Berita Terkini Nasional

Kisah Pemilik Usaha Pengepul Susu Sapi di Boyolali, Pramono Kena Tunggakan Pajak Rp 670 juta

Editor: Teguh Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENGEPUL SUSU - Pramono (67), pemilik UD Pramono, pengepul susu sapi ditemui di rumahnya di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (4/11).

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BOYOLALI - UD Pramono, pengepul susu sapi di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Jawa Tengah baru-baru ini ramai menyedot perhatian publik.

Sebab, usaha dagang tersebut, sempat akan ditutup lantaran terlilit masalah pajak bernilai fantastik yang mencapai sekitar Rp 670 juta.

Bahkan akibat dari tunggakan pajak itu berimbas pada pemblokiran uang milik UD Pramono oleh kantor pajak.

Padahal, uang tersebut merupakan milik 1.300 peternak sapi perah di Boyolali dan Klaten mitra UD Pramono.

Pemilik UD Pramono, Pramono (67) menceritakan, usahanya berdiri mulai 2015.

Ia berusaha taat membayar pajak, terbukti tiap tahun dirinya datang ke kantor pajak untuk membayar pajak usahanya.

Ia sengaja meminta bantuan kantor pajak karena mengakui pendidikannya hanya tamatan SD dan tidak tahu administrasi atau hitungan pajak.

"Waktu itu membayarnya (pajak) saya minta tolong kantor pajak karena pendidikan saya SD, tidak bisa administrasi. (Tahun) 2015, 2016, 2017 itu saya (masing-masing) pajak Rp 10 juta," kata Pramono sat ditemui di rumahnya di Boyolali, Senin (4/11/2024).

Lalu pada 2018, karena persaingan usaha penjualan susu makin ketat, Pramono meminta pajak diturunkan jadi Rp 5 juta.

Biasanya, ia dihubungi kantor pajak untuk membayar pajak.

Tetapi tidak ada pemanggilan terkait pembayaran pajak.

"Biasanya saya dihubungi kantor pajak. Dipanggil lewat HP (handphone)," ujar dia.

Pada 2019 dan 2020, Pramono mengaku tidak datang ke kantor pajak karena tidak dapat informasi dari kantor pajak terkait pembayaran pajaknya.

"Saya menunggu panggilan HP. 2019 sama 2020 saya tidak ke kantor pajak karena tidak dapat panggilan," ungkap Pramono.

Kemudian 2021, ia dapat surat terkait pembayaran pajak usahanya.

Ia datang ke kantor pajak Boyolali, karena mengira surat itu dikirim dari Kantor Pajak Boyolali. 

Setelah tiba, ternyata suratnya dari Kantor Pajak Solo.

Pramono langsung terkejut mendengar pajaknya setelah dihitung sebesar Rp 2 miliar. Nilai pajak tersebut untuk 2018.

Karena pendapatannya hanya Rp 110 juta per tahun, Pramono mengaku tidak sanggup.

"Dihitung saya dikenakan pajak Rp 2 miliar. Saya tidak sanggup. Perasaan saya, janggal kok tidak masuk akal. Selama saya dagang kan kira-kira cuma Rp 10 juta atau Rp 5 juta (pajaknya)," kata Pramono.

"Terus saya dipanggil lagi ketemu (pajaknya) Rp 670 juta. Akhirnya saya tidak sanggup. Akhirnya dipanggil lagi, dipanggil lagi disuruh nawar, saya pokoknya tidak mau. Saya pulang, nanti sambil jalan dipikir mau atau tidak. Kalau tidak mau (bayar), mau disita gitu (asetnya)," sambung dia.

Dia menyampaikan, setelah di Kantor Pajak Solo tidak ada hasil, dipindahkan permasalahan pajaknya ke KPP Pratama Boyolali.

"2019 dikenakan (pajak) Rp 75 juta. 2020 saya disuruh bayar Rp 200 juta, tapi urusan semua selesai. Saya tidak nawar langsung siap. Setelah itu beberapa bulan dipanggil lagi tanda tangan penyelesaian. Akhirnya ditanyakan lagi yang Rp 670 juta, saya nggak sanggup," ungkapnya.

Pramono mengaku, pernah membayar pajak usaha Rp 24 juta, pada 2022.

Bahkan ia mendapat penghargaan dari kantor pajak karena taat membayar pajak.

Ia lalu dapat surat dari kantor pajak pada 10 September 2024 supaya datang ke Kantor Pajak Boyolali.

"Saya diminta datang musyawarah masalah Rp 670 juta. Saya tidak sanggup, diminta membayar Rp 110 juta. Keuntungan saya mau diminta Rp 110 juta. Saya tidak sanggup," katanya.

"Akhirnya 4 Oktober diblokir (rekeningnya). Setelah diblokir, saya ke kantor pajak, tapi saya lupa tanggalnya menyerahkan buku rekening dan NPWP. Saya mau berhenti dagang susu mumet (pusing)," paparnya.

Pramono lalu menyampaikan kepada kantor pajak akan berhenti mengambil susu dari peternak sapi mitranya.

"Saya minta waktu satu minggu untuk ngabari petani sama IPS (industri pengolahan susu) sama rekan-rekan kerja ampas tahu dari tujuh kelompok mulai 1 November tidak menerima ampas tahu dan tidak kirim susu dan tidak mengambil susu," ucap dia.

Mendengar UD Pramono akan berhenti beroperasi, ia kemudian dihubungi Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali untuk tetap meneruskan usahanya.

"Nanti dibantu (mediasi). Saya menyanggupi, saya menunggu kabar Dinas Peternakan. Makanya sampai sekarang masih ngambil susu sambil menunggu perkembangan perjuangannya Dinas Peternakan," kata dia.

Dia menceritakan, sebelum jadi pengepul susu dan memiliki 1.300 mitra, usahnya berawal dari beternak sapi perah.

Bermula dari 2002, Pramono memiliki 13 ekor sapi perah. Kemudian hingga 2005, ia berhasil mengembangkan usahanya dari 13 ekor sapi jadi 40 ekor sapi perah.

Ia lalu menjual susu ke Salatiga.

Kemudian permintaan susu meningkat, membuat Pramono tidak bisa mengelola sapi perahnya.

Akhirnya ia membeli susu dari para peternak yang hingga sekarang telah memiliki mitra 1.300 orang peternak di Boyolali dan Klaten.

Setiap hari Pramono mampu memproduksi hingga 20.000 liter susu segar.

Terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Boyolali, Lusia Dyah Suciati berharap ada win-win solution terkait permasalahan yang dihadapi UD Pramono agar usahanya tetap berjalan.

Sebab, kata dia, keberadaan UD Pramono telah menjadi sumber penghidupan terhadap 1.300 mitra peternak sapi perah di Boyolali dan Klaten. (tribunnetwork)

 

Berita Terkini