Lampung Bangkit

Bonus Demografi 2045, Caleg DPR RI Hantoni Hasan Ingin SDM di Lampung Diperkuat ke Sektor Pertanian

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Caleg DPR RI dari PKS Hantoni Hasan

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG- Caleg DPR RI Hantoni Hasan mengajak pemangku kepentingan di Lampung agar menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dan berkualitas sejak dibangku sekolah untuk menghadapi bonus demografi 2045.

Caleg DPR RI Dapil Lampung I ini berpandangan, menghadapi bonus demografi bukan sekedar menyiapkan lapangan pekerjaan.

Tapi sedari awal juga mesti disiapkan SDM yang sesuai dengan peluang lapangan pekerjaan yang tersedia dari sektor yang  ada di Lampung.

"Untuk menuju bonus demografi harus diperbaiki sejak sekarang adalah menyiapkan SDM berkualitas," terang Hantoni Hasan, Selasa (6/2/2024).

Caleg DPR RI dari PKS nomor urut 4 ini menuturkan, di Lampung sejauh ini lapangan pekerjaan yang porsinya paling tinggi adalah sektor pertanian sebesar 1,92 persen.

Kemudian di susul sektor perdagangan, tambang, dan lainnya yang porsinya jauh lebih sedikit dibanding sektor pertanian.

"Di Lampung itu ada dua lapangan pekerjaan yang peluangnya besar. Sektor pertanian dan perdagangan. Kalau industri tidak seberapa," kata Hantoni.

Baca juga: Caleg DPR RI Hantoni Hasan Ingin Ada Pemerataan Pembangunan di Bandar Lampung

Baca juga: Caleg DPR RI Hantoni Hasan Singgung SDGs di Bandar Lampung, Masih Ada Pemukiman Kumuh

Melihat fenomena itu, Hantoni berpandangan jika sedianya pendidikan yang tersedia harus bisa me-ngelink dengan lapangan pekerjaan yang tersedia atau yang akan disediakan.

"Mestinya kan begitu. Pertanyaannya adalah apakah sekarang ini kondisinya seperti itu. Berapa banyak pendidikan kita yang nge-link dengan lapangan pekerjaan, contohnya sektor pertanian," paparnya.

"Kita sudah tahu bahwa lapangan pekerjaan di Lampung banyak sektor pertanian, tapi persoalannya apakah sudah tersedia pendidikan yang siap untuk menyiapkan SDM sektor pertanian," sambung pengusung tagline Lampung Bangkit ini.

Politisi PKS ini mengutarakan, hal ini penting agar kedepan kita bisa menyiapkan sumber daya manusia yang siap diterjunkan ke lapangan pekerjaan dari sektor-sektor yang banyak tersedia di Lampung.

"Kita bandingkan saja sekarang antara sekolah vokasi dan sekolah umum, mana yang banyak," katanya.

Tapi semua itu, kata Hantoni, harus di realisasikan bukan sekedar gimik-gimik atau cuap-cuap saja.

"Langkah konkretnya seperti apa. Jangan cuma cuap-cuap atau gimik-gimik saja," tandas Hantoni Hasan.

Bonus Demografi di Lampung

Caleg DPR RI Hantoni Hasan menyebut Indonesia khususnya provinsi Lampung saat ini telah masuk masa bonus demografi.

Hantoni Hasan menuturkan, untuk mengiringi masa bonus demografi itu, maka perlu ada upaya untuk menciptakan banyak peluang kerja bagi usia produktif sebagai aktifitas positif menuju kesejahteraan.

Hantoni Hasan mengatakan, bonus demografi yang di sebut-sebut masa puncaknya terjadi pada tahun 2045, saat ini justru sudah terjadi.

“Tahun 2045 itu (bonus demografi) justru sudah turun. Justru saat inilah masa puncaknya (bonus demografi) sampai 2030,” terang Hantoni Hasan.

Menurut pandangan Hantoni Hasan, kondisi ini terjadi dilihat dari data jumlah angka usia produktif dan usia tidak produktif.

Khusus di Lampung, Hantoni Hasan menyebut usia produktif di Bumi Ruwa Jurai saat ini mencapai angka 70,31 persen.

Dari jumlah 9,1 juta penduduk Lampung saat ini, 6,9 juta (70,31 persen) diantaranya berada pada masuk usia produktif.

 “Artinya, orang yang produktif itu lebih banyak ketimbang orang yang tidak produktif di Lampung. Ada 30 persen orang di Lampung yang tidak produktif,” terang Hantoni Hasan.

“Hipotesanya nanti akan menghasilkan ketergantungan. Berarti kan orang yang ketergantungan 30 persen jika dilihat angka tidak produktif tadi,” sambung dia.

Pengusung tagline Lampung Bangkit ini menilai, jika angka ketergantungan dibawah 50 persen maka situasi ini menunjukkan gejala bahwa di suatu wilayah sedang terjadi bonus demografi.

“Gejala ini dilihat dari jumlah angka usia produktif lebih tinggi dari yang tidak produktif. Sehingga angka ketergantungan lebih kecil,” papar Caleg DPR RI dapil Lampung I ini.

Hantoni Hasan lalu menganalogikan dalam sebuah rumah tangga ada 10 anggota keluarga dengan dua orang anak usia dibawah umur dan satu orang tua yang sudah berusia diatas 50 tahun. 

Dari analogi itu, Hantoni Hasan menilai dalam keluarga itu secara otomatis ada tiga orang yang bisa disebut tidak produktif karena tidak bekerja.

“Dari contoh keluarga ini ada 7 orang anggota keluarga lainnya yang masih produktif. Berarti angka ketergantungan dalam keluarga itu kecil,” tutur Hantoni.

Dilihat dari contoh kasus diatas Hantoni Hasan menyebut ini menjadi sebuah potensi. 

Selain potensi juga ada bahaya yang membayangi terkait kesejahteraan.

Sebab, menurut Hantoni, dalam keluarga tadi ada tujuh orang anggota keluarga yang meski usia produktif tapi tidak ada aktivitas positif untuk kesejahteraan, misalnya pekerjaan.

“Ini justru yang bahaya, karena potensinya besar tapi medan aktivitasnya rendah. Yang terjadi kemudian bias saja melakukan hal-hal yang tidak kita harapkan," terang Hantoni.

Dia mengutarakan, orang yang produktif itu biasanya tidak akan tahan berada di rumah karena ingin mencari aktifitas positif.

Celakanya, jika tidak ada saluran positif maka akan sangat berbahaya yang dapat menimbulkan masalah.

"Oleh karena itu, usia produktif ini mesti diiringi dengan aktivitas yang mesti kita siapkan," tandas Hantoni Hasan.

Kondisi yang membahayakan inilah yang mesti diantisipasi semua pihak dengan menyiapkan banyak kegiatan positif untuk menciptakan peluang menuju kesehatan.

Misalnya, membuka banyak lapangan pekerjaan untuk usia-usia produktif yang angkanya mulai menanjak.

Sebagaimana diketahui, terdapat dua indikator yang menjadi acuan dalam pembentukan tipologi bonus demografi.

Diantaranya pertumbuhan persentase penduduk usia produktif pada periode 2015-2030 dan angka fertilitas total (total fertility rate/TFR) pada 1985 dan 2015. 

Indonesia telah mengalami bonus demografi sejak tahun 2015 dengan periode puncaknya diperkirakan terjadi pada periode 2020-2035.

Dimana tingkat kelahiran mengalami penurunan sehingga mengakibatkan persentase penduduk usia 0-14 tahun dan rasio ketergantungan menurun.

Hal ini dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan bonus demografi untuk meningkatkan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. 

Jumlah penduduk usia produktif yang besar dan berkualitas dapat berperan sebagai sumber tenaga kerja dan pelaku ekonomi yang dapat mempercepat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. 

Bonus demografi sebagai bagian dari tahapan transisi demografi merupakan peluang bagi suatu negara untuk memajukan pembangunan ekonomi dan sosialnya. 

(TRIBUNLAMPUNG/endra zulkarnain)

 

 

Berita Terkini