang, ia harus rela menyuruh anaknya berpuasa, meski anaknya kerap menangis kelaparan.

"Kadang mereka nangis laper, saya kasih air putih, ajak anak-anak puasa," ujar Subadriah, Rabu (26/10/2022)

"Sebenarnya tega gak tega ini demi bertahan hidup," kata dia.

Baca juga: 4 Pria Mengendap-endap di Indekos Putri Bandar Lampung Kabur Usai Diteriaki Maling

Baca juga: Cucu Nekat Bakar Rumah Nenek di Bandar Lampung, Pelaku Pernah Masuk Penjara

Subadriah menceritakan setiap pagi anaknya tidak pernah sarapan dan hanya diberi air putih setiap pagi.

Pada siang harinya, anaknya diberi nasi campur garam karena tidak ada uang untuk membeli lauk pauk layaknya masyarakat pada umumnya.

Pendapatan Firdaus, Suaminya yang bekerja sebagai pemasang batu nisan, tidak cukup untuk membiayai sembilan orang anaknya.

Bahkan, Badriah mengatakan jika ia dan keluarganya sering nunggak membayar kontrakan karena tidak memiliki uang.

Selain bekerja masang batu nisan, Firdaus sering diajak kerja membersihkan rumput rumah warga.

Sedangkan istrinya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan mengurus anak-anak dikontrakan.

"Suami saya kerja masang batu nisan, seminggu kadang cuma seratus sampai dua ratus ribu, itupun tidak cukup biaya slehari-hari,"katanya.

Ia sering meminjam uang tentangga untuk membeli beras, karena dalam satu hari menghabiskan beras satu kilo gram.

Beras hasil meminjam itu pun harus ia hemat agar cukup untuk dikonsumsi sampai sore harinya.

Awalnya mereka tinggal bersama tujuh anaknya, namun beberapa waktu lalu pasangan ini dikaruniai bayi kembar laki dan perempuan.

Saat ini, bayi tersebut masih dirawat di rumah sakit karena membutuhkan perawatan intensif oleh dokter.

"Kemarin ada orang dermawan bantu kami bawa ke rumah sakit, diberi pempers dan sembako, Alhamdulillah," katanya.

Menurut Badriah, saat melahirkan bayi kembar pun, ia lakukan seorang diri tanpa bantuan medis.

Pasalnya, dia dan suami tidak memiliki biaya untuk ke bidan atau rumah sakit.

"Bayi kan kembar, pertama lahir laki-laki sendiri saya gelar kasur, terus yang perempuan dibantu bidan di panggil suami saya," katanya.

Ia menambahkan, dalam keadaan hamil tua ia tetap mengantar anaknya sekolah SD 1 Sukajawa yang berjarak dua kilometer dari kontrakannya.

"Pagi saya antar jalan kaki ke SD karena gak ada motor, pulang juga saya jemput itu kegiatan rutin setiap pagi," katanya

Sementara itu, Firdaus mengatakan kontrakan yang ia tinggali sudah empat bulan menunggak.

"Bayar kontrakan sebulan tigaratus ribu, tapi kalau enggak ada uang gimana mau bayar,"katanya.

"Kemarin udah ditagih terus sama yang punya kontrakan, gak ada uang ini gimana mau bayar, sedangkan saya gak menang uang, "ujarnya

Ia berharap mendapat perhatian maupun bantuan dari pemerintah karena keadaan ekonomi yang benar-benar tidak ada.

"Kami selama dua tahun ini tidak pernah dapat bantuan dari pemerintah," katanya.

( Tribunlampung.co.id / Hurri Agusto )

Berita Terkini