Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan- Gunung Anak Krakatau ( GAK ) mengalami dua kali erupsi pada Selasa (24/1/2023) malam.
Peristiwa erupsi GAK malam hari tersebut terjadi pada pukul 18.50 WIB dan pukul 19.57 WIB.
Sebelumnya erupsi GAK terjadi sebanyak delapan kali pada Selasa (24/1/2023) pagi.
Yaitu pukul 00.41 WIB, pukul 04.42 WIB, pukul 06.07 WIB, pukul 07.01 WIB, pukul 07.58 WIB, pukul 07.59 WIB, pukul 08.08 WIB, pukul 09.28 WIB.
Sehingga total erupsi Gunung Anak Krakatau ( GAK ) dari pagi hingga malam hari sebanyak 10 kali.
Baca juga: Dishub Lampung Selatan Akan Lakukan Razia dan Penindakan Kendaraan ODOL
Meski demikian status GAK tersebut masih dalam tahap level III atau siaga
Anggota Pos Pantau Gunung Anak Krakatau ( GAK ) Desa Hargo Pancuran Suwarno mengklaim pihaknya belum menerima laporan mengenai dampak dari erupsi GAK.
Lanjut Suwarno, abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau berhembus ke arah timur atau ke arah Bakauheni.
Suwarno mengatakan dampak yang dirasakan oleh warga di Pantai Charita yakni mencium bau belerang bisa saja terjadi, karena abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau terbawa angin.
Tetapi Dirinya mengkalaim sampai saat ini belum ada laporan dari warga terkait aroma belerang yang tercium akibat dampak Gunung Anak Krakatau ataupun kerugian materil lainnya.
Sekdes Pulau Sebesi, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan Firdaus menyebut dirinya sering mendengar dentuman dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
Firdaus juga mengatakan dirinya sering melihat lava pijar dari Gunung Anak Krakatau.
Namun dirinya mengaku tidak panik menghadapi situasi tersebut.
Karena menurutnya erupsi Gunung Anak Krakatau kerap terjadi, dan dirinya sudan menganggap erupsi tersebut sebagai hal yang lumrah.
Baca juga: Gunung Anak Krakatau Erupsi, Warga di Pantai Carita Cium Bau Belerang Menyengat
"Kekhawatiran sih pasti ada. Tapi ya namanya kita bertahun-tahun tinggal di sini, jadi kita udah terbiasa melihat dan mendegar eupsi dari GAK itu mas," kata Firdaus.
Firdaus juga mengkalim dirinya beberapa mencium bau belerang ketika Gunung Anak Krakatau sedang erupsi.
Namum, kata Firdaus, sampai saat ini dirinya belum menerima laporan dari warga terkait dampak dari yang sedang Gunung Anak Krakatau sedang erupsi tersebut.
"Kalau bau belerang sih beberapa kali tercium. Tapi warga masih melakukan aktivitas seperti biasa, yang nelayan melaut yang berkebun ke sawah ke kebun," katanya.
Sampai saat ini, Firduas mengatakan pihaknya belum menerima laporan warga yang mebgungsi akibat peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau tersebut.
Firdaus menjelaskan warganya akan mengungsi jika dari pihak berwenang seperti BMKG atau BPBD Lampung Selatan meminta untuk mengungsi
Dirinya juga mengimbau kepada warganya untuk mengudpate informasi terkait aktivitas Gunung Anak Krakatau di website Magma Indonesia dan BMKG.
Firdaus mengatakan pihaknya telah memasang alat pendeteksi kenaikan air jika terjadi bencana yang berpotensi tsunami.
"Kita sudah pasang alatnya. Jadi kalau misalnya tiba-tiba air berkurang atau menyusut dalam waktu singkat, dan tidak wajar alat tersebut akan berbunyi. seperti memberikan signal," jelasnya.
Firdaus berharap Gunung Anak Krakatau bisa kembali normal, tidak ada erupsi-erupsi lagi.
Dirinya juga mengimbau kepada warganya supaya tidak panik dan mencari informasi yang benar bukan informasi hoaks. (Tribunlampung.co.id/ Dominius Desmantri Barus)