Kesehatan

Pola Gaya Hidup Tidak Sehat Picu Kolesterol Tinggi

Penulis: Virginia Swastika
Editor: Reny Fitriani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Pola gaya hidup tidak sehat picu kolesterol tinggi.

"Untuk penanganannya lebih diajurkan yang utama ya datang ke dokter dulu. Jadi kita screening dulu itu boleh ke apotek atau poskes terdekat yang misalnya nih ada yang gratis untuk cek. Jangan takut untuk dicek, apalagi udah banyak yang gratis nih sekarang. Dicek (kadar kolesterol), nah berapa tuh kolesterol totalnya," terangnya.

"Kita patokannya 250 mg/dL ya, 200-250 mg/dL. Kalau misal di atas 200, tapi di bawah 250 mg/dL, gaya hidupnya diganti dulu coba. Gaya hidupnya yang masih merokok, minum minuman beralkohol, terus makan dalam sehari-hari itu ada gorengan, kerupuk, santan, itu diubah dulu," katanya.

Selanjutnya, perlu juga untuk rutin melakukan pengecekan kadar kolesterol dibarengi dengan menjaga pola hidup sehat.

Bagi penderita kolesterol disarankan untuk mengecek setiap dua minggu atau sebulan sekali.

Sementara bagi yang kadar kolesterolnya masih normal, pemeriksaan dapat dilakukan secara rutin tiga bulan sekali.

Lebih lanjut, ia menyebut pemeriksaan ini tidak memandang usia, mengingat penyakit kolesterol tinggi bisa menyerang siapapun, baik anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia.

"Pemeriksaan (rutin) kalau memang standarisasi kita ya dari keilmuan saya itu sebaiknya kalau sudah terdiagnosis itu dua minggu atau sebulan sekali, tapi kalau kita masih normal aja tiga bulan sekali, nggak apa," katanya.

"Tidak memandang usia ya seperti yang saya bilang. Jangan tunggu lansia dulu atau di atas 40 (tahun) baru rutin ngecek tiga bulan sekali atau sebulan sekali. Jadi mau usia berapa aja bisa," terusnya.

Namun jika kadar kolesterol sudah begitu tinggi, maka ia menyarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan tenaga medis.

Terlebih bila penderita kolesterol tinggi ini memiliki risiko penyakit lain. Pasalnya, penanganan setiap orang dapat berbeda-beda.

"Tapi kalau udah 250 mg/dL atau lebih dari 200 mg/dL dan memiliki faktor risiko kencing manis, darah tinggi, penyakit seperti tiroid itu saran lebih ke dokter dulu. Jadi kan kita beda-beda (penanganannya)," katanya.

"Kalau misalkan baru pertama kali tahu dan tidak memiliki faktor risiko penyakit, ubah gaya hidup. Tapi kalau kita ada faktor risiko suatu penyakit dan lebih 200 mg/dL, saran ke dokter," pungkasnya.

(Tribunlampung.co.id/Virginia Swastika)

Berita Terkini