“Waktu itu yang saya rasakan gempanya kuat banget dan durasinya lumayan lama"
"Kami di dalam rumah panik,”
“Karena ngerasa gempanya lumayan parah kami langsung lari ke luar rumah untuk menyelamatkan diri,” bebernya.
Ketika berhasil ke luar rumah, ia melihat warga sudah berhamburan juga ke luar rumah.
Sedangkan rumah miliknya yang berbahan dasar dominan dari kayu perlahan roboh dan ambruk ke tanah.
“Sudah enggak mikirin apa-apa lagi waktu itu. Yang penting saya sama keluarga udah ke luar mengamankan diri,”
“Namun banyak juga saat kejadian itu warga yang belum sempat menyelamatkan diri karena masih istirahat,” imbuhnya.
Agus yang merupakan pengusaha opak saat itu tinggal dekat dengan rumah salah satu kakak kandungnya.
Sewaktu masih diguncang gempa, ia pun mengecek rumah kakaknya untuk melihat apakah sudah menyelamatkan diri.
“Saat ke rumah kakak itu, ternyata mereka juga sudah berhamburan ke luar rumah untuk menyelamatkan diri,”
“Saya salut dengan kakak saya yang waktu itu masih sempat menahan bangunan rumahnya agar orang di dalam bisa ke luar,” tuturnya.
Kondisi semakin mencekam ketika listrik mati total yang membuat seluruh kota gelap dan hanya diterangi cahaya bulan.
Jerit dan tangis terdengar jelas di kuping Agus yang saat itu masih belum percaya bahwa wilayahnya diguncang bencana dahsyat.
Tak lama berselang, Agus dengan ayahnya bergegas untuk pergi menaiki motor mengarah ke pusat kota Liwa.
Ia pun melihat jelas bangunan-bangunan yang ada pada saat itu hampir semuanya rata dengan tanah akibat guncangan gempa.